BANDA ACEH – Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar nyaris baku hantam dengan wakilnya Firdaus. Kejadian itu saat Shabela sedang menggelar rapat dengan dinas terkait penanganan banjir bandang dan Covid-19, Rabu, 18 Mei 2020, malam. Keributan itu dipicu terkait proyek di lingkungan Pemerintah Aceh Tengah.
Koordinator Gerakan Rakyat Anti-Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menilai dari sudut pandang tata kelola pemerintahan, kejadian ini tidak layak dipertontonkan dan sangat memalukan. Karena saat bersamaan Aceh Tengah sedang dilanda duka mendalam pascabanjir bandang. Konon lagi kejadian ini dalam bulan Ramadan.
“Dari perspektif etika menunjukkan bahwa kedua pemimpin daerah ini tidak “tahu malu” karena mempertontonkan keonggahan yang berlebihan dan akan membuat citra daerah malu dan menjadi bahan gunjingan dari publik di luar,” kata Askhalani kepada portalsatu.com, Jumat, 15 Mei 2020.
Askhalani menjelaskan untuk kasus pertama ini, alangkah eloknya keduanya menahan diri dan masing-masing dari mereka untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik atau masyarakat Aceh Tengah. Karena keduanya telah melakukan perilaku tercela dan membuat citra daerah menjadi jelek. Kalau perlu harus dilakukan permintaan maaf melalui proses hukum adat.
“Kemudian, pada nilai urgensi demokrasi alangkah eloknya kasus ini tidak berlanjut dan masing-masing pihak baik bupati maupun wakilnya untuk menahan diri dan tidak memperpanjang perkara karena akan berdampak pada kinerja ASN di daerah,” ujarnya.
Tentu akibat konflik ini, sebut Askhalani, akan membuat ASN tidak nyaman bekerja dan dapat dipastikan masing-masing kelompok pro pendukung akan saling curiga dan ini akan berdampak jangka panjang.
“Sebagai solusi terbaik adalah perlu didorong partisipasi dari tetua Adat Gayo dan unsur Muspida untuk meredam suasana ini termasuk perlu partisipasi dari Plt. Gubernur Aceh untuk mendamaikan keduanya, karena ini lebih elok dan sangat elegan,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Askhalani, dari segi aspek legal hukum terutama penyebab kejadian perkara, jika merujuk pada kronologi kejadian latar belakang konflik ini lebih dominan pada objek pengadaan barang dan jasa, bahkan secara terbuka ini menyangkut soal tender dan konflik kepentingan para pihak.
Baik bupati dan wakil Bupati ditenggarai melalui keterlibatan masing-masing keluarganya melakukan praktik untuk mendapatkan keuntungan dari proses tender yang dilakukan di lingkungan pemerintah yang bersumber dari APBK dan lainnya.
“Jika merujuk pada kejadian perkara, dapat disimpulkan bahwa kejadian ini membuka tabir gelap tentang adanya praktik curang dalam tender selama ini di lingkungan Pemda Aceh Tengah, atau dalam bahasa hukum disebut dengan benturan kepentingan atas tender proyek dan praktek,” jelasnya.
Bahkan, kata dia, keduanya dapat diduga bermain dalam tender dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang melekat. Dari fakta tersebut publik Aceh Tengah bisa mendorong serta melaporkan perkara kepentingan dalam tender ini kepada aparat penegak hukum. Karena keduanya disangka menyalahi aturan hukum dan berpotensi merugikan keuangan negara secara terencana dan sistematis.
“Patut diduga keduanya dapat disangka menyalahi aturan hukum atas UU 30 Tahun 1999 Jo UU 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,” katanya.
“Selain itu, jika benar ada daftar proyek yang diduga dilakukan oleh keluarga bupati sebagaimana daftar yang dibuka oleh wakilnya, maka ini adalah pintu masuk untuk membuka tabir gelap korupsi berjamaah di pemerintahan Aceh Tengah,” pungkas Askhalani.
Kronologi pengancaman versi Bupati Shabela
Melansir kompas.com, malam itu, Rabu (13/5), sekitar pukul 21.00 WIB, Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar sedang melakukan rapat kecil dengan tiga dinas di ruang tamu pendopo bupati setempat. Pertemuan itu dilakukan usai pelaksanaan salat tarawih.
Mereka membahas kesiapan terkait penanganan Covid-19 dan banjir bandang yang terjadi di sejumlah desa di Aceh Tengah yang baru beberapa jam terjadi. Tidak lama kemudian, seorang ajudan bupati menyampaikan pesan kepada Shabela bahwa Wakil Bupati Aceh Tengah Firdaus meminta waktu untuk bertemu. Wabup meminta masuk dari pintu belakang. Shabela kemudian meminta ajudan memberitahukan kepada Wabup untuk menunggu, karena pembicaraan yang sedang dilakukan dianggap penting karena menyangkut kebencanaan. Karena merasa didesak, ajudan kemudian menjumpai Shabela kembali dan menyampaikan bahwa kedatangan Wabup ingin berbicara persoalan yang penting.
Orang nomor satu di Aceh Tengah itu pun akhirnya mempersilakan Wabup Firdaus masuk dengan catatan melalui pintu depan. Setelah masuk ke ruang tamu, Firdaus menyalami kepala dinas yang sudah lebih awal hadir, lalu mendekat ke arah bupati. Bukannya duduk di sofa yang kosong untuk memulai perbincangan, Wabup langsung memaki dengan menyebut nama hewan dan menghina Shabela. Shabela terkejut dengan sikap wakilnya, apalagi Firdaus bicara dengan nada tinggi di depan kepala dinas yang hadir.
Berawal dari proyek
Firdaus yang juga ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aceh Tengah itu kemudian menunjukkan secarik kertas yang ditandatangani Wabup sendiri. Kertas itu berisi coretan berupa daftar proyek yang dituding dikerjakan oleh bupati, senilai lebih dari Rp 17 miliar. Shabela pun emosi dan berusaha mendekati Firdaus yang berdiri di belakang sofa tamu bagian kanan. Sempat hampir terjadi benturan fisik. Namun malah Firdaus terhuyung dan hendak terjatuh. Lalu sejumlah ajudan menahan tubuh Firdaus serta mengingatkan bupati untuk tidak memukulnya.
“Saya respons dengan berdiri dan langsung datang mendekati, tapi belum lagi tersentuh, Firdaus sudah terhuyung mau terjatuh karena tidak seimbang badan, mungkin karena dia emosi,” ujar Shabela.
Firdaus terus mengumpat dan mengancam akan membunuh bupati. Wabup Firdaus menunjukkan kertas berisi daftar proyek yang dituding dikendalikan oleh Shabela senilai lebih dari 17 miliar. Shabela mengaku merasa tidak mengerti tentang proyek yang dialamatkan kepadanya. Shabela semakin tidak terima atas sikap wakilnya tersebut. Beberapa orang yang ada di rungan langsung berdatangan mengamankan kedua pasangan yang semasa Pilkada 2017 lalu dijuluki “Shafda” yang merupakan singkatan dari nama Shabela-Firdaus, agar tidak saling baku hantam.
Namun masalah tidak selesai sampai di situ. Adik kandung Firdaus yang biasa dipanggil Irul, tiba-tiba masuk dan memaki Shabela dengan kata-kata kasar, serta mengancam akan membunuhnya. Kali ini kedua kakak beradik itu bahkan mengancam akan membunuh keluarga bupati serta penghuni pendopo. Merasa dihina, Shabela semakin emosi dan mengejar kedua orang itu hingga ke depan pintu. Setelah berada di luar, Shabela melihat ada sekitar 5 orang yang dianggap akan menyerangnya. Shabela kemudian kembali masuk ke ruangannya. “Setelah berada di luar, saya melihat ada sekitar lima orang yang seolah bersiap untuk menyerang saya. Tapi saya melihat dari dalam, saya tidak mau keluar ruangan,” kata Shabela.
Sementara di luar ruangan, adik kandung Firdaus, Irul masih terus mengomel dan menyampaikan nada ancaman pembuhan kepada salah seorang anak laki-laki Shabela yang juga sedang berada di luar ruangan. Shabela mengaku kembali mendengar kalimat bernada ancaman pembunuhan terhadap diri dan keluarganya dan hal itu bisa dilakukan sewaktu-waktu di luar Kabupaten Aceh Tengah.
Teriakan Firdaus dan adik laki-lakinya di halaman pendopo ternyata terdengar sampai di luar pagar, sehingga menjadi perhatian sejumlah warga. Apalagi di depan pendopo bupati terdapat sejumlah toko yang sudah buka setelah pelaksanaan shalat tarawih. “Jadi karena mereka teriak-teriak di luar, ya jadi perhatian warga. Apa itu tindakan pantas dari seorang wakil bupati?” tanyanya.
Sejumlah aparat kemudian datang ke lokasi untuk meredam situasi panas itu. Shabela mengatakan, tak terima dengan kalimat bernada ancaman pembunuhan dan makian dengan nama hewan terhadap penghuni pendopo. Ancamn itu berarti tertuju kepada ibunya yang sudah renta dan istri serta anak dan cucunya yang juga tinggal di pendopo. Bahkan Shabela mendengar ibu, istri, anak serta cucunya yang ada di dalam kamar berteriak histeris akibat keributan yang terjadi di ruang tamu. Mereka takut terjadi hal yang tak diinginkan. Akhirnya setelah sejumlah aparat kepolisian datang, ketegangan mereda. Wabup Firdaus bersama rombongan pergi meninggalkan lokasi.
Wabup Firdaus membantah
Wakil Bupati Aceh Tengah Firdaus membantah informasi yang menyebut bahwa dia mengancam akan membunuh Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar. Firdaus membenarkan bahwa dia mendatangi Pendopo Bupati dan menjumpai Shabela Abubakar pada Rabu malam. Firdaus mengakui bahwa pada saat itu dia datang dalam kondisi emosi. Firdaus merasa selama ini tidak dihargai sebagai Wakil Bupati. Hal tersebut yang membuat dia akhirnya meluapkan kekesalannya langsung kepada orang nomor satu di Aceh Tengah itu.
“Saya tidak ingat ada mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, apalagi mengancam. Namun saya meluapkan kekesalan saya kepada Bupati, karena merasa tidak dihargai sebagai wakilnya,” kata Firdaus.
Mengenai proyek yang dipersoalkan kepada Shabela, menurut Firdaus, itu tentang proyek di sejumlah instansi senilai lebih kurang Rp 17 miliar. Proyek tersebut telah ditayangkan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkab Aceh Tengah tanpa sepengetahuan dirinya. “Ini kegiatan Dinas Kesehatan dan RSU Datu Beru, tidak ada koordinasi dengan saya selaku wakilnya. Ini kan tidak pantas,” sebut Firdaus. Bukan hanya itu, sejumlah kebijakan Shabela saat memimpin Aceh Tengah dinilai kurang berkoordinasi dengan bawahannya. Menurut Firdaus, salah satunya terkait mutasi.
Bupati mengeluarkan kebijakan tanpa ada koordinasi dengan Wakil Bupati. Soal komitmen pelimpahan kewenangan juga dipermasalahkan oleh Firdaus. Dia menganggap Shabela ingkar terhadap komitmen yang dibangun sebelum mencalonkan diri sebagai pasangan kepala daerah. “Kita punya komitmen tertulis dan tidak tertulis saat kita calon sampai saat baru menjabat. Saya rasa komitmen tertulis itu sudah dibuang oleh dirinya (Shabela),” kata Firdaus.
“Ada beberapa dinas yang kewenangannya menjadi kewenangan saya, ada sekitar delapan dinas. Namun ternyata tidak sesuai kesepakatan,” kata Firdaus.[]Sumber: kompas.com