BANDA ACEH – Pemkab Aceh Utara memamerkan sejumlah dokumen catatan sejarah tentang peran Bandar Sumatra atau Samudra Pasai sebagai sebuah bandar terpadat di kawasan Asia Tenggara, di Anjungan Aceh Utara pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Banda Aceh, sejak Sabtu, 4 November 2023.
Laras Mufasya bersama rekannya Nanik Sudartik sebagai pemandu di stan Aceh Utara menjelaskan Sumatra Pasai atau Samudra Pasai adalah dua toponimi yang digunakan untuk menyebutkan sebuah kerajaan Islam yang mendunia antara periode abad ke-13 sampai awal abad 16 masehi yang lokasinya berada di bagian utara Aceh hari ini. Aceh Utara tentu saja sejarahnya tidak bisa dilepaskan dari kegemilangan sejarah Sumatra Pasai beberapa abad silam.
Salah satu jejak epik kesultanan yang didirikan Sultan Al Malik Ash Shalih ini tentang rekaman laporan para penjelajah dunia mengenai eksistensi komoditas rempah dan pelabuhan-pelabuhannya yang besar kala itu. Ditambah lagi jejak arkeologis mengenai hubungan sangat harmonis dengan India, pusat penghasil rempah terbesar di dunia.
Sukarna Putra, peneliti sejarah Islam dari Center for Informasi of Samudra Pasai Heritage (Cisah) yang juga kurator Museum Islam Samudra Pasai, berkontribusi penuh dalam menyajikan data-data otentik kesejarahan.
Dalam muatan utama stan Aceh Utara, kepada awak media, Sukarna menjelaskan bagian seuramoe keu (serambi depan) akan menampilkan jejak periodeisasi masa kesultanan Sumatra Pasai, dimulai dengan tema “tokoh sebelum masa kesultanan (abad 7 Hijriah/13 Masehi)”, diteruskan “tokoh kesultanan periode 1 atau abad 7-8 H (13-14 M)”, “tokoh kesultanan periode 2 atau abad 9 H/15 M), dan “tokoh kesultanan periode 3 (abad 10 H/16 M).
Selain itu juga akan menampilkan beragam artefak tinggalan sejarah Sumatra Pasai: Numismatika (dirham/gold coin, keuh/lead coin Sumtara Pasai, koin Sultan Muhammad Thughlaq, koin dari China, koin Sultan Muzaffar Syah Malaka); Ragam perhiasan masa Sumatra Pasai (Manik-manik, gantungan kalung emas, gelang dan cincn chettiar, dan lain-lain); Batu nisan, untuk menampilkan wujud tipologi batu nisan Pasai; Ragam fragmen keramik dari beberapa negara-negara luar serta periode masanya, dan beberapa jenis artefak lain.
Selanjutnya tema diusung untuk PKA-8 tentang jalur rempah kali ini akan menjadi salah satu desain pajangan yang ditampilkan.
Telah dipahami bersama, pusat kesultanan Sumatra Pasai (Aceh Utara) adalah salah satu spot titik Jalur Rempah Nusantara yang telah ditetapkan pemerintah melalui Kemendikbudristek RI.
Laporan-laporan penjelajah dunia saat lawatannya ke Sumatra Pasai telah diterbitkan dalam beberpa karya mereka tentang komoditas rempah yang ada di sana. Seperti disampaikan seorang penjelajah dunia asal Maroko, Ibnu Bathuththah dalam laporan kunjungannya ke Sumatra Pasai diberi tajuk “Tuhfah An Nadzhar” menjelaskan komoditas unggalan yang ada di sana pada pertengahan abad 14 masehi adalah kelapa, pinang, cengkeh, dan kemenyan Hindia.
Berikutnya, Sulaiman Al Mahri, yang dijuluki Al Mua’allimuh Bahr (Sang navigator laut) menjelaskan dalam karyanya Al-Minhaj Al-Fakhir dalam lawatannya di awal abad 16 masehi, bahwa bandar Sumatra Pasai adalah sebuah bandar yang ramai dan besar, dan komoditas unggulan saat itu sutra, lada, dan emas.
Terakhir, surat Sultan Zainal Abidin IV kepada Kapitan Mor (Potugis) juga menyiratkan hal serupa, rempah-rempah masih menjadi komoditas yang tidak bisa dipisahkan di Sumatra Pasai sampai akhir kesultanan itu.[](ril)