BANDA ACEH – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Banda Aceh Jalaluddin, S.T., M.T., mengatakan sejauh ini belum ada balasan dari Kementerian PUPR terkait surat Wali Kota perihal lanjutan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
“Pak Wali membuat surat itu (kepada Menteri PUPR c/q. Dirjen Cipta Karya) kan hasil rapat, kesepakatan, memberitahukan, solusinya apa. Nanti mereka (Kementerian PUPR) yang menentukan, kalau mereka setuju, dijalankan, karena memang (proyek IPAL yang sebelumnya sudah berjalan 70 persen) aset mereka. Kita terus berkoordinasi melalui balai mereka yang ada di sini, kita tunggu saja keputusan mereka,” kata Jalaluddin saat dikonfirmasi portalsatu.com di Banda Aceh, Kamis, 25 Februari 2021.
Ditanya mengapa Pemko Banda Aceh tetap meminta kepada Kementerian PUPR untuk melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande meskipun sudah lama mendapat penolakan dari masyarakat, Jalaluddin mengatakan, “karena yang pertama kan itu memang sudah terbangun bangunannya. Kota kita memang butuh sama IPAL, yang terpusat, supaya kota kita bagus, lingkungannya, tanahnya”.
Menurut dia, Pemko Banda Aceh tidak memindahkan proyek IPAL ke lokasi lain lantaran sebelumnya sudah dibangun di Gampong Pande. “Yang ada lahan di situ. Dulu kan sudah dibangun juga di situ. IPAL-nya sudah ada di situ, tapi tidak terpusat. Kan kita ada beberapa lokasi nanti. Master plan sudah disusun ada tiga malah. Zona dua di situ, zona satu tempat lain lagi, zona tiga di tempat lain lagi. Itu saja belum ada lahan yang dua lagi,” tutur Jalaluddin.
Soal anggaran proyek IPAL itu, Jalaluddin mengatakan, “itu kontraknya langsung dengan Kementerian (PUPR). Yang dulu 100 (miliar) lebih, baru selesai 70 persen, disetop. (Pembangunan) mulai 2005 kalau tidak salah saya. Kita dari Pemerintah (Kota Banda Aceh) hanya fasilitasi, karena kepentingan daerah. Kalau IPAL ini bagus, tidak ada lagi terbuang air yang kotor dari rumah tangga ke saluran”.
Jalaluddin menyebutkan apabila Kementerian PUPR memutuskan pembangunan IPAL di Gampong Pande dilanjutkan, maka akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan stakeholder terkait lainnya. Selain itu, dilakukan review desain dengan memerhatikan keberadaan situs cagar budaya, dan saat dimulai pekerjaan kembali akan didampingi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Aceh.
“Sebenarnya ini kan masuk juga penyelamatan (situs cagar budaya). Ketika digali di bawah tanah tiga meter, kalau dapat (ditemukan makam/nisan tinggalan sejarah) itu diselamatkan, tidak dirusak. Misalnya ini jalurnya, digeser, mana yang enggak kena situs, ini diselamatkan, diperbaiki, kita lindungi. Ada solusilah. Artinya, bagaimana kita selesaikan masalah ini secara bijak,” ujar Jalaluddin.[] Zulfikri