Sabtu, Juli 27, 2024

12 Partai Deklarasi Dukung...

LHOKSEUMAWE – Sebanyak 12 partai politik nonparlemen di Kota Lhokseumawe tergabung dalam Koalisi...

Keluarga Pertanyakan Perkembangan Kasus...

ACEH UTARA - Nurleli, anak kandung almarhumah Tihawa, warga Gampong Baroh Kuta Bate,...

Di Pidie Dua Penzina...

SIGLI - Setelah sempat "hilang" cambuk bagi pelanggar syariat Islam di Pidie saat...

Pj Gubernur Bustami Serahkan...

ACEH UTARA - Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, didampingi Penjabat Bupati Aceh Utara,...
BerandaBerita SubulussalamKapur Barus Dipakai...

Kapur Barus Dipakai untuk Mumi Firaun, Begini Cara Pengambilan Bahan Baku di Pohon Kapur Subulussalam

SUBULUSSALAM – Pohon Kapur saat ini masih ditemukan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Lae Kombih dan beberapa wilayah di Bumi Syekh Hamzah Fansuri Kota Subulussalam.

Menilik ke tempo dulu, kayu Kamper atau yang lebih dikenal Pohon Kapur Singkel (Dryobalanops aromatica gaertn) ini salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Kota Subulussalam dan Singkil waktu itu karena memiliki nilai ekonomis yang menjanjikan.

Hal ini karena Pohon Kapur yang memproduksi sagu atau kapur yang disebut keberun itu sangat diminati orang-orang Mesir kuno untuk proses mumifikasi atau mengawetkan mayat raja-raja Mesir atau Firaun.

Foto: Ilustrasi mumi Mesir kuno.

Keberun itu dijual di Barus yang merupakan pusat perdagangan internasional pintu masuk perdagangan ke Aceh. Rempah-rempah, termasuk keberun (kapur) di pasarkan di pelabuhan Barus dibeli oleh pedagang-pedagang dari Mesir, sehingga dikenal Kapur Barus, karena kapur tersebut dibeli di Barus.

Barus barada di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang dulunya masih berada di wilayah Kesultanan Aceh, atau dikenal sebagai kota datang. Lewat pelabuhan Barus inilah para pedagang dari Timur Tengah masuk ke Aceh mencari keberun. Lalu seperti apa proses mendapatkan keberun di hutan belantara?

Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Subulussalam, Habibudin kepada portalsatu.com, Minggu, 11 Juni 2023 menjelaskan proses pengambilan keberun itu diperoleh dari hutan belantara. Masyarakat pergi ke hutan untuk mencari pohon kapur yang memiliki kandungan kapur untuk ditebang.

Hal ini karena tidak semua Pohon Kapur memiliki sagu atau kapur, untuk mengetahui pohon yang memiliki kandungan sagu biasanya dilakukan pengecekan oleh ahlinya atau pawang. Proses pengecekan dilakukan di batang dengan cara melobang dengan alat yang disebut beliung atau saat ini semacam kampak.

“Jika menurut pawang di pohon itu ada mengandung kapur, maka sebesar apapun pohon itu harus ditumbangkan, bahkan membutuhkan waktu 1 sampai 2 hari menumbangkan Pohon Kapur yang ukuran besar,” kata pria usia 53 tahun ini.

Setelah kayu tumbang, pohon itu tidak langsung dipotong namun dipilih di lokasi tertentu yang dianggap mengandung sagu biasanya ditandai seperti adanya pembengkakan atau tampak di bagian pohon itu seperti berperut, maka di titik itu dibuka.

“Di lokasi itu dibuka, biasanya di situ ada sagunya. Sebelum dapat sagunya, biasa terlebih dahulu muncul mengalir minyak atau umbilnya, karena sagunya itu persis di bawah umbilnya,” kata Habibudin yang waktu kecilnya pernah mencari keberun bersama ayahnya di hutan pada zaman dahulu.

Ia mengatakan kualitas kapur di setiap pohon berbeda-beda, dan jenis yang paling mahal atau kualitas super yaitu kapur modelnya bening kaya kaca. Kapur yang sudah diambil dari pohon itu tidak boleh ditaruhkan di plastik atau kaca. Sagu atau kapur tersebut ditaruhkan di tempat khusus yang disebut sumpit terbuat dari anyaman daun pandan.

“Sagunya itu mangandung gas seperti mentol diambil dimasukan ke dalam anyaman tadi. Setelah itu, di kayu-kayu itu masih ada sisa-sisa sagunya yang melekat sama kayu-kayunya setelah di potong-potong juga dibawa pulang,” jelas Habibudin seraya menyebutkan penamaan Pohon Kapur sendiri diberikan oleh masyarakat Singkil karena pohon itu memiliki kapur, maka disebut Pohon Kapur.

Selanjutnya, potongan-potongan kayu yang masih menyatu dengan kapur dimasukan dalam periuk ditutup pakai upih (pelepah pinang) lalu dihidupkan api di bawahnya. Maka dalam waktu dua jam ke depan sagu-sagu yang tadi lengket di potongan kayu akan naik ke atas menempel di upih yang dijadikan penutup periuk.

“Jadi kenapa dipakai upih? karena keberun itu tidak mau lengket di kaca dan di besi, dia lengket di bahan alami yang lembut-lembut,” pungkas Habibudin menjelaskan secara detail proses pengolahan bahan baku Kapur Barus dari Pohon Kapur yang konon kabar ceritanya digunakan untuk mumifikasi raja-raja Mesir kuno.

Selain itu, Pohon Kapur ini memiliki keunikan tersendiri seperti buahnya disebut buah peokh, kulitnya dinamakan ampan, air atau minyaknya disebut umbil dan sagu atau kapur masyarakat menamakannya keberun. Semua item yang ada pada Pohon Kapur ini memiliki khasiat dan manfaat tersendiri.

“Jika kita mengambil buah Pohon Kapur, masyarakat menyebutnya buah peokh, tidak lagi memakai nama Pohon Kapur di belakangnya. Begitu juga dengan ampan, umbil dan keberun memiliki nama tersendiri tanpa menyebutkan Pohon Kapur, inilah keunikannya,” kata Ketua Forum Pembauran Kota (FPK) Subulussalam membawahi semua suku di Bumi Sada Kata ini.[]

 

Baca juga: