Karya: Taufik Sentana
Banyak menulis puisi dan esai sosial.
Peminat sastra sufistik.
Mungkin ia menyimpan ratapan
segala ratap dari desauan hati
perantau pada zaman kita
yang di pengakhiran.
Atau ianya menyimpan cahaya
dan meredam segela dendam kita
tentang peradaban materialistik
dalam kesombongan manusia modern.
Kita hanya isyarat debu
dari kelemahan kita memaknai
setiap peristiwa.
Langit ramadan telah mengintip
dan perlahan membukakan
tangga tangga pencapaian sprituil
dalam bingkai kesalihan
yang memijak bumi.
Inilah perburuan seribu bulan
yang pernah diinginkan Musa pada Rabbnya, namun telah menjadi milik kita
guna mengisi ruang jiwa yang kosong
dari kemurnian penghambaan.
Sungguh, kita berada dalam celah celah zaman yang dihimpit kejaran bendawi,
percaturan kekuasaan, berhala ekonomi
dan kepentingan nisbi tentang manusia
yang bebas.
Dari langit dan ufuk ramadan
kita ingin merasakan hidangannya
yang menyuplai kesangsian
dan mensucikan lagi jejak jejak jiwa
Langit ramadan seperti mengangkat lelah kita tentang hari kemarin, tentang pencarian badani yang memiskinkan nurani, dan menyusun ulang jalan kembali yang bening dan indah,
yang ‘radiyah-mardiyah’ :
Itulah hakikan perburuan
dan pencarian dalam jeda hidup kita yang singkat.Disini, di tempat ini, sempat kita anggap sebagai puncak kemuliaan dan batas kemegahan.[]