BANDA ACEH – Badan Keahlian (BK) DPR RI bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Arah Kebijakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh”. FGD yang berlangsung di Kampus USK Banda Aceh, Selasa, 10 Mei 2022, menampilkan sejumlah narasumber dari perguruan tinggi dan tokoh masyarakat Aceh.
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, mengatakan FGD tersebut untuk memperoleh masukan, tanggapan, dan saran dari para tokoh masyarakat dan sivitas akademika terhadap konsep Naskah Akademik dan RUU tentang Perubahan Atas UUPA. Naskah akademik dan beleid itu tengah disusun Badan Keahlian DPR.
Indra menyebut penyusunan merupakan salah satu tahapan pembentukan undang-undang di samping tahapan perencanaan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
“Penyusunan Naskah Akademik (Rancangan) Undang-Undang atas (Perubahan) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Pemerintahan Aceh merupakan permintaan dari Badan Legislasi DPR kepada Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI yang pada awalnya sebagai tindak lanjut atas (putusan) Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, RUU tersebut dimuat dalam Program Legislasi Nasional Daftar Kumulatif Terbuka,” kata Indra saat membuka FGD itu, seperti dilansir dpr.go.id.
Namun, kata Indra, penyusunan Naskah Akademik dan RUU Perubahan atas UUPA itu kemudian mengalami perkembangan, tidak hanya dimaksudkan sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi juga untuk akomodasi aspirasi yang berkembang di masyarakat Aceh.
“Sehingga diharapkan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang tersebut dapat memenuhi rasa keadilan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. RUU ini dimuat dalam Prolegnas tahun 2020-2024,” tutur Indra.
Indra mengatakan setelah lebih satu dekade berlaku UUPA belum juga mampu memenuhi rasa keadilan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. “Oleh karena itu, DPR RI menganggap perlu untuk melakukan penyusunan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ini,” tegasnya.
Baca juga: Tim Pengkaji MoU Helsinki dan DPRA Sepakat: Hati-Hati Wacana Revisi UUPA
Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI, Inosentius Samsul, mengatakan secara prosedural formal pembentukan UU, kegiatan FGD tersebut merupakan bagian dari pemberian ruang untuk menyerap masukkan dan aspirasi dari para sivitas akademika dan tokoh masyarakat terhadap penyusunan Naskah Akademik dan RUU Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Secara substantif naskah akademik yang ada memang masih perlu untuk ditambahkan agar lebih komprehensif dan lengkap. Untuk itu dalam FGD ini kita mengundang sembilan narasumber, yakni lima orang dari perguruan tinggi dan empat orang dari kelompok-kelompok masyarakat,” ujar Sensi, sapaan akrabnya, di Kampus USK, Selasa.
Sensi berharap semua masukan dan aspirasi yang telah disampaikan para narasumber dan peserta diskusi dalam FGD tersebut nantinya bisa melengkapi dan memperbaiki apa yang sedang dirumuskan Badan Keahlian DPR RI saat ini. Secara urgensi, kata dia, UUPA yang ada ini dirasa belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.
“Argumentasi itu secara yuridis maupun sosiologis sudah sangat saklek. Dan undang-undang ini usianya juga sudah cukup lama yaitu 16 tahun dan layak untuk dilakukan revisi, apalagi hingga saat ini Peraturan Pemerintah (PP)-nya juga belum ada,” ujar Sensi.
Sensi berharap UU yang dibuat ini nantinya berkualitas baik. “Dengan demikian tidak mudah dibongkar-bongkar karena tidak ada celah untuk dikritisi baik secara teknokratik maupun secara politik,” pungkasnya.[](red)