Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya seorang konsultan teknik, ingin bertanya tentang bagaimana hukum syariah jika kita menerima paket proyek penunjukan langsung. Paket penunjukan langsung adalah proyek dengan nilai di bawah Rp100 juta dan tidak dilelang melalui LPSE, tapi merupakan hak prerogatif PPTK untuk menunjuk konsultan untuk mengerjakan perencanaan/pengawasannya).
Ketika ingin mendapatkan paket dari PPTK maka kita disyaratkan untuk menyetorkan uang terlebih dahulu kepada dinas terkait. Namun setoran ini tidak ada aturannya. Setelah pekerjaan selesai dan uangnya sudah cair, kita memberikan uang kepada PPTK (terkadang PPTK mematok harga, ada juga yang tidak menentukan).
Pertanyaan saya, apakah hal ini dibolehkan dalam Islam? Ataukah ini masuk dalam kategori suap menyuap?
Mohon penjelasannya.
Assalamu'alaikum wr.wb
Jawaban
1. Tidak diragukan lagi bahwa segala bentuk pemberian uang kepada penyelanggara negara di luar ketentuan yang berlaku adalah gratifikasi. Dan gratifikasi adalah suap alias korupsi. Hukum asal korupsi adalah haram, masuk dalam kategori yang disebut dalam hadis sahih riwayat Ahmad dan Abu Dawud, yang artinya, “Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap”.
Dalam hadis lain yang serupa riwayat Tabrani, Nabi bersabda, yang artinya, “Allah melaknat penyuap, penerima suap dan makelar suap (mediator antara keduanya)”.
Dari dalil di atas maka ulama sepakat atas haramnya segala hal yang berbau gratifikasi, suap dan KKN secara umum. Keharaman itu berlaku bagi tiga pihak: penyuap, penerima suap dan mediator suap (kalau memakai mediator).
Namun, ada saatnya di mana keharaman itu hanya berlaku bagi penerima suap saja, tapi tidak haram bagi penyuap (Arab: Al-Rasyi). Ini terjadi apabila (a) Anda sebagai konsultan memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mendapatkan proyek itu; (b) tidak ada jalan lain untuk mendapatkan proyek tersebut kecuali memberi fee pada penyelenggara anggaran. Apabila terpenuhi dua syarat ini, maka Anda boleh menyuapnya karena untuk mendapatkan hak yang pantas diterima. Namun, keharaman itu tetap berlaku bagi penerima suap.
Pendapat ini berdasarkan pada hadis Nabi riwayat Ahmad, yang artinya, “Salah seorang dari mereka ada yang meminta kepadaku, kemudian aku memberinya, tetapi kemudian mereka keluar dengan mengapitnya di bawah ketiak, dan hal itu tidak lain adalah api baginya. 'Umar berkata: Wahai Rasulullah, kenapa engkau memberi mereka? Beliau bersabda: Sesungguhnya mereka tidak ingin yang lain kecuali meminta kepadaku, sedangkan Allah tidak menginginkan dariku sifat bakhil”.
[] Sumber: alkhoirot.net