LANGSA – Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR-ACEH) mendesak kepada Pemerintah Aceh dan DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) segera mengesahkan qanun Pertanahan.
Demikian disampaikan oleh Koordinator Lapangan (PAKAR ACEH) Aceh Tamiang, Bambang Herman, di Langsa, Selasa, 5 Januari 2016.
Bambang mengatakan, hal tersebut disebabkan ada perusahaan perkebunan yang memonopoli lahan dan telah menggusur tanah yang telah lama ditempati oleh korban konflik, di Gampong Teungku Tinggi, Kec. Bendhara, Kab. Aceh Tamiang.
“Kita minta kepada Pemerintah Aceh untuk menjalankan Keppres 218 Tahun 2013 Tentang Hari Tata Ruang Nasional (HTRN) sebagai aspek legal dalam penyelenggaraan HTRN,” kata Bambang dalam siaran persnya.
Sementara Ketua PAKAR Aceh Tamiang Muslim SH, mengatakan apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka pihaknya dan segenap komponen masyarakat yang tertindas akan berunjuk rasa dengan menduduki kantor DPRA.
“Adapun yang diminta oleh PAKAR Aceh kepada Pemerintah Aceh (Gebernur) dan DPRA, yaitu mengesahkan point-point, di antaranya, segera membahas dan mengesahkan Qanun Pertanahan, segera membentuk Badan Pertanahan Aceh, memberikan dua hektar tanah/lahan untuk mantan kombatan dan rakyat miskin korban konflik,” kata Muslim.
Muslim mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah Aceh dan DPRA, untuk mencabut semua izin pertambangan dan perkebunan yang merugikan rakyat Aceh dan bagikan tanah terlantar untuk rakyat Aceh.
“Kita sangat menyesalkan pihak pemerintah Aceh dan DPRA mengulur-ngulur waktu sehingga masyarakat menjadi korban konflik yang pernah ditahan Di Lapas Aceh Tamiang yang berjumlah 12 orang dan masyarakat, telah menjadi korban perusahaan perkebunan. Kami minta Pemerintah Aceh dan DPRA untuk segera mengakomodir tuntutan masyarakat Kecamatan Sungai Yu,” katanya.[](tyb)