BANDA ACEH – Sastrawan Malaysia, Prof. Siti Zainon Ismail, menyampaikan berbagai hal strategis untuk menyikapi beberapa persoalan yang dialami di dunia literasi Aceh. Selain mengusulkan terjalinnya hubungan formil antara Dewan Bahasa Malaysia dengan Perpustakaan Aceh, Siti Zainon berharap ke depan kehadiran para penulis Aceh, sastrawan dan budayawan Aceh dapat menyokong berbagai kebutuhan yang dialami Perpustakaan Aceh.
Siti Zainon menyampaikan itu saat menyerahkan buku tentang Aceh dalam pertemuan di ruang rapat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Dr. Edi Yandra, S.STP., MSP, Ahad, 8 Oktober 2023.
Dalam pertemuan tersebut, Siti Zainon didampingi sahabatnya, D’ Keumalawati, Helmi Hass, termasuk seniman Aceh; Wina SW 1, Moritza Taher dan Muhrain. Sedangkan Edi Yandra didampingi Zulkifli, S.Pd., M.Pd. (Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh), Zulfadli, S.E., M.M. (Kepala Bidang Layanan Perpustakaan), Khairuddin, S.Sos. (Sub. Koordinator Pengolahan & Pengembangan Bahan Pustaka), serta Drs. M. Yusuf (Koordinator Pustakawan).
Staf Perpustakaan Aceh menyampaikan bahwa puluhan ribu buku tentang Aceh telah rusak dan hilang akibat Tsunami 2004. Lebih setengah koleksi yang dimiliki tak lagi dapat diakses publik, sehingga bagi perpustakaan tersebut, diperlukan strategi demi menambah dan bila dimungkinkan mendapat kembali sejumlah judul dan tema Aceh yang pernah ada.
Baca juga: Perpustakaan Aceh Kekurangan Koleksi Literasi Tentang Aceh
Menyikapi hal itu, beberapa usulan Siti Zainon kepada Perpustakaan Aceh antara lain; pentingnya penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) di ranah pustakawan, membuka peluang kerja sama ke semua pihak, membangun mindset (pola pikir) literasi melalui kolaborasi termasuk dengan pihak luar khususnya Malaysia yang memang memiliki kedekatan khas dengan Aceh, strategi penguatan perpustakaan melalui kemitraan, dan penambahan koleksi tulisan Aceh melalui pengadaan dan penggandaan.
Siti Zainon juga mengusulkan pelibatan secara aktif dinamis para penulis, sastrawan di Aceh untuk memberikan kontribusi efektif bagi kebutuhan koleksi perpustakaan di Aceh, khususnya di Ibu Kota Provinsi Aceh. Hal ini berkaitan dengan dinamika bahwa tulisan lokal dan komprehensif terkait Aceh dalam beragam sisi selanjutnya justru jadi solusi konkret atas upaya melengkapi koleksi literasi tentang Aceh. Kehilangan koleksi tentang Aceh harus dicarikan formulasi secara relevan.
Usai pertemuan itu, Edi Yandra mengajak Siti Zainon mengelilingi ruang-ruang yang saat ini menjadi daya tarik bagi pengunjung di Perpustakaan Aceh. Terlihat puluhan mahasiswa Aceh sedang memanfaatkan fasilitas koleksi buku.[](ril)