Pembentukan pasukan “Divisi 7 November” ini dilakukan Teungku Muhammad Daod Beureu’eh pada acara memperingati ulang tahun pertama partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) Aceh di Banda Aceh.
Pada hari yang sama angkatan perang Belanda, yakni pasukan NICA yang berpangkalan di Sabang bersama Sekutu melakukan serangan balasan atas Lhoknga, Aceh Besar, setelah dua hari sebelumya, 5 November 1946 pasukan pejuang Aceh menembak kapal Piet Hein milik Belanda di perairan Lhoknga.
Serangan pasukan NICA/Sekutu itu dilakukan pada pagi hari. Sejak pukul 07.00 pagi kapal perang “Jan Van Gallen” menembakkan peluru-peluru ke darat, dibantu oleh 3 buah pesawat terbang jenis jager yang menukik-nukik sambil menghamburkan bom dan peluru senapang-mesin di Lhoknga dan sekitarnya.
Dalam pertempuran berlangsung selama dua jam itu, pesawat terbang Belanda juga menyebarkan selebaran yang isinya “Diperintahkan kepada pendoedoek soepaja mengoengsi dengan lekas. Gerombolan-gerombolan extremist jang bersendjata akan dihantjoerkan sampai habis.”
Ancaman tersebut tidak dihiraukan rakyat Aceh. Mereka tetap menempuh kehidupan sehari-sehari sebagai biasa. Ketika kapal-kapal Sekutu/NICA mendekati perairan Aceh tetap ditembaki dengan meriam, begitu juga dengan pesawat tempur Belanda juga ditembaki, dalam seminggu ada dua pesawat Belanda yang berhasil ditembak jatuh, karena itu pasukan NICA/Sekutu tidak pernah bisa masuk ke daratan Aceh. Dan Presiden Soekarno kemudian menjuluki Aceh sebagai Daerah Modal Kemerdekaan Indonesia.[**]