Kamis, September 19, 2024

Permudah Masyarakat Sampaikan Aspirasi,...

SUBULUSSALAM - Sekretariat DPRK Subulussalam melaksanakan sosialisasi fasilitas Pusat Layanan Aspirasi Masyarakat (PusLAM)...

Penonton Membeludak Pertandingan Terakhir...

KUTACANE - Penonton membeludak di venue arung jeram Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI...

Arung Jeram PON, PB...

KUTACANE - Pengurus Besar Federasi Arung Jeram Indonesia (PB FAJI) berkomitmen untuk menumbuhkan...

Sidak ke Beberapa SKPK,...

SUBULUSSALAM - Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemko Subulussalam diharapkan bekerja dengan...
Beranda''Hukum Cambuk Pelaku...

”Hukum Cambuk Pelaku Liwath Miliki Dasar Hukum Kuat”

BANDA ACEH – Hukum cambuk terhadap pelaku liwath (homoseksual) sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Hal ini menjadi dasar hukum kuat dalam pelaksanaan uqubat terhadap terdakwa.

Demikian disampaikan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Kasat Pol PP dan WH) Banda Aceh, Yusnardi, Selasa, 23 Mei 2017. Pernyataan ini disampaikan Yusnardi menyikapi tudingan pihak luar yang menyebutkan pelaksanaan cambuk terhadap pasangan sesama jenis tidak memiliki dasar hukum kuat.

“Kasus liwath itu ditemukan pelanggarannya di Rukoh, tiga bulan yang lalu. (Cambuk terhadap pelaku) liwath sendiri itu pertama yang kita lakukan, karena ini semua sudah cukup alat bukti yang mereka langgar,” kata Yusnardi saat dijumpai portalsatu.com di lokasi eksekusi hukuman cambuk, di halaman Masjid Syuhada, Lamgugob, Banda Aceh, kemarin.

Yusnardi menyebutkan penerapan hukum cambuk terhadap pelaku liwath dicantumkan dalam Qanun Nomor 6 tahun 2014. Menurutnya ada 10 perkara yang tertulis dan tertuang dalam qanun tersebut.

“Jadi kalau ada anggapan itu tidak benar, ya bisa kita lihat sendiri nanti Qanun Nomor 6 tahun 2014,” kata Yusnardi.

Dia menyebutkan semua persoalan dalam Qanun Jinayah tersebut tertuang dalam Alquran, baik pelanggaran maupun larangannya. Yusnardi juga membantah penerapan hukuman terhadap pelaku liwath melanggar HAM. Lagipula standar hukum itu sudah diterapkan dalam Alquran dan hadist sahih.

Aturan tersebut kemudian diperkuat melalui UU Keistimewaan Aceh yang sesuai dengan kearifan lokal, yaitu daerah bersyariat Islam.

“Jadi kalau dikategorikan ini pelanggaran HAM, saya pikir kita semua mengacu kepada Alquran dan hadis. Jadi mari kita hargai dan hormati bahwa ini adalah kearifan lokal untuk daerah kita di Aceh ini,” kata Yusnardi.

Dia tidak heran jika media luar merasa asing dengan penerapan hukum terhadap pelaku liwath. Pasalnya, dunia internasional mungkin tidak mengatur dasar hukum terhadap perilaku abnormal ini.

“Namun karena kekhususan kita di Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pelaksanaan Syariat Islam, Qanun Nomor 6 ini memang rinci disebutkan, baik itu pelanggar homo dan lesbi, termasuk juga pelecehan seksual,” katanya lagi.[]

Baca juga: