Selasa, September 17, 2024

Tujuh Organisasi Deklarasikan Komite...

BANDA ACEH – Tujuh organisasi mendeklarasikan Komite Keselamatan Jurnalis (KKI) Aceh di Banda...

Sejumlah Akun Palsu Catut...

BANDA ACEH - Sejumlah akun palsu yang mengatasnamakan H.M. Fadhil Rahmi, Lc., M.Ag.,...

Sambut Maulid Nabi, Jufri...

ACEH UTARA - Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 Hijriah atau...

Panitia Arung Jeram PON...

KUTACANE - Panitia Pertandingan Cabang Olahraga Arung Jeram PON XXI Aceh-Sumut melarang belasan...
BerandaAbu Lueng Ie:...

Abu Lueng Ie: Asisten dan Murid Kesayangan Abuya Muda Waly (III)

PERKENALAN Abu Lueng Ie dengan Abuya Muda Waly Al-Khalidy untuk belajar bersama Abuya ke Dayah Darussalam Labuhan Haji tidak direstui oleh ummi Abu Lueng Ie. Namun Abu dalam persoalan ini setelah menjelaskan kepada Abuya perkara tidak diizinkan ke Dayah Darussalam oleh sang ummi beliau, Abu Lueng Ie lebih mengikuti petunjuk Abuya setelah diberi sinyal untuk memilih belajar ke Labuhan Haji.

Selama di Dayah Labuhan Haji Abu Lueng Ie menjadi orang kepercayaan Abuya, malah Abu Lueng Ie  dipercayakan untuk mengurusi keuangan dan admistrasi dayah di sana. Malah para putra Abuya diurusi oleh Abu Lueng Ie baik seperti almarhum Abuya Doktor, Abuya Jamaluddin Waly dan lainnya.

Bahkan hubungan para putra Abuya Muda Waly berlanjut hingga Abu Lueng Ie telah pulang ke kampung halamannya dan mendirikan dayah di Lueng Ie, Aceh Besar.

Sebuah ikatan penuh kekeluargaan dan di Dayah Darul Ulum Lueng Ie, ada kamar khusus disediakan untuk putra Abuya seperti Abuya Doktor dan lainnya sebagai takdhiman untuk putra sang guru dan mursyid Abu Lueng Ie sendiri.

Dalam keseharian Abu Lueng Ie juga sering menjadi “supir” kereta angin Abuya Muda Waly. Namun untuk saat itu sepeda “unta” sudah menjadi kendaraan mewah. Diceritakan pernah ketika Abu Lueng Ie mengayuh sepeda dengan landasan menaiki tanjakan, sangat memberatkan Abu Lueng Ie untuk mengayuhkannya.

Saat itulah dengan kelebihan dan kemuliaan Abuya, zikir “Ya Hayyu Ya Qayyum” dilantunkan oleh Abu Lueng Ie sehingga tidak terasa beliau mengayuhkan tanjakan yang sangat menantang dan terasa sangat ringan.

Masih sangat banyak kelebihan dan karamah Abu Lueng Ie yang tidak mungkin disebutkan semuanya secara detil di forum tulisan singkat ini. Bahkan nilai takdhim dan kepatuhan Abu Lueng Ie kepada Abuya Muda Waly sangat tinggi dalam bahasa tarekat ataupun tasawuf yang dikenal rabitah.

Salah satu nilai takdhim Abu Lueng Ie dibuktikan sebagaimana diceritakan oleh putra beliau Abon Tajuddin, ketika ibu (ummi) Abu Lueng Ie atau nenek Abon sedang sakit berat, sampailah berita kepada Abu Lueng Ie untuk pulang.

Dalam hal ini Abu sebagai murid yang patuh dan takdhim yang sangat tinggi, mencoba bermusyawarah dengan Abuya. “Meunye ta wou chit yang ureung syiek keun han puleh chiet dan menyeu sakit keun hana meukeurung sakit gara-gara gata tawou,” pinta Abuya Muda Waly dalam bahasa lebih kurang demikian. “Jinou bek tawou sare, bah lon meudoa moga bagah puleh,” lanjut Abuya Muda Waly sebagaimana diceritakan oleh Abon Tajuddin.

Akhirnya Abu Lueng Ie tidak jadi pulang menjenguk ibundanya dan Abuya pun mendoakan khusus untuk ibu Abu Lueng Ie. Dan alhamdulillah sakit ibundapun sirna dan digantikan oleh kesehatan pasca didoakan oleh Abuya. Inipun berkat kemuliaan Abuya sehingga ibunda Abu Lueng Ie yang sakit berat dengan izin Allah bisa sembuh dan sehat wal afiyat kembali.

Ketinggian Ilmu Abu Lueng Ie

Salah seorang guru senior di Dayah Lueng Ie mengatakan, Abu Lueng Ie sering mengasingkan diri ke sebuah kamar untuk berzikir hingga tiba saatnya azan magrib berkumandan. Hal ini dilakukan sepanjang hayatnya. Sejarah telah membuktikan tingginya ilmu beliau, bahkan jika beliau mengajar kitab kuning, seumpama I’annatu Thalibin atau Al-Mahlli maka dapat mengajar tanpa harus membuka kitab (membaca teks), hal ini menjadikan muridnya semakin kagum. (Amiruddin, 2013).[]

Baca juga: