BANDA ACEH – Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Sp.OG) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang berinisial EA diduga melakukan malapraktik terhadap pasien RD (30). RD didampingi YLBHI-LBH Banda Aceh memolisikan (mengadukan kepada polisi) agar kasus itu diproses secara hukum sampai tuntas.
Direktur RSUD Aceh Tamiang, dr. Andika Putra, Sp.PD., mengaku dirinya dan EA sudah diperiksa penyidik Polda Aceh. Namun, kata Andika, pihaknya tetap berupaya agar EA dan keluarga RD menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan, walaupun proses di Polda Aceh terus berjalan.
Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, S.H., M.H., dalam keterengannya diterima portalsatu.com, Kamis, 16 November 2023, menjelaskan akibat dugaan malapraktik itu, RD mengalami gejala tidak wajar. Kemaluannya mengalami nyeri hebat dan mengeluarkan cairan kuning bercampur darah. Hal tersebut disebabkan adanya gumpalan kain kasa (tampon) sebesar kepalan tangan yang tertinggal dalam kemaluannya selama berbulan-bulan.
Menurut Qodrat, kejadian bermula pada 28 Juni 2023. Saat itu, RD baru melahirkan anak pertamanya secara normal pada seorang bidan di Desa Purwodadi Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang. Setelah satu jam bayi dilahirkan, RD mengalami retensio plasenta, yakni kondisi di mana plasenta bayi tidak kunjung keluar dari rahim ibu setelah 30 menit proses persalinan. RD kemudian dirujuk ke RSUD Aceh Tamiang untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Di RSUD Aceh Tamiang, RD mendapat tindakan operasi pembedahan perut (post laparatomil) untuk mengeluarkan plasenta dari rahimnya. Pascaoperasi, RD dirawat intensif selama beberapa hari di ruang Intenssive Care Unit (ICU), hingga diperbolehkan pulang pada 5 Juli 2023.
Menurut Surat Keterangan dokter RSUD Tamiang Nomor: 445/2586, tanggal 11 Juli 2023, ditandatangani EA, RD didiagnosa mengalami Post Laparatomil a/i Morbidly Adherent + Riwayat Syok Hipovolemik P1 Post Partum Spontan Luar di Bidan.
Setelah pembedahan perut di RSUD Tamiang, RD mulai merasakan nyeri di bagian alat kelaminnya, kesakitan ketika buang air, serta kesusahan ketika hendak duduk dan berjalan. Kemaluan RD juga mulai mengeluarkan cairan kuning bercampur darah berbau tidak sedap. “Nifasnya tidak kunjung berhenti meski sudah memasuki hari ke-70 pasca-persalinan,” ungkap Qodrat.
Menurut Qodrat, EA selaku dokter menangani RD menduga kemaluan wanita ini mengalami infeksi karena adanya lubang antara alat kelamin dan anus yang mengakibatkan masuknya feses/tinja ke dalam organ vital. EA kemudian menerangkan kepada RD, lubang itu akan tertutup dengan sendirinya seiring berjalannya waktu tanpa perlu prosedur pemeriksaan lebih lanjut.
Karena kondisinya semakin memburuk, pada 12 September 2023, RD memeriksakan dirinya ke dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) lainnya di Kota Langsa. Dalam pemeriksaan itu baru diketahui adanya benda asing dalam kemaluan RD.
Dokter kemudian menyarankan untuk mengeluarkan benda asing tersebut melalui tindakan operasi, karena kondisi RD tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan benda asing secara langsung melalui kemaluan. Akhirnya pada 13 September 2023, RD kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Cut Mutia Kota Langsa. Dari hasil operasi itu diketahui benda asing yang ada dalam kemaluan RD adalah gumpalan tampon atau kain kasa yang ukurannya kurang lebih sebesar kepalan tangan.
“Tampon tersebut diduga berasal dari tindakan bedah perut (post laparatomil) yang dijalani RD sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang,” ungkap Qodrat.
Mengetahui hal itu, keluarga RD mengadukan kejadian tersebut ke RSUD Aceh Tamiang. Direktur RSUD Aceh Tamiang meresponsnya dengan mengunjungi rumah RD pada 19 September 2023. Direktur RSUD Tamiang membenarkan adanya tampon yang dimasukkan pada saat dilakukan tindakan operasi di rumah sakit itu. Namun, menurutnya, berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) rumah sakit, tampon harus sudah dikeluarkan dalam jangka waktu 1×24 jam.
Atas kejadian ini, RD didampingi YLBHI-LBH Banda Aceh membuat laporan ke Polda Aceh pada 2 Oktober 2023, sebagaimana tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/213/IX/2023/SPKT/Polda Aceh.
“Dokter EA yang menangani RD diduga telah melakukan malapraktik yang melanggar ketentuan Pasal 440 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan/atau Pasal 360, jo Pasal 361 KUHP. Selain melanggar ketentuan pidana, EA juga diduga telah melanggar Pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pasal 7a Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menuntut seorang dokter bersikap profesional serta wajib memberikan pelayanan secara kompeten dalam setiap praktik medisnya,” ujar Qodrat.
Qodrat berharap Polda Aceh mengusut kasus ini hingga tuntas dan memproses setiap orang yang diduga terlibat. Tidak hanya dokter yang bersangkutan, pihak RSUD Tamiang juga harus bertanggung jawab terhadap segala kerugian diderita RD. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 193 UU Kesehatan yang menentukan rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh sumber daya manusia kesehatan rumah sakit.
“Apabila pihak rumah sakit berhak menerima imbalan jasa pelayanan dari pasien, maka sepatutnya rumah sakit juga harus bertanggung jawab terhadap semua kerugian pasien yang disebabkan kelalaian pelayanan,” tegas Qodrat.
Qodrat juga mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang memberikan atensi dan evaluasi menyeluruh terhadap rumah sakit pelat merah itu. Hal tersebut penting dilakukan demi mengembalikan kepercayaan masyarakat, serta menjamin pelayanan prima bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis. Dengan demikian, kejadian serupa tidak akan terulang di masa yang akan datang.
Direktur RSUD Aceh Tamiang, Andika Putra, dikonfirmasi portalsatu.com via telepon, Jumat, 17 November 2023, mengatakan pihaknya merasa prihatin atas kasus tersebut. Pihak rumah sakit berupaya untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
Menurut Andika, walaupun ada kesalahan ataupun kelalaian, tapi saat itu dokter EA berupaya keras untuk menyelamatkan nyawa pasiennya. Dia menyebut pasien RD saat datang ke rumah sakit dalam kondisi kritis.
“Sebelumnya kan (pasien RD) melahirkan di bidan desa. Karena plasenta gagal dikeluarkan terjadi pendarahan yang sangat hebat, sehingga kondisi kritis dibawa ke UGD rumah sakit. Dokter yang dihubungi langsung melakukan tindakan menyelamatkan segera, dioperasi darurat sehingga berhasil diselamatkan. Bahkan kemarin itu risiko pengangkatan rahim akibat keadaan yang kritis, cuma dokternya berhasil menyelamatkan, sehingga tertolonglah semuanya,” ujar Andika.
“Namun, pendarahan dari jalan lahir (dialami pasien) belum tuntas, sehingga dipasanglah tampon itu untuk menghentikan pendarahannya. Di situlah terjadi miskomunikasi, tampon itu (harus) dilepas 1×24 jam kemudian, instruksinya, namun tidak terlepas semua, tertinggal sebagian,” tambah Andika.
Andika menyebut keluarga pasien RD menyampaikan apresiasi atas upaya yang sudah dilakukan. “Namun, tetap kejadian tertinggal (tampon) itukan memberikan dampak juga terhadap pasien. Keluarga berharap ini ada komunikasi, ada pertemuan yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” ucapnya.
“Saya sebagai direktur bersama manajemen sudah berupaya, tapi belum berhasil mempertemukan antara keluarga pasien dan dokter. Sehingga keluarga tidak puaslah, akhirnya lapor ke Polda. Di Polda, saya pun sudah diminta keterangan, dokter bersangkutan juga sudah diperiksa, ini nanti mungkin ada pemeriksaan lanjutan,” kata Andika.
Andika menyatakan pihaknya tetap berupaya memediasi untuk penyelesaian kasus itu secara kekeluargaan, meskipun proses di Polda Aceh terus berjalan. “Artinya, konsekuensi-konsekuensi itu tetap ada semuanya. Jadi, segala upaya kami lakukan, jalur hukum kami kooperatif, kita jalani. Dengan keluarga (pasien) komunikasi tetap terjaga,” tuturnya.
Dia menambahkan pihaknya juga akan melakukan audit (pemeriksaan terhadap EA) atas kasus itu. “Berdasarkan hasil audit itu nanti menjadi dasar kami untuk memberikan sanksi segala macam sesuai tingkat ringan, sedang, beratnya,” ucap Andika.
“Intinya kelalaianlah, ya. (Soal penyebutan) malapraktik, kelalaian, sama saja itu, yang jelas pasien dirugikan. Semua itu ada konsekuensinya,” tambah Direktur RSUD Aceh Tamiang itu.
Menurut Andika, terakhir pihaknya berkomunikasi dengan keluarga paisen itu pada pekan lalu. “Minggu lalu ada komunikasi. Kebetulan dokter bersangkutan lagi ada kegiatan di luar kota. Saat dia masuk Senin, kami dorong lagi untuk segera bertemu lagi dengan keluarga pasien. Mungkin minggu depan kami segera bertemu lagi dengan pihak keluarga pasien dan dokter bersangkutan,” pungkasnya.[](red)