Jakarta — Studi dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, yang dirilis pekan ini menunjukkan kelompok militan ISIS meningkatkan jumlah perekrutan anak di bawah umur.
Studi yang dilakukan dalam periode 13 bulan ini menganalisis pemberitahuan kematian 89 remaja dan anak di bawah umur ketika menjalankan tugas dari ISIS di media sosial Twitter dan aplikasi Telegram yang terenkripsi.
Studi itu menemukan bahwa kematian tentara anak ISIS meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Setidaknya 39 persen tentara anak berusia di bawah 18 tahun dan tewas karena melakukan serangan bom mobil. Sebanyak 33 persen tentara anak lainnya tewas sebagai tentara jihad sementara 18 persen lainnya tewas dalam peperangan sebelum akhirnya meledakkan diri.
“Tampaknya masuk akal ketika tekanan militer terhadap ISIS meningkat dalam beberapa bulan terakhir, operasi ini menjadi lebih taktis,” tulis para peneliti.
“Kami memprediksi jika implementasi [perekrutan tentara anak] terus meningkat, maka laporan jumlah kematian anak pun akan meningkat,” bunyi hasil penelitian tersebut.
Meski demikian, meningkatnya perekrutan tentara anak ISIS tak dapat menjadi tolak ukur kekuatan militer kelompok militan ini.
Menurut studi itu, tentara anak direkrut karena cenderung bersedia berjuang bersama, namun tidak dapat menggantikan militan lelaki dewasa.
Studi itu menunjukkan, sebagian besar tentara anak yang tewas ketika menjalani misi ISIS merupakan warga negara Irak atau Suriah. Setengah dari tentara anak itu tewas di Irak.
Meski demikian, propaganda yang dilakukan ISIS itu tidak menyebutkan para tentara anak ini sebagai martir. “Usia para martir tidak pernah dipublikasikan. Bagi mereka yang menyebarkan propaganda ISIS, usia muda para martir hanyalah suatu kebetulan.[] Sumber: cnnindonesia.com