BANDUNG – Penggunaan internet di Indonesia tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sharing Vision memprediksi, pengguna internet pada 2018 mencapai 161,8 juta. Tingginya penggunaan internet, ternyata memberi dampak negatif terhadap individu.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB yang juga Data Scientist Sharing Vision Dimitri Mahayana mengatakan, semakin meningkatnya penggunaan android juga tidak terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satunya yaitu mulai munculnya ketergantungan atau adiksi internet.
Adiksi internet ditandai dengan keasyikan yang berlebihan atau kurang terkontrol, dorongan atau
perilaku mengenai penggunaan komputer. Juga akses internet yang menyebabkan gangguan atau penderitaan. Menurut SS Black DW, Belsare G dalam papernya mendefinisikan adiksi internet adalah pengguna komputer yang kompulsif.
“Sebuah internet addiction test telah dilakukan terhadap 514 responden di Indonesia. Hasilnya cukup mencengangkan dan valid yang menggambarkan bagaimana ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap internet,” kata Dimitri, Minggu (20/1/2019).
Menurut dia, internet addiction test (IAT) tersebut dilakukan berdasarkan 20 pertanyaan yang mengukur adanya tingkat ketergantungan orang terhadap Internet. Seperti pertanyaan “Seberapa sering Anda merasa takut bahwa hidup tanpa internet itu akan membosankan, tidak bermakna, dan tidak menyenangkan?; Seberapa
sering Anda lebih memilih online daripada keluar dengan teman-teman? dan lainnya.
Hasil test menunjukkan bahwa 55,34% responden mendapat score antara 31-49 yang berarti responden tersebut mengalami ketergantungan/adiksi internet pada level ringan. Sedangkan 11,9% responden telah mengalami ketergantungan/adiksi internet tingkat sedang.
Yang mencengangkan, 0,4% responden telah mengalami ketergantungan atau adiksi internet parah dengan score antara 80-100. Penelitian itu juga mencatat, adiksi internet parah terjadi pada dewasa yang berusia 22 hingga 34 tahun.
Walaupun demikian, adiksi internet ringan paling banyak terjadi pada mereka yang berusia di bawah 22 tahun. Artinya, ada kalangan anak, remaja, dan dewasa.
“Ii harus menjadi bahan perhatian. Di sisi lain, diperoleh keterkaitan antara tingkat adiksi atau ketergantungan internet terhadap usia responden. Dimana semakin muda usia, semakin memiliki kecenderungan tingkat adiksi internet yang semakin tinggi,” imbuh dia.
Kendati fenomena adiksi internet sudah sangat nyata dan menyebabkan banyak efek negatif, namun penanganan terhadap gangguan tersebut belum siap. Dia mencontohkan, di Indonesia belum ada klinik atau psikolog yang khusus menangani gangguan handphone. Padahal di Amerika, sudah banyak klinik yang menangani penderita adiksi internet.[]Sumber:sindonews