Selasa, September 17, 2024

Sambut Maulid Nabi, Jufri...

ACEH UTARA - Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 Hijriah atau...

Panitia Arung Jeram PON...

KUTACANE - Panitia Pertandingan Cabang Olahraga Arung Jeram PON XXI Aceh-Sumut melarang belasan...

Salahkah Jika Tak Mampu...

Oleh: Muhammad Syahrial Razali Ibrahim, Ph.D., Dosen Fakultas Syariah IAIN Lhokseumawe Perbincangan seputar kompetensi...

Pengunjung Padati Venue Arung...

KUTACANE - Ribuan pengunjung dari berbagai daerah mendatangi arena arung jeram Pekan Olahraga...
BerandaAyah Panton: Qanun...

Ayah Panton: Qanun Wali Nanggroe Harus Direvisi

BANDA ACEH – Ketua Majelis Seniman Aceh (MaSA), Ayah Panton, mengatakan, Qanun Aceh tentang Lembaga Wali Nanggroe Aceh harus direvisi untuk menjadikan fungsi dari lembaga ini benar-benar kuat, dan menghindari kesan bahwa Wali Nanggroe tidak menghargai lembaga adat.

“Ada beberapa pasal yang perlu direvisi, seperti periode Wali Nanggroe. Periode Wali Nanggroe harus seumur hayat. Artinya, ketika ia uzur, ketika melakukan perbuatan tercela atau meninggal itu baru dicari penggantinya,” kata Ayah Panton kepada portalsatu.com, di Banda Aceh, Senin, 17 Desember 2018, malam.

Ayah Panton menilai juga perlu redefenisi. “Artinya, ketika dikatakan Wali Nanggroe adalah sebagai orang yang memelihara adat dan segala macam, bicara peusijuek segala macam, itu adat istiadat artinya reusam. Apakah Wali Nanggroe mengurusi reusam?”

“Kalau yang dimaksud qanun itu Adat Meukuta Alam, di sana ada hak politik, dan hak pemerintahan. Pemerintahan apa? Ya, pemerintahan adat. Jadi, Wali Nanggroe itu sekaligus kepala pemerintahan adat. Hak politiknya apa? Hak politiknya sekarang itu ia harus diberi semacam Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di pusat. Mungkin ia jadi semacam Ketua Senator Aceh. Ketika jadi senator, ia punya hak interpelasi, ia punya hak budgeting, dan sebagainya,” kata Ayah Panton.

Ayah Panton melanjutkan, semua anggota senator nantinya akan dijabat oleh anggota yang berasal dari mukim-mukim yang ada di kabupaten/kota. Demikian juga Tuha Peut dan Tuha Lapan serta majelis fatwa boleh diganti oleh lembaga lain yang namanya Qadhi Malikul Adil.

“Jika ini tidak direvisi, kita sangat yakin suara Wali Nanggroe Aceh tidak akan ada kekuatan apapun. Karena suaranya boleh didengar, boleh tidak,” kata Ayah Panton.

Posisi Wakil Wali Nanggroe (Waliulhadi), kata Ayah Panton, tak boleh hanya dijabat satu orang, tapi delapan orang lagi dari kerajaan lama (etnik) di Aceh.

“Artinya, nanti orang lembaga ini tidak kolektif karena sudah mengadopsi semua etnik di Aceh sehingga tidak ada lagi yang menganggap bahwa mereka kita diskriminasikan,” katanya.[]

Baca juga: