Sabtu, Juli 27, 2024

12 Partai Deklarasi Dukung...

LHOKSEUMAWE – Sebanyak 12 partai politik nonparlemen di Kota Lhokseumawe tergabung dalam Koalisi...

Keluarga Pertanyakan Perkembangan Kasus...

ACEH UTARA - Nurleli, anak kandung almarhumah Tihawa, warga Gampong Baroh Kuta Bate,...

Di Pidie Dua Penzina...

SIGLI - Setelah sempat "hilang" cambuk bagi pelanggar syariat Islam di Pidie saat...

Pj Gubernur Bustami Serahkan...

ACEH UTARA - Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, didampingi Penjabat Bupati Aceh Utara,...
BerandaNewsCerita Mie Caluek...

Cerita Mie Caluek Mak Syam Kandang

Syamsyiah akrab disapa Mak Syam sudah 18 tahun menjual mie caluek. Dengan usaha kecil-kecilan itu, perempuan 60 tahun ini membiayai kebutuhan anak-anaknya setelah ia menjadi janda.

Mak Syam menjual mie caluek di warung beratap daun rumbia dan sebagian seng berkarat. Warung tanpa dinding itu berada di bibir Jalan Medan-Banda Aceh, Gampong Meunasah Mee, Kandang, Lhokseumawe.

Apa itu mie caluek?

Saat ini mie caluek masih menjadi camilan yang disukai banyak orang di Aceh. Walaupun sekarang muncul aneka jajanan kekinian dengan tampilan menarik perhatian, tetapi mie caluek yang berbahan mi lidi masih populer.

Cara membuat mie caluek hampir sama seperti mi pada umumnya. Setelah direbus, lalu ditumis dengan bumbu khas, diberikan sambal pedas, dilengkapi kerupuk merah putih, dan disajikan dalam piring kecil, maka mie caluek siap disantap. Jika ingin membawa pulang untuk makan di rumah bersama keluarga, pedagang akan membungkus mie caluek dengan daun pisang.

Mie caluek biasanya dijual mak-mak (ibu-ibu) hingga anak gadis di pinggir jalan, depan rumah, emperan toko, kantin sekolah, dan di pasar. Biasanya, kuliner ini dijual pagi hingga menjelang siang, tapi di tempat tertentu ada pula pedagang mie caluek pada sore hari.

Mak Syam, misalnya. Janda enam anak itu menjual mie caluek setiap sore. Mak Syam memilih membuka usaha kecil tersebut lantaran pembuatan mie caluek sangat sederhana dan tidak harus mengeluarkan modal besar. Tidak perlu membangun kafe, cukup dengan rak mungil, beberapa meja dan kursi kayu panjang yang sederhana.

Mak Syam kini dibantu salah satu anaknya, Ely (27), berjualan mie caluek. “Saya jualan sejak tahun 2000. Alhamdulillah hingga saat ini pelanggan masih setia, masih mau makan mi buatan saya,” ujar Mak Syam, ditemui belum lama ini.

“Dari dulu saya hanya berjualan sore hari. Ada yang makan di sini, ada yang bawa pulang. Selain mie caluek, sekarang saya juga jual mie hun, dan mie Aceh. Kalau pagi hari saya tidak berjualan, hanya saya bungkus-bungkus mie caluek untuk dititip di warung kopi yang dekat kawasan ini. ” kata Mak Syam.

Harga mie caluek murah meriah, Rp2.000 sebungkus. Jika makan di warung Mak Syam bisa nambah lagi hanya Rp.1000 sehingga menjadi Rp3.000. Setiap hari, mie caluek Mak Syam laku terjual 6 kg, termasuk yang dititipkan di warung kopi. Sedangkan mie Aceh 4 kg, dan mie hun 2 kg/hari.

“Di warung kopi saya titip 100 bungkus perhari. Di Pajak Inpres (Lhokseumawe), saya titip di gerobak orang jualan kue 180 bungkus perhari,” ujar Mak Syam.

Mau coba mie caluek Mak Syam? Rasanya bikin nagih.[]

Laporan Rizkita, pelajar Basri Daham Journalism Institute (BJI) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe.

Baca juga: