BANDA ACEH – Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA) mengingatkan elite jangan lagi berupaya membajak APBA 2021 untuk bancakan (kenduri) alias kepentingan penguasa. Pemerintah dan DPR Aceh diminta fokus serta mempercepat pembahasan rancangan APBA 2022 untuk kepentingan rakyat.
Koordinator MaTA, Alfian, mengungkapkan elite Aceh berupaya membajak anggaran dengan mewacanakan Perubahan APBA 2021. Elite menjadikan isu rumah duafa dan insentif tenaga kesehatan (nakes) sebagai objek untuk mencari legitimasi publik terhadap kepentingan melakukan perubahan anggaran.
MaTA secara tegas menolak kepentingan elite tersebut. Apalagi secara regulasi, dari sisi waktu dan posisi Pemerintah Aceh saat ini, Perubahan APBA 2021 tidak lagi mendukung untuk dilakukan. Walaupun konsekuensi yang akan diterima Aceh berpotensi terjadinya SiLPA cukup besar, seperti tahun 2020 mencapai Rp3,9 trilun.
Rencana Perubahan APBA 2021 kini diperkirakan gagal diwujudkan lantaran usulan Pemerintah Aceh tidak mendapat respons dari DPRA. Bahkan, kedua belah pihak terkesan saling menyalahkan.
“Permintaan maaf sangat tidak patut, karena kalau Pemerintah Aceh bersama legislatif serius, kenapa tidak sejak awal (anggaran dalam jumlah lebih besar untuk pembangunan rumah duafa dan insentif nakes) dialokasikan dalam APBA murni tahun 2021. Kenapa di akhir tahun mencoba pura-pura serius. Sudah sepatutnya dihentikan akal-akalan untuk membajak APBA, karena publik sudah cerdas melihat kepentingan elite,” kata Alfian kepada portalsatu.com, Rabu, 29 September 2021.
Menurut Alfian, perlu juga mendapat perhatian bersama bahwa dari pagu APBA 2021 senilai Rp16,445 triliun, realisasi keuangan baru 40,2 persen dan fisik 45,5 persen per 27 September. Pemerintah Aceh menargetkan realisasi keuangan sampai 30 September 2021 sebesar 47 persen.
“Dari realisasi anggaran tersebut terlihat dengan jelas APBA 2021 tidak untuk rakyat, sementara untuk biaya operasional berserta gaji aparatur habis terpakai. Pertanyaannya, mereka mengurus apa selama ini, ambil gaji dan fasilitas mewah tapi tidak bekerja, akhirnya mereka saling menyalahkan. Jadi, ada ketidakwarasan yang sedang dipraktekkan saat ini terhadap (pengelolaan) uang Aceh. Ini harus segera dihentikan,” tegas Alfia.
Alfian turut merespons pernyataan ketua DPRA yang meminta masyarakat bersikap kritis. Menurut Alfian, tanpa diminta pun masyarakat selama ini tetap bersikap kritis walaupun tidak ada yang bisa diharapkan karena eksekutif dan legislatif Aceh saat ini sama saja.
“Sikap kritis masyarakat karena posisi DPRA sudah disfungsional dan tidak berdaya. Seharusnya mereka (DPRA) harus tegas, jangan malah ikut menjadikan APBA sebagai ‘bancakan’. Kalau DPRA konsisten maka masyarakat bisa diam, tapi saat ini dewan tidak bisa dipercaya, makanya masyarakat kritis dan menelusuri apa yang dikerjakan dewan selama ini,” kata Alfian
Kalau eksekutif dan legislatif mau membangun Aceh tanpa kepentingan pribadi, MaTA mengusulkan supaya untuk tahun anggaran 2022 dialokasikan pembangunan rumah duafa 12 ribu unit dan insentif nakes yang cukup. Sehingga di akhir tahun tidak muncul lagi upaya membajak APBA dan penyelewangan RPJMA yang terjadi di 2021 tidak berulang.
“Saya pikir perlu ada ketegasan sehingga kita juga ingin melihat siapa sebenarnya yang serius mau bangun Aceh saat ini. Apalagi Pemendagri Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 sudah dikeluarkan. Jadi, eksekutif dan legislatif sudah bisa mempercepat pembahasannya sehingga hak-hak masyarakat Aceh atas pembangunan tidak ditunda lagi,” tegas Alfian.[](red)