BerandaInspirasiBudayaDi Kala TNI Bantu Selamatkan Batu Nisan Aceh

Di Kala TNI Bantu Selamatkan Batu Nisan Aceh

Populer

Oleh: Thayeb Loh Angen
Pujangga asal Sumatra Aceh

Pada pagi cerah itu, puluhan orang berseragam tentara, polisi, media, dan umum, hadir di sana. Para penjabat gampong setempat, pejabat Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh, pejabat Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, petugas Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh, media, dan pihak lainnya juga turut hadir.

Tempat yang dikerumuni itu adalah salah satu pemakaman berartefak (benda bersejarah) zaman Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. Tempat itu ditutupi semak belukar. Beberapa kuburan baru juga ada di sana.

Dengan sigap, satu per satu semak belukar itu dibabat, dicangkul, dicabut, dan dipindahkan dari pemakaman tersebut. Truk dinas kebersihan kota mengangkutnya ke tempat pembuangan akhir.

Setelah beberapa jam, tempat itu telah bersih, artefak berupa batu nisan berukir yang rebah pun telah didirikan pada tempat asalnya dalam keadaan utuh.

Peristiwa pasukan gabungan bermeuseuraya (bergotong royong) membersihkan artefak tinggalan kesultanan di setiap hari Jumat di tempat-tempat berbeda itu terjadi sejak sekira setahun lalu.

Hal itu semakin menguatkan penilaian bahwa kepedulian akan benda-benda tinggalan sejarah (artefak) yang tersebar di seluruh tanah Sumatra, terutama di wilayah Aceh, masih perlu ditingkatkan oleh pemerintah dan rakyat.

Upaya-upaya tersebut semakin giat dilakukan oleh beberapa kafilah masyarakat. Di antaranya seperti yang dilakukan para pemuda yang tergabung dalam lembaga Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh).

Mapesa merupakan salah satu dari beberapa organisasi yang memusatkan kerja baktinya pada penelitian dan penyelamatan benda bersejarah, terutama artefak tinggalan masa Kerajaan Lamuri dan Kesultanan Aceh Darussalam di Sumatra, sebagai khasanah warisan budaya bangsa yang bernilai tinggi.

Setelah lebih sepuluh tahun berkerja bakti dengan kafilah kecil setiap hari Ahad, kini Mapesa mendapatkan perhatian dari organisasi lain dalam keperluan penelitian arkeologi Islam.

Namun, salah satu hal yang menjadi semangat baru kerja bakti Mapesa itu adalah hadirnya pemerintah militer untuk membantu secara langsung.

Adalah Kolonel CHB Jun Hisatur Mastra, Kahubdam IM (Kepala Perhubungan Komando Daerah Militer Iskandar Muda) yang menggerakkan pasukan tentara di barisannya untuk mendukung kerja bakti Mapesa. Bersamaan itu pula dia mengajak beberapa pihak lain yang terkait.

Sekira Agustus 2021, Jun Hisatur Mastra, yang akrab disapa Pak Jun, mulai menghubungi pihak Mapesa. Pada Oktober tahun itu juga, dia mulai membawa pasukannya untuk membantu kerja bakti organisasi yang pada awalnya didirikan oleh beberapa orang mahasiswa tersebut, tetapi kini telah berkembang menjadi rujukan data terbaru tentang sejarah di Aceh.

Begitulah setiap pekan berlangsung. Selang sekira setahun, pagi itu, Jumat 5 Agustus 2022/7 Muharram 1444 H, Jun Hisatur Mastra membawa pasukannya ke salah satu pemakaman berartefak di Gampong Lampulo.

Selain memerintahkan pasukannya, Jun memberitahukan kegiatan tersebut pada pihak penjabat Telkom, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Aceh, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Daerah Aceh, Wilayatul Hisbah, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh, dan pihak lainnya.

Biasanya, Jun membawa anggotanya sekira lima belas sampai dua puluh lima orang. Namun, dengan bergabungnya pihak penjabat sipil, kadang, yang datang bermeuseuraya itu berjumlah puluhan orang, ada pula yang datang sampai ratusan orang. Pada hari Jumat 5 Agustus 2022 itu, ada sekira puluhan orang yang hadir.

Pada kesempatan tersebut, Jun Hisatur Mastra sempat beradu kata dengan petugas di instansi kebudayaan yang turut hadir setelah diberitahukannya kegiatan tersebut.
Adu kata tersebut membuat petugas kebudayaan itu melihat dari sudut baru tentang kegiatan para pemuda dalam menyelamatkan artefak yang selama ini dibiarkan berserakan dan terbengkalai oleh pihaknya.

Kejumudan (kebekuan) cara berpikir penjabat di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh telah membuat upaya penyelamatan artefak di Aceh terhambat. Itu ibarat pengemudi mobil yang takut mengemudikan kendaraan itu di jalurnya, malah berputar-putar di tanah lapang di dalam kota. Sementara mereka telah digaji dan diberikan hadiah-hadiah untuk mengemudikan mobil di jalur yang tepat.

“Saya melakukan ini karena rasa peduli yang tinggi terhadap keadaan pemakaman kuno dan pemakaman umum lainnya, yang cenderung kurang mendapatkan perhatian dari semua pihak,” kata Jun Hisatur Mastra, Sabtu, 6 Agustus 2022, di. Banda Aceh.

Perhatian Jun merupakan salah satu contoh bagaimana orang yang memiliki jabatan di pemerintahan–walaupun secara resmi bukan bidangnya—menggunakan seluruh sumber daya yang ada padanya untuk melestarikan kebudayaan.

Jun Hisatur Mastra dapat menjadi contoh bagi seluruh penjabat lain yang ada di Indonesia, terutama di Aceh untuk hal tersebut.

Sekiranya para penjabat penanggungjawab kebudayaan yang digaji oleh rakyat lebih memahami kebudayaan Aceh–tidak seperti katak di dalam tempurung–niscaya kerja bakti suka rela rakyat pencinta budaya dalam menyelamatkan warisan budaya bangsa akan lebih mudah.[]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya