LHOKSUKON – Anggota DPRK Aceh Utara, Jufri Sulaiman, mengatakan persoalan tapal batas Gampong Plu Pakam, Kecamatan Tanah Luas dengan Gampong Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, harus ditangani secara cepat, tepat dan serius. Dia meminta bupati segera memanggil kedua pihak untuk mencari penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku.
“Jangan sampai terjadi konflik berkepanjangan yang dapat menghambat proses administrasi pemerintahan di seluruh gampong dalam Kecamatan Tanah Luas. Apalagi seluruh geuchik sudah mengembalikan stempel. Tentunya persoalan ini butuh penyelesaian yang bijak,” kata Jufri Sulaiman dalam keterangannya kepada portalsatu.com, Kamis, 18 Maret 2021.
Baca juga:Ā ‘Pemerintahan Desa di Tanah Luas Lumpuh, Korban Pertama Anggota DPRK’
Jufri Sulaiman menyebut persoalan tersebut menghangat kembali setelah pemasangan pilar tapal batas berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penetapan, Penegasan dan Pengesahan Batas Wilayah Gampong Blang Pante Kecamatan Paya Bakong dengan Gampong Plu Pakam Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara, tanggal 8 Januari 2021. Seluruh keuchik/geuchik dalam Kecamatan Tanah Luas kemudian menggelar aksi pengembalian stempel sebagai bentuk penolakan terhadap Perbup tersebut.
Apakah Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2021 bisa dibatalkan sebagai resolusi dari konflik antardua gampong ini? “Kita kembali ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 250 menyebutkan bahwa (1) Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. (2) Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik; c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; dan/atau
e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender,” tutur mantan Ketua KIP Aceh Utara periode 2013-2018 ini.
Menurut Jufri Sulaiman, dengan kejadian pengembalian stempel oleh geuchik dalam Kecamatan Tanah Luas pada 8 Maret lalu tentunya ini sudah mengganggu kerukunan antarmasyarakat di dua gampong dan mengganggu akses terhadap pelayanan publik di Kecamatan Tanah Luas.
“Untuk itu kita meminta eksekutif bergerak cepat menyelesaikan persoalan ini. Perihal ada desakan untuk mencabut Perbup Nomor 1 Tahun 2021 tentunya tidak bisa serta merta dilakukan, karena pencabutan Perkada (peraturan kepala daerah) atau Perbup itu hanya bisa dilakukan oleh Gubernur dan Menteri sebagaimana dijelaskan di dalam pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Anggota DPRK dari Dapil 4 (Sawang, Muara Batu dan Dewantara) ini menambahkan, mencuatnya persoalan tapal batas Plu Pakam dengan Blang Pante yang berakibat kepada pengembalian stempel geuchik dalam Kecamatan Tanah Luas harus menjadi catatan bagi pemerintah daerah untuk menata ulang tapal batas antarkecamatan. Pasalnya, persoalan tapal batas kerap menimbulkan konflik antarmasyarakat, dan menghambat pembangunan sehingga dibutuhkan peran aktif dari pemerintah daerah.
Baca juga:Ā Persoalan Perbup Tapal Batas Bikin Warga Bawa Surat Tanpa Stempel Keuchik ke Kantor Camat
Dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman dan Penegasan Batas Desa, dijelaskan tujuan penetapan dan penegasan batas desa untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.
“Terkait persoalan Plu Pakam dan Blang Pante ini kita meminta bupati untuk segera mencari titik temu dengan memanggil kedua pihak untuk mencari penyelesaian sebagaimana perintah Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang pedoman penetapan dan penegasan batas desa. Di dalam pasal 18 Ban VI Penyelesaian perselisihan batas desa disebutkan bahwa perselisihan batas desa antardesa pada wilayah kecamatan yang berbeda dalam satu wilayah kabupaten/kota diselesaikan secara musyawarah/mufakat yang difasilitasi oleh bupati/walikota dituangkan dalam berita acara,” pungkas Jufri Sulaiman.[] (*)