Sabtu, Juli 27, 2024

12 Partai Deklarasi Dukung...

LHOKSEUMAWE – Sebanyak 12 partai politik nonparlemen di Kota Lhokseumawe tergabung dalam Koalisi...

Keluarga Pertanyakan Perkembangan Kasus...

ACEH UTARA - Nurleli, anak kandung almarhumah Tihawa, warga Gampong Baroh Kuta Bate,...

Di Pidie Dua Penzina...

SIGLI - Setelah sempat "hilang" cambuk bagi pelanggar syariat Islam di Pidie saat...

Pj Gubernur Bustami Serahkan...

ACEH UTARA - Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, didampingi Penjabat Bupati Aceh Utara,...
BerandaNewsPeulancang Sira di Aceh...

Peulancang Sira di Aceh Utara Kian Berkurang, Mengapa?

LHOKSUKON – Petani tambak garam di Kecamatan Lapang, Aceh Utara, kian berkurang seiring berjalannya waktu. Pengolahan garam secara tradisional dengan cara dimasak itu mulai ditinggalkan, kini petani garam yang tersisa kurang dari 50 orang. Mereka merasa ‘meulancang sira’ tidak lagi dapat diandalkan menjadi penopang hidup keluarga.

Sulaiman Gani, 40 tahun, petani tambak garam asal Gampong Matang Tunong, Kecamatan Lapang, saat ditemui portalsatu.com beberapa waktu lalu menyebutkan, selain melaut, warga juga menafkahi keluarga dari usaha mengolah air laut menjadi garam. Namun usaha itu mulai kurang diminati, terbukti dari terus berkurangnya jumlah peulancang sira.

“Saya sudah mengolah air laut menjadi garam sebelum tragedi tsunami melanda Aceh Utara, belasan tahun silam. Dalam satu bulan, hidup api (tungku api) untuk memasak air garam sekitar 20 hari. Saya hanya menggantungkan hidup keluarga dari usaha ini. Lahan saya sewa 1 tahun Rp 1 juta,” ujar Sulaiman.

Selama tiga bulan terakhir, kata Sulaiman, para petani sangat bersyukur karena harga garam melambung. “Biasanya 1 kilogram hanya Rp 7.000, namun sejak tiga bulan terakhir bertahan Rp 10.000/ kilogram. Jika ditanya maunya kami, semoga harga garam selalu bertahan begitu, tapi ya tidak mungkin, nanti ada masanya turun lagi,” ucap Sulaiman yang mengaku membiayai hidup istri dan lima anaknya dari meulancang sira.

Sulaiman menyebutkan, jumlah petani garam di Kecamatan Lapang kian berkurang. “Dulu jumlah petani garam di atas 80 orang, kini yang tersisa kurang dari 50 orang. Saya juga tidak tahu apa penyebabnya, mungkin mereka merasa usaha garam tidak bisa menopang hidup keluarga selamanya,” tutur Sulaiman.

Terkait wacana akan dibangun pabrik garam teknologi geomembran di Kecamatan Lapang, Sulaiman mengaku khawatir. “Tak lama lagi katanya akan dibangun pabrik di sini, maka kami tidak bisa meulancang lagi. Entah bagaimana nasib kami nanti, terlebih saya yang memang benar-benar menjadikan ini sebagai mata pencaharian keluarga yang utama dan satu-satunya,” ungkap Sulaiman dengan wajah lesu.

Usaha serupa juga digeluti Raimah, 60 tahun, makcik Sulaiman. “Dari sini lah kami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Meski tidak lebih, cukuplah,” kata Raimah.

Beberapa waktu lalu, anggota DPD-RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma dalam kunjungannya ke lokasi rencana pembangunan pabrik garam teknologi geomembran di Kecamatan Lapang, mengatakan, “Untuk mencapai keberhasilan, pertama mindset bahwa kita selangkah dan sejalan. Kita harus yakin garam geomembran ini benar-benar memberi harapan baru. Jadi, sudahlah dengan masa lalu terkait garam kita rebus paling bagus. Sudahlah, berhenti di sana. Mari kita buka wahana baru, garam geomembran sistem jemur ini dengan produksi 100 kali lipat lebih menguntungkan,” ujar Haji Uma. []

Baca juga: