Kamis, September 19, 2024

Aceh Tambah Medali Perunggu...

KUTACANE - Tim arung jeram Aceh menambah medali perunggu dari nomor lomba Slalom...

Aqil Fadhillah Pimpin Gapensi...

SUBULUSSALAM - Aqil Fadhillah Aradhi dipercayakan memimpin Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi)...

Diwarnai Protes Sumut, DKI...

KUTACANE - Kontigen Sumatera Utara melayangkan protes keras terhadap DKI Jakarta terkait adanya...

Polisi Gayo Lues Akan...

BLANGKEJEREN - Akun-akun palsu di media sosial facebook mulai bermunculan di Kabupaten Gayo...
BerandaSenator Serahkan Dokumen...

Senator Serahkan Dokumen Konflik Lahan di Aceh kepada Menteri Agraria

JAKARTA – Sebagai Wakil Ketua Komite I DPD RI yang membidangi masalah pertanahan, Senator Fachrul Razi kembali membahas permasalahan pertanahan seluruh propinsi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. 

Dalam rapat evaluasi pencapaian program Kementerian Agraria tahun 2015 yang berlangsung di ruang Komite I DPD RI Selasa, 1 Maret 2016 kemarin, ia turut menyerahkan dokumen konflik lahan di Aceh yang melibatkan masyarakat dengan perusahaan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.

Dalam dokumen itu memuat tiga kasus konflik lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan, yaitu konflik lahan antara masyarakat Aceh Tamiang dengan PT. Rapala Aceh yang telah memenjarakan 12 'pahlawan' pertanahan di Aceh Tamiang, perkembangan konflik lahan antara masyarakat Blang Lancang Lhokseumawe dengan PT. Arun LNG yang belum selesai. Dalam kasus lainnya Fachrul Razi juga menyerahkan berkas konflik lahan antara masyarakat Aceh Selatan dengan PT. Asdal Prima Lestari.

“Konflik antarmasyarakat dengan perusahaan selalu dipicu dengan penyerobotan lahan oleh pihak perusahaan yang merupakan tanah adat dan tanah ulayat yang sudah dikelola secara turun temurun oleh masyarakat. Kemudian konflik ditambah dengan persoalan CSR yang tidak direalisasikan perusahaan,” kata Fachrul Razi kepada portalsatu.com melalui siaran pers.

Dalam PP No.47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, sebuah perusahaan yang mengelola sumber daya alam wajib menyalurkan CSR kepada masyarakat. Permasalahan Amdal juga menjadi masalah yang serius.

“Penyerobotan lahan tersebut kerap kali tidak dapat diselesaikan oleh Badan Pertanahan Daerah, sehingga terkesan BPN tidak mempunyai kuasa atas perusahaan. Hal yang sangat aneh dan sering terjadi, di mana BPN daerah tidak dapat bertindak menjadi wasit dalam setiap sengketa pertanahan.”

Menyangkut dengan pengadaan kebun plasma menurutnya juga menjadi masalah tersendiri dalam konflik lahan di Aceh. Sebanyak 30% dari keseluruhan lahan yang digarap sesuai dengan SK Gubernur Aceh No 525/BP2T/4966/2011 tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Dengan keluarnya Pergub Aceh No. 525/BP2T/4966/2011 menjadi dasar kuat seluruh perusahaan yang mengelola sumber daya alam, khususnya yang bergerak di perkebunan sawit wajib menyalurkan kebun plasma. “Karena Aceh memiliki aturan khusus yakni UU PA, sehingga tidak dapat disamakan dengan daerah lain di Indonesia.”

Terkait karut marutnya izin yang telah dikeluarkan, hal itu kata Fachrul harus menjadi titik tolak untuk melakukan review terhadap izin-izin yang sudah berjalan, ini bisa menjadi kebijakan populis Pemerintah Aceh.

“Karena dalam review izin komparasi terhadap terhadap hak dan kewajiban pemegang konsesi yang telah diatur dalam beberapa aturan akan diukur dan ditagih,” katanya.

Fachrul Razi menilai, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh harus segera merevisi izin Hak Guna Usaha semua perusahaan perkebunan dan perusahaan lainya yang bergerak dalam bidang sumber daya alam. Serta Pemerintah Aceh dengan terbuka dan berani memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan perkebunan yang melanggar dengan mencabut Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP).

“Tidak hanya sekadar revisi regulasi namun juga semangat transparansi dan akuntabiltas harus menjadi dalam perubahan,” katanya.[](ihn)

Baca juga: