LHOKSEUMAWE – Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Dr. Mukhlis, S.H., M.H., mengklarifikasi pernyataannya kepada para wartawan soal nama lembaga yang diminta melakukan audit investigasi terhadap proyek tanggul Cunda-Meuraksa.
Sebenarnya, Kajari Lhokseumawe telah menyurati Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh. Surat tertanggal 25 Januari 2021 itu perihal permintaan audit investigasi terhadap pembangunan pengaman pantai Cunda Meuraksa pada Dinas PUPR Kota Lhokseumawe tahun anggaran 2020.
Namun, saat memberikan pernyataan kepada para wartawan yang mewawancarainya di Kantin Kejari Lhokseumawe, Rabu, 27 Januari 2021 siang, Kajari mengatakan pihaknya sudah menyurati Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh.
“Besok (Kamis/hari ini, red), Kasi Pidsus (Pidana Khsusus) yang juga menjadi tim akan langsung ketemu dengan BPK (di Banda Aceh) untuk koordinasi selanjutnya. Apakah tim ini akan segera datang? Kita berharap segera tim BPK Perwakilan Aceh turun untuk melihat riil di lapangan. Karena menurut informasi, tahun kemarin itu kan BPK sudah melakukan audit, tapi itu adalah audit umum. Tapi gini, kalau diaudit apa sih kesimpulannya. Saya tidak mau audit umum. Harus audit riil,” tutur Mukhlis.
Mukhlis mengatakan pihaknya sudah menggelar pra-ekspose hasil penyelidikan sementara terhadap kasus proyek pengaman pantai Cunda-Meuraksa sumber dana Otsus tahun anggaran 2020. Hasilnya, kata Mukhlis, secara hukum ditemukan pelanggaran. Namun, apakah menjurus kepada tindak pidana korupsi, atau pelanggaran lainnya, tim penyelidik kejaksaan akan mendalami secara lengkap dengan memeriksa semua pihak terkait. (Baca: Hasil Penyelidikan Sementara Kasus Proyek Tanggul Cunda-Meuraksa, Kajari: Secara Hukum Ditemukan Pelanggaran)
Setelah membaca berita tersebut, Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya, menyampaikan kepada portalsatu.com via pesan WhatsApp, Kamis, 28 Januari 2021 pagi, “Kajari sudah meminta secara resmi BPKP Aceh untuk mengaudit investigasi proyek tanggul Cunda sebagaimana surat resmi yang kami terima kemarin, 27 Januari 2021. Perlu dikoreksi permintaan audit bukan ke BPK, tetapi ke BPKP Aceh”.
Dikonfirmasi kembali melalui telepon seluler,. Kamis, sekitar pukul 10.50 WIB, Kajari Lhokseumawe, Mukhlis, mengatakan, “Ada kekeliruan saya ngomong kemarin (Rabu). Ternyata saya ngirim surat ke BPKP, bukan BPK. Surat yang saya tanda tangan tanggal 25 (Januari) itu ke BPKP”.
Mukhlis menyebut pertimbangan pihaknya meminta BPKP melakukan audit investigasi pembangunan tanggul Cunda-Meuraksa tahun anggaran 2020, karena BPKP sudah punya data proyek tersebut. “Ternyata sebelumnya, BPKP itu sudah mau turun juga. Jadi, BPKP sudah punya data, terhambat oleh kita karena kita lagi melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Menurut Mukhlis, BPKP diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dengan lahirnya UU tentang BPKP untuk melakukan audit khusus untuk dana APBD. “Kemarin anggota saya juga koordinasi dengan Kejati, ya (permintaan audit) ke BPKP saja karena APBD,” ucap Kajari Lhokseumawe itu.
Saat portalsatu.com memintai tanggapannya sebagai respons atas surat Kajari Lhokseumawe, Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya, mengatakan, “Ya, insya Allah. Seperti yang kami pernah sampaikan di awal mencuatnya case ini, bahwa BPKP akan melakukan audit investigasi setelah koordinasi dengan Kajari Lhokseumawe. Dengan adanya surat permintaan Kajari maka pelaksanaan audit investigasi akan segera kami lalukan”.
Sebelumnya, ketika dikonfirmasi pada 13 Januari lalu, Indra mengatakan, “sesuai dengan issue tersebut, BPKP akan dan sedang berkoordinasi dengan instansi penyidik dan Pemda terkait untuk menentukan langkah audit yang akan dilakukan”.
Saat itu, portalsatu.com juga meminta tanggapan Kepala BPKP Perwakilan Aceh soal dugaan paket tahun anggaran 2019 panjang tanggul Cunda-Meuraksa yang dibangun melebihi volume dalam kontrak. Sehingga paket tahun anggaran 2020 diduga tidak dikerjakan lagi karena sudah dilaksanakan sekalian dengan proyek tanggul 2019.
Apabila terjadi seperti itu, rekanan diduga membangun tanggul lebih dulu/sebelum lahir kontrak paket tahun anggaran 2020, kemudian tinggal pencairan anggaran dari pemerintah, apakah dibolehkan secara aturan?
“Setiap pekerjaan fisik/nonfisik (di lingkungan kementerian/lembaga/Pemda dan korporasi) dilakukan harus berdasarkan volume dan nilai kontrak serta anggaran yang tersedia. Tidak boleh melaksanakan pekerjaan tanpa dukungan kontrak dan anggaran,” tegas Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya.
Kepala Dinas PUPR Lhokseumawe, Safaruddin, mengatakan hasil pekerjaan pengaman pantai Cunda-Meuraksa tahun anggaran 2020, secara visual di lapangan volumenya ada dengan krontraktual panjang tanggul 123 meter. Bahkan, kata dia, hasil pembangunan tanggul lebih sekitar 17 meter atau jika ditotal sekitar 140 meter.
“Saya rasa kontrak tahun 2020 secara volume ada di lapangan setelah kita ukur (hasil pekerjaan) bersama-sama dengan tim konsultan, pengawas beserta pejabat teknis pelaksanaan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kita lakukan opname (pengukuran hasil pekerjaan proyek) pada 15 Desember 2020, volume sesuai kontraktual tersebut,” kata Safaruddin kepada portalsatu.com saat tim DPRK Lhokseumawe bersama pihak Dinas PUPR meninjau lokasi proyek pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Senin, 18 Januari 2021. Tim itu mengamati dari batas daratan dekat lapangan kawasan Dusun Lancang, Desa Meunasah Mee, Kandang, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe. Mereka tidak sampai ke tanggul pengaman pantai Cunda-Meuraksa.
Terkait hasil pembangunan tanggul lebih sekitar 17 meter sehingga mencapai 140 meter dari kewajiban sesuai kontrak 123 meter, Safaruddin mengatakan secara aturan volume lebih di tahun 2020 itu, pihaknya tidak mengakomodir untuk kegiatan tahun anggaran 2021. “Berarti ini dianggap volume kontrak awal (2020). Sehingga saat kontrak tahun 2021 nanti volume lebih itu tidak diakui,” ucapnya.
Mengapa pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa melebihi volume dalam kontrak, apakah secara aturan dibolehkan? “Ini kelebihan volume sebenarnya begini. Ini mungkin di emisi awal, dia kan ada emisi nol. Pada emisi nol mungkin saat itu kita butuh 138 (meter), setelah di emisi final mungkin secara volume itu yang dibutuhkan 123 meter. Berarti memang kalau kelebihan itu tidak kita akui pembayaran. Dianggap apa namanya itu, kita tidak ada kerugian negara,” tutur Safaruddin.
Safaruddin menambahkan, ada masyarakat yang menganggap pekerjaan tahun 2020 diduga fiktif, “karena mungkin dari penanganan pada tahun 2020 mungkin tidak ada aktivitas di lapangan. Tapi, sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya bahwa penanganannya ada, cuma karena volume yang di lapangan (lokasi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa) juga sudah memenuhi. Jadi, untuk secara finishing pada 2020 itu ada aktivitasnya”.
Menurut Safaruddin, pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa akan dilanjutkan dengan dana Otonomi Khusus tahun 2021 sekitar Rp5 miliar.
Amatan portalsatu.com, Kamis, 7 Januari 2021 pagi, di celah-celah batu gajah yang menjadi tanggul di Dusun Lancang, Desa Meunasah Mee Kandang, tampak tumbuhan liar, sebagian di antaranya setinggi lutut orang dewasa dari permukaan tanggul. Ada pula sejumlah pohon berbatang keras seperti bak siren dan bak keurundong.
Pada salah satu batu bagian ujung tanggul ada tulisan dengan cat merah “140.5”. Sekitar dua meter sebelum batu itu, terlihat tulisan “138.5”. Ke arah timurnya lagi tertulis “0+123”, lalu “0+100”, dan “0+075”. Beberapa puluh meter ke timurnya lagi ada semacam tanda kode batas dan tertulis “177”. Selanjutnya tanggul terbentang dan berkelok dari Dusun Lancang melintasi Dusun Meurandeh hingga Dusun Kumbang Desa Meunasah Mee.
Sementara itu, update data hasil penelusuran Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) pada situs LPSE Provinsi Aceh dan LPSE Lhokseumawe, Senin, 25 Januari 2021, total dana sudah dialokasikan pemerintah untuk pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa sejak tahun 2013 sampai 2020 mencapai Rp47.108.502.551 (Rp47,1 miliar lebih). Dari jumlah itu terbagi dalam enam paket konstruksi, empat paket pengawasan, dan satu paket perencanaan.[](red)