Sabtu, Juli 27, 2024

12 Partai Deklarasi Dukung...

LHOKSEUMAWE – Sebanyak 12 partai politik nonparlemen di Kota Lhokseumawe tergabung dalam Koalisi...

Keluarga Pertanyakan Perkembangan Kasus...

ACEH UTARA - Nurleli, anak kandung almarhumah Tihawa, warga Gampong Baroh Kuta Bate,...

Di Pidie Dua Penzina...

SIGLI - Setelah sempat "hilang" cambuk bagi pelanggar syariat Islam di Pidie saat...

Pj Gubernur Bustami Serahkan...

ACEH UTARA - Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, didampingi Penjabat Bupati Aceh Utara,...
BerandaBerita AcehBegini Tanggapan Penasihat...

Begini Tanggapan Penasihat Hukum Suaidi Yahya Terhadap Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh

BANDA ACEH – Ketua Tim Penasihat Hukum Terdakwa Suaidi Yahya, T. Fakhrial Dani, S.H., M.H., menyatakan pihaknya menghormati putusan Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh. Namun, terdakwa dan penasihat hukumnya memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan tersebut.

T. Fakhrial Dani akrab disapa Ampon Dani menilai putusan majelis hakim terhadap terdakwa Suaidi Yahya sangat tidak berkeadilan dan tak sesuai dengan fakta persidangan. “Di mana klien kami disalahkan karena telah menyerahkan pengelolaan itu (Rumah Sakit Arun) kepada Saudara Hariadi dan juga telah membiarkan, mengetahui, bahkan menunjuk saudara kandungnya menjadi komisaris pada PT Rumah Sakit Arun,” kata Ampon Dani kepada portalsatu.com, Rabu, 17 Januari 2024, malam.

Padahal, kata Ampon Dani, fakta persidangan tidak ada satupun yang dilakukan kliennya itu yang tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penunjukkan Hariadi untuk membentuk badan usaha yang mengelola Rumah Sakit Arun (RSA), kata dia, itu disebabkan karena PDPL (Perusahaan Daerah Pembangunan Lhokseumawe) belum bisa mengelola RSA.

“Penunjukkan Hariadi dilakukan saudara terdakwa (Suaidi Yahya) dalam kewenangannya (sebagai Wali Kota saat itu), tidak ada aturan yang dilanggar, dan itu diakui oleh majelis hakim di bagian awal,” ujar Ampon Dani.

Namun kemudian di dalam pelaksanaan badan usaha tersebut, kata Ampon Dani, kliennya dipersalahkan karena melakukan pembiaran, sehingga memperkaya orang lain. “Sehingga orang lain menikmati sesuatu di atas aset negara. Padahal Rumah Sakit Arun itu aset negara yang tidak pernah dihibahkan kepada Pemko, yang diserahkan itu pengelolaan rumah sakitnya. Lantas, negara rugi di mana,” kata Ampon Dani.

Menurut Ampon Dani, yang tidak dapat diterima dari sisi keadilan adalah kliennya dihukum untuk membayar uang pengganti Rp7,3 miliar, “yang menurut surat dakwaan JPU dan juga fakta di persidangan, dana tersebut dinikmati Hariadi sebagai kompensasi kedudukan dia sebagai pengurus pada PT Rumah Sakit Arun”.

“Lantas, kenapa biaya diterima orang lain itu dibebankan kepada klien kami. Padahal tidak satu rupiah pun, bahkan dari pengakuan Hariadi itu tidak pernah mengucur kepada klien kami. Itu yang menurut kami tidak memberikan rasa keadilan sama sekali,” tutur Ampon Dani.

Ampon Dani menyebut manajemen fee dari tahun 2016 sampai 2021 yang diterima PDPL selaku badan usaha milik daerah yang ditunjuk oleh Suaidi Yahya sebagai wakil kota itu dianggap benar. “Tetapi penerimaan terhadap badan hukum dalam hal ini PT Rumah Sakit Arun yang mengelola Rumah Sakit Arun itu dianggap salah. Ini yang menurut kacamata kami sangat tidak mencerminkan keadilan,” ujarnya.

Selain itu, kata Ampon Dani, kliennya dipersalahkan di dalam persoalan penunjukan Hariadi untuk membentuk PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe (RSAL) dan melakukan pembiaran PT RSAL mengelola RSA. “Fakta persidangan, dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PDPL secara tegas menyatakan bahwa berdasarkan opini hukum ketua pengadilan itu bukanlah anak perusahaan dari PDPL, jadi tidak ada masalah,” ungkapnya.

“Kalaulah pengelolaan PT Rumah Sakit Arun itu dinyatakan bersalah, kenapa manajemen fee yang diterima itu dianggap benar. Inilah yang akan terus kami coba untuk bisa mendapatkan keadilan bagi klien kami. Dan kami akan sampaikan itu semua di dalam upaya hukum banding yang akan kami lakukan dalam tujuh hari ke depan,” tambah Ampon Dani.

Ampon Dani berharap keadilan tetap berpihak kepada kliennya, apalagi Suaidi sedang terbaring sakit karena kondisi kesehatannya semakin menurun. “Kita harap ini bisa cepat selesai. Mudah-mudahan upaya hukum yang akan kami lakukan memberikan keadilan bagi klien kami,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh menjatuhkan vonis enam tahun pidana penjara kepada terdakwa Suaidi Yahya dalam perkara dugaan korupsi pada pengelolaan PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe tahun 2016-2022, dalam sidang, Rabu, 17 Januari 2024. Menurut majelis hakim, terdakwa Suaidi Yahya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum.

Informasi diperoleh portalsatu.com, mantan Wali Kota Lhokseumawe itu juga dihukum membayar denda Rp300 juta subsider (pengganti) tiga tahun pidana kurungan. “Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Menetapkan terdakwa tetap ditahan,” bunyi putusan tersebut.

Terdakwa Suaidi juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp7.379.424.073 (Rp7,39 miliar lebih). “Dan apabila terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” bunyi putusan majelis hakim.

Putusan itu dibacakan Hakim Ketua R. Hendral, S.H., M.H., Hakim Anggota R. Deddy Harryanto, S.H., M.Hum., dan Ani Hartati, S.H., M.H., dalam sidang dihadiri tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhokseumawe, dan tim Penasihat Hukum Terdakwa Suadi Yahya. Sedangkan terdakwa Suaidi mengikuti sidang tersebut secara daring dari rumahnya di Lhokseumawe.

Atas putusan itu, tim JPU Kejari Lhokseumawe yang hadir dalam sidang, Ully Herman, S.H., M.H., dan
Zilzaliana, S.H., M.H., menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.

Informasi tersebut dibenarkan Kajari Lhokseumawe, Lalu Syaifudin, S.H., M.H., melalui Kasi Intelijen Therry Gutama, S.H., M.H., dan Kasi Pidsus Saifuddin, S.H., M.H., dikonfirmasi portalsatu.com via telepon, Rabu (17/1), malam.

Sementara itu, majelis hakim menunda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Hariadi, Direktur PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe (RSAL) periode 2016-2023 terkait perkara yang sama.

Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Suaidi Yahya dipidana penjara delapan tahun, dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. JPU juga menuntut terdakwa Suaidi dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana badan. Tuntutan itu dibacakan JPU dalam sidang di PN Tipikor Banda Aceh, Selasa, 5 Desember 2023.

Pada hari yang sama, terdakwa Hariadi, Direktur PT RSAL periode 2016-2023, dituntut pidana penjara 15 tahun dan denda Rp800 juta subsider enam bulan kurungan.

JPU juga menuntut terdakwa Hariadi membayar uang pengganti Rp44,9 miliar (sesuai jumlah kerugian keuangan negara dalam perkara itu). Jika satu bulan setelah putusan perkara tersebut berkekuatan hukum tetap, uang pengganti tidak dibayarkan, JPU dapat menyita harta benda terpidana. Kalau tidak mencukupi, maka diganti hukuman kurangan lima tahun.[](red)

Baca juga: