ACEH UTARA – Center for Information of Samudra Pasai Heritage (Cisah) dan masyarakat Gampong Glong, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, melaksanakan doa bersama di Kompleks Makam Keluarga Mu’allim Barjan, di Gampong Glong, Jumat, 6 Mei 2022. Doa bersama dipimpin Tgk. Zainuddin, Teungku Imum Gampong Glong.
Usai berdoa, dilanjutkan dengan pemaparan tentang sosok Mu’allim Barjan serta keluarganya yang disampaikan Sukarna Putra, Peneliti Cisah.
Sukarna mengatakan walaupun di semua nisan kubur dalam kompleks itu tidak memuat tarikh (tanggal, bulan, maupun tahun kemangkatan), namun di bulan Syawal ini diketahui ada dua Sultan Samudra Pasai yang mangkat. Yaitu, Sultan Al Kamil bin Al Manshur pada tahun 900 Hijriah, dan kakeknya, Sultan Zainal Abidin Ra-Ubabdar yang mangkat pada hari Jumat waktu Zuhur pada bulan Syawal tahun 841 Hijriah,
sebagaimana diterangkan di epitafnya.
“Kegiatan doa bersama ini sekaligus memperingati Haul Sultan Zainal Abidin Ra-Ubabdar. Secara gelar ini sangat sesuai, karena muallim yang bermakna navigator/nahkoda kapal sangat sinergi dengan kata ra-ubabdar bermakna penakluk atau penguasa gelombang. Kalau dianalogikan secara sederhana bisa dikatakan, tokoh-tokoh navigator yang ada di kompleks ini adalah pasukan armada yang disiapkan Sultan Zainal Abidin untuk penyebaran Islam ke berbagai wilayah di Asia Tenggara,” ungkap Sukarna.
Sukarna menyampaikan bahwa kompleks makam ini ditemukan oleh M. Nasir, warga Gampong Glong yang juga mantan kombatan bersama tim Cisah pada tahun 2014 silam. Sejauh ini, menurut Sukarna, kompleks makam tersebut salah satu temuan terpenting, bahkan paling bernilai dalam jenisnya bagi sejarah Sumatra Pasai (Samudra Pasai), sebab merupakan kompleks pemakaman keluarga pelaut yang berada dalam wilayah Aceh Utara dan terdekat dengan kawasan bekas pusat pemerintahan Samudra Pasai (kawasan inti).
“Diketahui sebagai kompleks pemakaman keluarga pelaut adalah dari beberapa nama yang terpahat pada batu nisan. Memang, epitaf makam tidak memuat penanggalan wafat, namun dari bentuk-bentuk batu nisannya dapat diperkirakan pemakaman ini berasal dari abad ke-14 dan ke-15 M,” ujar Sukarna.
Sukarna menyebut sesuatu yang unik pada beberapa batu nisan di pemakaman ini ialah pemahatan nama dalam kotak pada sisi kiri nisan sebelah utara (nisan kepala), sehingga terlihat seperti pelat nomor. “Ini unik dan baru kali ini ditemukan yang demikian rupa, dan sengaja dibuat hanya untuk dapat dikenali pemilik masing-masing kubur,” ucapnya.
Nama-nama pemilik kubur dalam kompleks pemakaman itu sesuai inskripsi yang terdapat pada nisan (berurut dari sebelah barat ke timur): 1. Barjan Al-Hadashtan (?) Khatib Husain; 2. Isma’il (bi..?) Barjan; 3. Bab ibnu Paduka; Mu’allim Khoja; Ibnu Malik Thahud bin Barjan; 4. Malik Thahud bin Barjan; 5. Mu’allim Husain Barjan; 6. Khatib Zainuddin; putra guru raja dan pangeran (?), Ahmad bin Barjan; 7. Nasifah (?) Barjan.
(Kompleks Makam Keluarga Mu’allim Barjan. Foto: Cisah)
Sebelumnya, sejak beberapa tahun silam, Cisah sudah berhasil menemukan sebaran permukiman masyarakat pelaut dalam wilayah Lhokseumawe: Blang Weu, Jileukat, Alue Lim (Kecamatan Blang Mangat), Kandang (Kecamatan Muara Dua), dan juga di kawasan Kecamatan Banda Sakti.
“Temuan kali ini adalah di luar Lhokseumawe, namun tetap memiliki akses langsung ke Teluk Samawi dikarenakan letak pemakaman atau permukiman kuno di Syamtalira Bayu tersebut hanya berjarak sekitar 2 Km dari bibir laut Teluk Samawi (Kuala Lancok), dan dihubungkan oleh sebuah aliran sungai yang sekarang sudah tidak berfungsi lagi,” tutur Sukarna.
Berdasarkan keterangan Zainal Abidin,
warga setempat yang sudah berusia lanjut, diketahui bahwa sungai kuno itu dahulunya disebut dengan Sungai Syamtalira. Adapun profesi yang rata-rata ditekuni masyarakat di kawasan Syamtalira Bayu tersebut hampir 90% kaum laki-laki adalah nelayan.
“Di sini yang berprofesi sebagai pawang kapal ikan juga banyak,” ucap Zainal Abidin seperti dikutip adik iparnya, Apa Syin, kepada Cisah tahun 2014 lalu.
Zainal Abidin merupakan pemilik lahan kompleks pemakaman itu. “Keluarga beliau sudah mewakafkan lahan makam untuk dibangun sebagai situs cagar budaya. Hal itu setelah kita sampaikan kepada keluarga beliau bahwa situs (kompleks makam) ini sangat penting dilestarikan,” kata Ketua Cisah, Abd. Hamid alias Abel Pasai.
Cisah mengharapkan kontribusi dari berbagai kalangan secara swadaya agar cungkup makam tersebut dapat segera dibangun.
“Setelah melakukan diskusi dengan keluarga pemilik lahan, serta Kolonel Jun Hisatur Mastra (Kepala Perhubungan Kodam Iskandar Muda), kami berinisiatif akan mengembangkan situs ini menjadi kawasan edukasi dan wisata religi kemaritiman Sumatra Pasai,” ujar Abel Pasai.
“Insya Allah, kami akan membantu bersama kawan-kawan di Banda Aceh,” ucap Kahubdam IM yang selama ini giat melakukan pelestarian situs sejarah di Aceh.
Abel Pasai menambahkan kegiatan doa bersama di kompleks pemakaman tersebut direncanakan akan digelar rutin pada bulan Syawal setiap tahunnya.[](red)