spot_img
spot_img
BerandaEkonomiHMI Sorot Pengurangan Kuota Biosolar untuk Aceh

HMI Sorot Pengurangan Kuota Biosolar untuk Aceh

Populer

LHOKSEUMAWE – Pengurangan kuota biosolar untuk Aceh mencapai 8.000 kiloliter mulai berdampak terjadinya antrean kendaraan di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Banda Aceh. Dikhawatirkan antrean panjang yang berefek terbatasnya operasional angkutan umum juga akan terjadi di daerah lainnya di Aceh akibat pengurangan kuota biosolar.

Berdasarkan kuota dikeluarkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), untuk wilayah Aceh 365.297 kiloliter pada tahun 2022. Sedangkan tahun 2021 Aceh mendapat biosolar 373.548 kiloliter. Artinya, kuota berkurang 8.000 kiloliter atau 2,22 persen.

Ketua Umum HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Muhammad Fadli, dalam pernyataan tertulis, Kamis, 24 Maret 2022, menyayangkan kebijakan pengurangan kuota bahan bakar tersebut yang dinilai merugikan masyarakat Aceh.

“Biosolar banyak digunakan masyarakat Aceh, seperti nelayan yang menggunakan boat untuk menangkap ikan di laut. Begitu juga para pekerja di bidang jasa angkutan umum seperti sopir truk. Mereka tentunya akan dirugikan,” kata Muhammad Fadli.

Menurut Fadli, pengurangan kuota biosolar di Aceh dapat menyebabkan kelangkaan bahan bakar tersebut. Dia menilai tidak tepat alasan mengurangi kuota karena permintaan konsumen meningkat.

“Pengawasan yang harus diperketat oleh Pertamina dan BPH Migas terhadap SPBU-SPBU agar penyaluran tepat sasaran dan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Fadli.

Fadli meminta BPH Migas dan Pertamina segera menyelesaikan masalah pengurangan kuota biosolar untuk Aceh.

“Jika tidak diselesaikan, maka puncak keresahan masyarakat akan terjadi, ekonomi Aceh bisa saja menurun. Kalau nelayan nantinya susah melaut, bagaimana kelanjutan pencaharian mereka. Makanya kita desak BPH dan Pertamina agar tidak melakukan pengurangan, dan segera menstabilkan kuota biosolar untuk Aceh,” ujar Fadli

Fadli berharap pihak legislatif segera memanggil BPH Migas dan Pertamina supaya menyelesaikan permasalahan ini. “Bila perlu dibuatkan Pansus agar masyarakat tidak dirugikan akibat kelangkaan dan pengurangan kuota biosolar,” katanya.

Dia menambahkan sistem pengawasan BPH Migas dan Pertamina terhadap SPBU juga harus dioptimalkan. “Bila ditemukan SPBU yang bermain harus diberikan sanksi secara administratif, ditutup. Bahkan bila ada penimbunan dan pelanggaran hukum, harus dibawa ke ranah pidana, karena telah membuat masyarakat tidak bisa mengakses hak konstitusionalnya,” pungkas Muhammad Fadli.

Sementara itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan masyarakat Aceh telah menyampaikan aspirasi mengenai sulitnya mendapatkan biosolar.

“Kondisi yang terjadi di lapangan, masyarakat justru mulai kesulitan mendapatkan pasokan bahan bakar solar. Bahkan, di sejumlah SPBU di Kota Banda Aceh terjadi antrean yang sangat panjang yang berdampak pada terbatasnya operasional kendaraan,” kata LaNyalla dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3).

LaNyalla meminta PT Pertamina memastikan pasokan solar bersubsidi mencukupi bagi para pihak yang berhak menggunakannya. “Karena masalah bahan bakar akan berdampak pada aktivitas dan kegiatan lainnya. Apalagi sebagian masyarakat menggunakan kendaraan umum dalam melakukan aktivitas sehari-hari,” ujarnya.

Area Manager Communication Relation & CSR Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Taufikurachman, mengakui ada pengurangan kuota biosolar untuk Aceh dari yang ditetapkan BPH Migas.

“Kita menyalurkan sesuai dengan alokasi yang ada untuk kendaraan-kendaraan yang sesuai kebutuhannya, sesuai peruntukannya,” ujar Taufik, seperti dilansir detik.com, Kamis (24/3).

Taufik menyebut hingga awal Maret 2022 untuk Provinsi Aceh terdapat 141 lembaga penyalur yang mendistribusikan solar dengan realisasi penyaluran sebanyak 80.042 kiloliter dari kuota tahun ini.

“Kami akan terus memonitor seluruh proses distribusi solar mulai dari terminal BBM hingga konsumen. Kami juga telah memperketat pengawasan penyaluran solar di SPBU sesuai peraturan yang berlaku,” katanya.

Menurut Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor pelat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan layanan umum (ambulans, pemadam kebakaran, pengangkut sampah), kapal angkutan umum berbendera Indonesia, kapal perintis, kereta api penumpang umum dan barang, kendaraan bermotor pelat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari enam.[](red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya