Kamis, September 19, 2024

Permudah Masyarakat Sampaikan Aspirasi,...

SUBULUSSALAM - Sekretariat DPRK Subulussalam melaksanakan sosialisasi fasilitas Pusat Layanan Aspirasi Masyarakat (PusLAM)...

Penonton Membeludak Pertandingan Terakhir...

KUTACANE - Penonton membeludak di venue arung jeram Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI...

Arung Jeram PON, PB...

KUTACANE - Pengurus Besar Federasi Arung Jeram Indonesia (PB FAJI) berkomitmen untuk menumbuhkan...

Sidak ke Beberapa SKPK,...

SUBULUSSALAM - Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemko Subulussalam diharapkan bekerja dengan...
BerandaBerita AcehBegini Kata Pakar...

Begini Kata Pakar Hukum Amrizal J. Prang Soal Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh

LHOKSEUMAWE – Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh menggelar sharing session terkait sikap masyarakat Aceh dalam menghadapi arus masuk pengungsi Rohingya. Kegiatan itu dilaksanakan di salah satu kafe di Kota Lhokseumawe, Sabtu, 10 Agustus 2024.

Diskusi itu diikuti 20 wartawan Lhokseumawe dan Aceh Utara. Tampil sebagai pemantik diskusi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal), Dr. Amrizal J. Prang, S.H., LL.M., Project Coordinator Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI), Turmizi Ali, dan jurnalis Irmansyah, dipandu moderator Ahmadi.

Amrizal J. Prang yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara memaparkan materi tentang Penanganan Pengungsi Asing [dari] Perspektif Hukum.

“Kalau secara hukum sebenarnya Indonesia belum meratifikasi terkait Konvensi 1951 tentang status pengungsi dan protokolnya, bagaimana mekanisme penerimaan dan penanganan terhadap pengungsi asing,” kata Amrizal kepada wartawan usai sharing session itu.

Menurut Amrizal, secara perspektif hukum, imigran Rohingya yang masuk ke Aceh bagian dari pengungsi asing. Di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, kata dia, diatur bagaimana mekanisme penerimaan ketika pengungsi asing khususnya Rohingya masuk ke Aceh.

“Itu jelas diatur bagaimana mekanisme penerimaannya. Artinya, yang menerima itu tetap ada lembaga yang dikoordinatori oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia. Baik segi penerimaannya, penanganan sampai pengaturan dan sebagainya. Tentunya ada banyak lembaga terkait lainnya yang menangani pengungsi asing. Di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ada UNHCR dan IOM,” ujar Amrizal.

Amrizal menyebut penanganan pengungsi asing seperti Rohingya di Aceh, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Terkait tempat penampungan pengungsi asing, kata dia, di dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian ada diatur mengenai rumah detensi. Rumah Detensi Imigrasi adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenai tindakan administratif keimigrasian.

“Masalahnya, di Aceh kan tidak ada Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Keimigrasian sampai sekarang. Tetapi, kembali lagi ke Perpres [125/2016], ketika tidak ada rumah detensi itu ada penampungan sementara dan di mana tempat yang didapatkan,” tutur Amrizal.

Amrizal juga menjelaskan, meskipun secara hukum pengungsi asing bisa saja ditolak masuk ke Indonesia lantaran negara ini belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang pengungsi, “tetapi harus diingat juga ada prinsip non-refoulement“.

“Prinsip ini berarti tidak mengembalikan para pengungsi ketika mereka telah masuk ke wilayah teritorial suatu negara ketika keselamatan mereka terancam di negaranya,” ungkap Amrizal.

“Kalau secara kemanusiaan apalagi. Siapapun yang membutuhkan pertolongan kan bisa saja dibantu. Namun, konsekuensi seperti tadi, muncul konflik, punya kepentingan, penyelundupan manusia dan segala macam. Saya kira ini yang harus segera diselesaikan (terkait penanganan pengungsi Rohingya di Aceh),” pungkasnya.

Manajer Program Forum LSM Aceh, Ahmadi, mengatakan sharing session ini muncul karena ada pro dan kontra di tengah masyarakat terkait kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh. Sehingga pihaknya membuat program untuk menyaring aspirasi berbagai elemen masyarakat supaya tidak ada lagi perdebatan tentang kehadiran pengungsi tersebut.

“Kita lakukan sifatnya roadshow. Jadi, kami melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, ulama, akademisi, jurnalis, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk menampung berbagai macam aspirasi. Jika ada pihak yang menolak maka apa alasannya dan disampaikan, begitu pula apa alasannya bagi yang menerima pengungsi Rohingya tersebut,” ujar Ahmadi.

“Pada dasarnya masyarakat Aceh menerima, mungkin ada sikap yang kurang baik dari pengungsi itu sehingga merusak semua sistem. Namun, jika dilihat dari segi aturannya memang harus ditangani apabila mereka sudah masuk ke wilayah ini, juga perlu dipandang dari sisi kemanusiaannya,” tambah dia.[]

Baca juga: