LHOKSEUMAWE – Dekan Fakultas Hukum Unversitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Jamaluddin, S.H., M.Hum., menilai Keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Nomor: 1/PP/01.2-Kpt/11/Prov/I/2021 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dalam Provinsi Aceh Tahun 2022, sudah sesuai amanat Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai UU lex specialis untuk Tanah Rencong ini.
“Kalau berpegang teguh kepada UUPA sudah ada dasar hukumnya, dan jelas disebutkan pada Pasal 65 dan Pasal 66 dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh itu. Jadi, tinggal bagaimana bagi pemerintahan Aceh secara keseluruhan, karena kalau berpegang teguh kepada undang-undang itu tidak ada masalah, memang sudah ada aturannya,” kata Jamaluddin dihubungi portalsatu.com via telepon seluler, Jumat, 19 Februari 2021.
Namun, kata Jamaluddin, pemerintah pusat menghendaki supaya Pilkada dilakukan serentak tahun 2024. “Jika 2024 itu mengacu kepada Undang-Undang Pemilu bentuknya, harus serentak se-Indonesia,” ujarnya.
“Cuma kita (Aceh) dalam UUPA yang merupakan undang-undang khusus atau kekhususan untuk Aceh, juga sudah diatur. Jadi, kalau memang komponen Aceh ingin melaksanakan Pilkada 2022, hal itu merujuk kepada UUPA. Karena Pilkada sebelumnya tahun 2017, maka sampai 2022 pas lima tahun atau setiap lima tahun,” tutur Jamaluddin.
Oleh karena itu, kata Jamaluddin, sekarang semua komponen di Aceh harus sama pendapat bahwa kalau ingin melaksanakan Pilkada 2022 berpegang teguh kepada UUPA. “Itu dasar hukumnya. Selain itu, Pemerintah Aceh juga harus membuat lobi politik dengan pemerintah pusat bahwa Aceh punya undang-undang tersendiri”.
“Artinya, bukan berarti undang-undang lain tidak berlaku di Aceh. Tapi sepanjang sudah diatur dalam UUPA, maka UUPA-lah yang harus didahulukan untuk Aceh. Karena apa yang tercantum dalam undang-undang itu adalah sebuah norma atau aturan yang harus dihormati oleh semua komponen,” tegas Jamaluddin.
Soal revisi UU Pemilu, menurut Jamaluddin, “apakah direvisi atau tidak, tetapi yang jelas dalam UUPA sudah cukup jelas disebutkan. Masalah direvisi undang-undang itu, tentunya Aceh tetap berlaku UUPA sebagai lex specialis untuk Aceh”.
Jadi, kata Jamaluddin, hal ini tergantung kepada Pemerintah Aceh. “Jika ingin menegakkan UUPA, itulah dasar hukumnya sudah ada”.
Jamaluddin menyebut lahirnya UUPA punya kisah tersendiri dengan berbagai urusan politik dalam mengakhiri konflik Aceh dengan Pemerintah Indonesia yang begitu panjang. “Juga banyak korban jiwa, korban harta, maka itu yang harus dipahami secara bersama-sama,” ucapnya.
Selain itu, kata Jamaluddin, apabila pemerintah pusat tetap melaksanakan Pilkada serentak tahun 2024, tentunya panitia penyelenggara akan cukup lelah. Hal ini berdasarkan pengalaman pada Pemilu lalu yang dilakukan secara bersamaan.[]