SUBULUSSALAM – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampong (DPMK) Kota Subulussalam, Abdul Saman Sinaga, meminta kepala desa mengaktifkan kembali tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).
Hal ini untuk menghindari kegiatan fiktif dan mark-up dalam pengelolaan dana desa yang mencapai Rp1 miliar lebih di masing-masing desa di lingkungan Pemerintah Kota Subulussalam.
Permintaan ini disampaikan Abdul Saman Sinaga kepada portalsatu.com, Senin, 21 Oktober 2019, menyingkapi sejumlah persoalan desa yang mengemuka, bahkan terdapat kegiatan fiktif seperti laporan Kepala Inspektorat Kota Subulussalam, Drs. Salbunis, MAP., dalam kegiatan rapat koordinasi (rakor) antarkades se-kota Subulussalam baru-baru ini.
“Ke depan ini yang perlu kita terapkan, TPK itu harus benar-benar berfungsi, ini salah satu upaya mencegah terjadinya mark-up dan kegiatan fiktif,” ungkap Abdul Saman Sinaga.
Oleh karena itu, dalam melakukan pembinaan agar realisasi dana desa terlaksana dengan baik tanpa tersandung kasus hukum, Kepala DPMK Subulussalam, Abdul Saman Sinaga mengingatkan kades supaya menempatkan TPK sebagai ujung tombak dalam mengeksesuksi kegiatan pembangunan di desa.
“TPK yang melaksanakan kegiatan, misalnya mereka mengajukan penarikan 50 persen kepada kades. Kades lalu memerintahkan bendahara desa untuk membayar dana kegiatan tersebut kepada TPK,” kata Abdul Saman Sinaga.
Selanjutnya, saat TPK mengajukan penarikan tahap kedua, harus dilihat dahulu realisasi progres pekerjaan melibatkan pendamping desa, unsur kecamatan dan tim dari Inspektorat, apakah progresnya sudah mencapai 50 persen sesuai dana yang telah dikucurkan tahap pertama.
“Jika sudah, baru kades perintahkan bendahara untuk membayar. Jika tidak sesuai progres maka dipending dulu,” ungkapnya.
“Jika pola ini diterapkan, maka menghindari kegiatan fiktif dan mark-up, karena melibatkan semua unsur. Posisi kades, hanya mengetahui, menyetujui untuk segera dibayar,” kata Abdul Saman Sinaga yang bertekad sistem ini akan diterapkan mulai tahun depan.
Mantan Camat Penanggalan ini menyebutkan, sebenarnya pemerintah pusat melalui Kemendagri sudah mengatur sangat baik dalam pengelolaan dana desa. Namun realisasinya di lapangan belum sesuai harapan, karena banyak kepala desa terindikasi main tunggal atau one man show. Kondisi ini memicu potensi terjadinya kegiatan fiktif dan mark-up.[]