Selasa, September 17, 2024

Sambut Maulid Nabi, Jufri...

ACEH UTARA - Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 Hijriah atau...

Panitia Arung Jeram PON...

KUTACANE - Panitia Pertandingan Cabang Olahraga Arung Jeram PON XXI Aceh-Sumut melarang belasan...

Salahkah Jika Tak Mampu...

Oleh: Muhammad Syahrial Razali Ibrahim, Ph.D., Dosen Fakultas Syariah IAIN Lhokseumawe Perbincangan seputar kompetensi...

Pengunjung Padati Venue Arung...

KUTACANE - Ribuan pengunjung dari berbagai daerah mendatangi arena arung jeram Pekan Olahraga...
BerandaBagaimana Ayah-Bunda Memandang...

Bagaimana Ayah-Bunda Memandang Pendidikan Anak Mereka?

Ketika disebut pendidikan anak sebagai prioritas, berarti kita telah mengondisikan segala sesuatunya dengan sengaja dan terencana yang disesuaikan dengan kondisi ataupun perkembangan anak.

Dalam merealisasikan pendidikan anak, secara general, ayah-bunda bisa berkaca pada perspektif berikut sembari menilai poin  mana yang paling relevan.

Pertama, pendidikan anak berlangsung pada usia tertentu saja dan anak bisa berkembang sesuka kecenderungannya. Kedua, berpangku pada pendidikan prosedural di sekolah semata dan tidak mengaitkan nilai belajarnya dalam kondisi keluarga. Ketiga, ambisi ayah-bunda tentang capaian akademik anak tanpa mempertimbangkan kondisi anak secara terpadu. 

Keempat, bersikap abai dan stagnan terhadap perkembangan pendidikan anak. Hal ini biasanya karena faktor komunikasi, kesibukan dan hambatan tertentu. Ini bisa berujung pada penyalahan kepada si anak dan lingkungannya.

Adapun yang kelima, ayah-bunda yang memandang penting dan sungguh sungguh akan pendidikan anaknya sedini mungkin dan mengondisikan semua sarana dan metoda yang relevan guna membangun iklim belajar dan dorongan untuk tumbuh, berkembang dan berprestasi sesuai tahapan kemampuan anak. Mereka bekerja sama khususnya dengan lingkungan sekolah guna mempertimbangkan hasil.belajar anak secara utuh.

Ayah-bunda dengan perspektif yang kelima menjadikan pendidikan sebagai proses yang progressif dan terus berlangsung dan berdampak pada anak. Terutama dalam rangka pemahaman (dan penghayatan) ajaran agama, kemandirian dan keterampilan serta tanggung jawab selaku warga negara atau  masyarakat dunia.[]

Taufik Sentana
Praktisi pendidikan Islam

Baca juga: