Senin, September 9, 2024

Persaudaraan Masyarakat Brunei Darussalam...

BANDA ACEH - Berkenaan dengan berita duka cita, telah berpulang ke Rahmatullah seorang...

Peduli Terhadap Anak Yatim, Abu...

SUBULUSSALAM - Pimpinan Pondok Pesantren Babul Khairi, Desa Batul Napal, Sultan Daulat, Abu...

Masyarakat Gayo-Agara Gelar Kesenian...

KUTACANE - Dalam rangka melestarikan tari Saman hingga ke anak cucuk, masyarakat Gayo-Agara...

Panwaslih Aceh Paparkan Hasil...

LHOKSEUMAWE - Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih/Bawaslu) Provinsi Aceh menggelar sosialisasi hasil pengawasan dan...
BerandaYARA Minta DPRA...

YARA Minta DPRA Bentuk Pansus Migas Terkait Blok B dan Pase

BANDA ACEH – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) meminta DPRA membentuk Pansus Migas untuk mengawal keinginan Pemerintah Aceh dalam alih kelola Blok B agar tetap mengacu PP Nomor 23 Tahun 2015, dan menolak keterlibatan swasta. YARA juga minta DPRA menyelidiki pengelolaan Blok Pase yang melibatkan anak usaha PDPA, sekarang menjadi PT PEMA, untuk mengetahui apa saja hasil diperoleh Pemerintah Aceh sampai saat ini.

Permintaan itu disampaikan YARA dalam surat laporan masyarakat kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa, 20 Oktober 2020. Surat itu diterima Ketua Komisi III DPRA, Khairil Syahrial (Partai Gerindra), didampingi Anggota Komisi III Mukhtar Daud (Partai Nanggroe Aceh), dan H. Khalili (Partai Aceh), dalam pertemuan dengan tim YARA di Ruangan Komisi IIII DPRA, Selasa.

Dalam surat diteken Ketua YARA, Safaruddin, itu dijelaskan bahwa lapangan Migas Blok B di Aceh Utara saat ini dikelola PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Pada tahun 2019, Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyampaikan keinginan kepada Menteri ESDM agar Blok B tersebut dikelola Pemerintah Aceh melalui BUMD, PT Pembangunan Aceh (PEMA). Atas permintaan tersebut, Menteri ESDM memberikan penawaran khusus kepada PEMA walaupun Blok B tersebut dilelang secara terbuka oleh Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

“Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, disebutkan bahwa “Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan terlebih dahulu ke BUMD sebelum dinyatakan menjadi Wilayah Kerja terbuka dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham 100 persen dimiliki oleh Pemerintah Aceh”.

YARA menyebutkan PT PEMA telah membentuk PT Pema Global Energy yang merupakan anak usaha patungan antara PEMA dengan PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL), tidak melibatkan BUMD Aceh Utara sebagai daerah tempat Blok B tersebut. Menurut YARA, hal ini dapat menimbulkan konflik antara Aceh Utara dengan Pemerintah Aceh.

Dalam laporan itu, YARA juga meminta DPRA menampung aspirasi dari Kebupaten Aceh Utara untuk mendapatkan saham minimal 30 persen pada perusahaan pengelola Blok B. Selain itu, manampung aspirasi seluruh kabupaten/kota di Aceh yang meminta dilibatkan dengan saham 1 persen, seperti diberikan kepada PT Pembangunan Lhokseumawe.

Ketua Komisi III DPRA, Khairil Syahrial, mengatakan pihaknya sebagai wakil rakyat Aceh berterima kasih kepada YARA yang melaporkan persoalan Blok B. Menurut dia, Komisi III membidangi Keuangan, Kekayaan Alam dan Investasi akan memproses laporan tersebut bersama anggota DPRA lainnya.

Khairil Syahrial menyebut pengawasan YARA untuk mempertahankan kepentingan dan kekhususan Aceh, patut diapresiasi. “Ini kami rasa adalah bentuk kepedulian YARA terhadap kekhususan dan juga sumber daya alam Aceh,” katanya.

Anggota tim YARA yang mendatangi DPRA turut mengenakan pakaian berlumpur dan membawa sejumlah poster bertuliskan “Jangan sampai Blok B seperti Lumpur Lapindo! #Saveacehutara”.

Ketua YARA, Safaruddin, kepada wartawan usai pertemuan dengan Komisi III, mengatakan pihaknya 

meminta DPRA membentuk Pansus Migas agar jangan sampai alih kelola Blok B dari Pertamina kepada Pemerintah Aceh nantinya menimbulkan bencana. “Seperti di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sehingga keluar lumpur dan itu merugikan masyarakat,” ujarnya.

“Dan kita menolak Pemerintah Aceh melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan ini. Informasi yang kita terima, untuk pendanaan sudah ada pihak ketiga. Maka kita minta DPRA mengawasi supaya proses ini tidak boleh melibatkan pihak swasta. Karena menurut PP 23/2015, alih kelola ini harus dilakukan seratus persen oleh BUMD,” tutur Safaruddin.

Sementara itu, kata Safaruddin, Blok Pase di perbatasan Aceh Utara dan Aceh Timur, dikelola Triangle Pase bekerja sama dengan anak usaha PDPA (sekarang PEMA).

“Kita minta DPRA membentuk Pansus untuk menyelidiki bagaimana alih kelola Blok Pase itu, dan apa yang didapatkan Pemerintah Aceh,” ucap Safaruddin.[](Khairul Anwar*)

Baca juga: