BANDA ACEH – Seorang jurnalis di Banda Aceh menjadi korban kekerasan oleh terduga polisi berpakaian preman saat meliput unjuk rasa mahasiswa menolak kenaikan harga BBM di depan gedung DPRA, Rabu, 7 September 2022. Korban adalah Indra Wijaya, jurnalis Serambi Indonesia yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh.
Ketua Bidang Advokasi AJI Banda Aceh, Rahmat Fajri, menyesalkan kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di Aceh. Kondisi ini menunjukkan masih ada anggota polisi belum memahami tugas-tugas jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik.
“Mendengar kronologi yang disampaikan korban, polisi berpakaian preman itu lewat di dekatnya hanya untuk memukul Hp (handphone) korban, lalu pergi. Padahal identitas korban selaku jurnalis terpampang jelas di dadanya. Ini sangat kita sesalkan,” kata Rahmat Fajri usai menerima laporan korban.
Kronologinya, kata Rahmat Fajri, sekitar pukul 13.00 WIB, Indra Wijaya (korban), datang meliput unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPR Aceh di Banda Aceh. Saat itu massa aksi sudah berkumpul di jalan depan kantor DPRA. Lalu, Indra Wijaya dengan memakai handphone mengambil video suasana massa yang sudah berkumpul.
“30 menit kemudian, massa bergerak menuju gerbang pintu masuk gedung DPR Aceh. Saat hendak masuk, massa dihadang oleh polisi karena hanya diberi ruang kepada 10 perwakilan mahasiswa untuk audensi dengan pihak DPRA. Massa tidak terima, sehingga mencoba mendobrak pintu pagar gedung dewan agar bisa masuk ke dalam,” kata Rahmat mengutip keterangan Indra Wijaya.
Melihat aksi mulai memanas, Indra Wijaya berinisiatif melakukan live via Facebook Redaksi Serambi Indonesia. “Beberapa menit live atau sekitar menit ke-8 lebih 50 detik, saat kamera mengarah kepada beberapa massa yang diamankan polisi, tiba-tiba seorang oknum polisi berpakaian preman memukul Hp di tangan Indra Wijaya hingga jatuh ke aspal jalan,” ujar Rahmat.
“Bagian layar Hp pecah dan rusak. Saat itu laporan masih berlangsung walaupun gambar sudah tidak teratur (goyang tanpa arah). Indra Wijaya mengambil Hp-nya di aspal dan menyelamatkan diri dengan berpindah lokasi ke depan halte dekat kantor Bulog yang bersebelahan dengan gedung DPRA. Indra Wijaya baru sadar Hp-nya sudah rusak, tombol dan keyboard tidak sempurna lagi,” ungkap Rahmat.
AJI Banda Aceh meminta Kapolda Aceh atau jajarannya mengambil tindakan tegas terhadap pelaku perusakan tersebut. Kapolda Aceh juga diminta lebih tegas lagi dalam membimbing anggotanya agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
“Kita juga berharap kepada semua pihak untuk menghargai tugas-tugas jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Kalau jurnalis dihalang-halangi, hal itu berarti menghalangi pula hak masyarakat untuk mendapatkan informasi,” kata Rahmat.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 ayat (1) ditegaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).”[](ril)