Sabtu, Juli 27, 2024

12 Partai Deklarasi Dukung...

LHOKSEUMAWE – Sebanyak 12 partai politik nonparlemen di Kota Lhokseumawe tergabung dalam Koalisi...

Keluarga Pertanyakan Perkembangan Kasus...

ACEH UTARA - Nurleli, anak kandung almarhumah Tihawa, warga Gampong Baroh Kuta Bate,...

Di Pidie Dua Penzina...

SIGLI - Setelah sempat "hilang" cambuk bagi pelanggar syariat Islam di Pidie saat...

Pj Gubernur Bustami Serahkan...

ACEH UTARA - Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, didampingi Penjabat Bupati Aceh Utara,...
BerandaEkonomiPolemik Pembatalan Piala...

Polemik Pembatalan Piala Dunia U-20 dan Dampak Terhadap Perekonomian Nasional

Oleh: Disky Juli Hardiyat, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Ajang perhelatan akbar Piala Dunia U-20 merupakan ajang yang dinantikan seluruh penggemar sepak bola dunia. Bagaimana tidak, sepak bola bukan hanya dijadikan sebagai simbol olah raga, namun faktanya, sepak bola sekarang dijadikan sebagai simbol persatuan dari keragaman budaya di seluruh dunia.

Banyak penggemar bola yang akan datang ke negara tuan rumah dari berbagai latar belakang negara, suku, ras, warna kulit, agama dan lain sebagainya. Pada Tahun 2021 merupakan tahun yang begitu istimewa bagi persepakbolaan Indonesia. Indonesia dipercayai sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 di saat itu, Peru dan Brasil menjadi pesaing Indonesia sebagai calon tuan rumah. Namun, FIFA akhirnya memilih Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.

Karena di tahun 2021 akibat pandemi covid yang masih melannda, akhirnya digeser ke tahun 2023.
Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tidak lepas dari dukungan pemerintah, karena tidak banyak pemerintah negara di dunia yang ikut terlalu jauh dalam mengurusi persoalan sepak bola di dalam negerinya, sinergitas antara pemerintah dan Asosiasi sepak bola di Indonesia , yaitu PSSI membuat FIFA selaku Asosiasi Sepak bola dunia mempercayai sepenuhnya Indonesia untuk bisa melaksanakan agenda empat tahunan ini dan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.

Persoalan muncul ketika drawing atau undian yang akan dilaksanakan di Bali untuk penentuan slot timnas U-20 yang akan bertanding, dimana isu lolosnya timnas Israel ke Piala Dunia U-20 sebagai Runner up grub pada fase kualifikasi mulai memanas dan banyak pihak yang tidak mendukung kehadiran Delegasi Israel ke Indonesia termasuk Ormas dan para tokoh politik sekalipun.

Gubernur Bali I Wayan Koestrol secara tegas menolak kehadiran timnas Israel, karena bertentangan dengan prinsip dasar konstitusional Indonesia. Di mana di dalam alenia pertama pembukaan dasar undang-undang 1945, menyebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa”. Atas penindasan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina bahkan hampir sembilan tahun belakangan ini, secara tidak langsung melanggar asas dasar dari kehidupan bernegara Indonesia.

Penolakan juga dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, yaitu Ganjar Pranowo. Ia berpendapat bahwa menghadirkan timnas U-20 Israel tanding di Indonesia sama saja menciderai prinsip yang selama ini dibangun serta dibentuk oleh Presiden pertama, yaitu Soekarno. Sejalan dengan statement Bung Karno, yang mengatakan “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel”.

Secara tidak langsung, Indonesia menolak segala bentuk penjajahan di permukaan bumi ini, karena tidak sejalan dengan prinsip pri kemanusiaan dan pri keadilan. Dari sisi lain, fakta lain mengungkapkan, bahwa penolakan timnas U-20 Israel ke Indonesia dianggap tidak relevan, jika alasannya tidak boleh mendatangkan negara penjajah ke Indonesia, mengapa pada saat penyelengaraan event olah raga internasional lainnya, seperti bulu tangkis, panjat tebing, bahkan delegasi Israel hadir disidang IPU di Bali.

tidak ada yang memprotes maupun menolak kedatangan perwakilan dari negara Israel? Hal ini yang membuat sedikit ambigu, mempertahankan konsistensi maupun prinsip seharusnya dilakukan secara kolektif tanpa ada yang di sentir. Dari segi politis, menurut beberapa pengamat politik menyatakan, kasus ini merupakan upaya partai yang berkuasa sekarang untuk menarik perhatian masyarakat yang mayoritas juga menolak kehadiran timnas U-20 untuk bertanding di Indonesia, di balik argumen mereka yang berspekulasi bahwa, penolakan juga sejalan dengan ideologi Bung Karno yang juga menolak kehadiran timnas Israel. Pada babak kualifikasi piala dunia 1958, Presiden Soekarno yang memerintahkan agar Timnas Indonesia tak jadi bertanding melawan Israel. Pasalnya, bila Indonesia meladeni Indonesia untuk mendapat tiket Piala Dunia 1958, sama saja mengakui Israel.

Karena suara-suara penolakan makin ramai, FIFA akhirnya memutuskan membatalkan undian atau drawing Piala Dunia U-20 2023 pada 31 Maret di Bali. Hal ini diumumkan PSSI pada Minggu. Dua hari berselang, Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan resmi negara terkait polemik tersebut.

Presiden menegaskan bahwa olahraga harus dipisahkan dengan politik. Presiden kemudian mengutus Erick Thohir menemui FIFA di Doha, Qatar. Presiden berharap diplomasi PSSI dan jaminan dari pemerintah Indonesia atas polemik Israel bisa mengamankan status tuan rumah. Pada Rabu 29 Maret dini hari, tepatnya pukul 01.00 WIB Erick terbang ke Doha. Menteri BUMN tersebut tiba di Doha sekitar pukul 06.00 waktu Doha dan langsung bersiap menemui FIFA. Pertemuan antara PSSI dengan FIFA dimulai pada pukul satu siang.

Setelah melalui pertemuan yang alot sekitar lima jam, FIFA menetapkan Indonesia bukan tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 lagi. Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah sangat disayangkan, mengingat ajang Piala Dunia u-20 ini merupakan mimpi-mimpi anak bangsa yang seharusnya diwujudkan, dengan pembatalan ini, akhirnya keinginan untuk bermain di Piala Dunia U-20 harus dikubur dalam-dalam dan terpaksa harus menerima pil pahitnya.

Pembatalan Piala Dunia U-20 2023 juga menyebabkan Indonesia kehilangan nilai tambah ekonomi untuk produk domestik bruto sebesar Rp 3,18 triliun yang setara dengan 0,016 persen dari PDB Indonesia pada 2022, yaitu Rp 19.588 triliun. Hal ini dikarenakan persiapan yang sudah dilakukan jauh hari sebelum pelaksananya dilaksankan pada Mei tahun ini.

Kemenparegfaf, Sandiaga Uno juga menyampaikan pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia tentu ini berdampak sangat negatif bagi target pencapaian di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Mengingat piala Dunia U-20 merupakan event internasional yang pasti akan banyak jadi daya tarik bagi wisatawan asing ke Indonesia.

Pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia dinilai berdampak signifikan pada sektor perekonomian. Hal ini juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of freeform on Ekonomic atau CORE Indonesia, Muhammad Faisal pada Minggu 2 April 2023, Faisal menyebut Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi hingga RP100 triliun. Lebih lanjut Faisal menyebut ada beberapa sektor bisnis yang akan paling berdampak dari pembatalan tersebut, diantaranya sektor pariwisata, transportasi, restoran makanan dan minuman, akomodasi, pakaian hingga aksesoris.

Kendati demikian, pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia tidak hanya diliat dari sisi ekonomi, tetapi juga pada aspek politik. Stabilitas Politik dinilai juga perlu dijaga, terlebih menjelang tahun politik. Hal itu disebut akan beresiko tinggi, apabila ajang sepak bola itu tetap di laksanakan di Indonesia. Fenomena penolakan hadirnya timnas Israel U-20 di Indonesia menjadi polemik yang berkepanjangan hingga saat ini dan menimbulkan pro kontra terhadap khayalak ramai.[]

 

Baca juga: