Selasa, September 17, 2024

Mahasiswa PSDKU USK Gayo...

BLANGKEJEREN - Ratusan mahasiswa Program Studi di Luar Kampus Utama Universitas Syiah Kuala...

Tujuh Organisasi Deklarasikan Komite...

BANDA ACEH – Tujuh organisasi mendeklarasikan Komite Keselamatan Jurnalis (KKI) Aceh di Banda...

Sejumlah Akun Palsu Catut...

BANDA ACEH - Sejumlah akun palsu yang mengatasnamakan H.M. Fadhil Rahmi, Lc., M.Ag.,...

Sambut Maulid Nabi, Jufri...

ACEH UTARA - Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 Hijriah atau...
BerandaKetua DPRK Aceh...

Ketua DPRK Aceh Selatan Bantah Terlibat Perambahan Hutan Konservasi

TAPAKTUAN – Ketua DPRK Aceh Selatan T. Zulhelmi membantah tudingan dirinya terlibat dalam perambahan kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Desa Keude Trumon, Kecamatan Trumon. Namun legislator Partai Aceh ini membenarkan salah seorang anaknya berinisial PR, 25 tahun, yang memerintahkan operator alat berat excavator menggali parit di lahan perkebunan sawit tersebut.

“Memang benar anak saya yang memerintahkan para pekerja menggali parit dalam lahan sawit itu, tapi hal itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan saya. Sebab saya tidak pernah memerintahkan dia menggarap lahan itu. Langkah itu murni atas inisiatif dirinya sendiri,” kata Zulhelmi saat dihubungi di Tapaktuan, Jumat, 4 November 2016.

Zulhemi yang baru kembali dari Jakarta melaksanakan tugas dinas, mengaku sangat terkejut ketika mendengar informasi tim gabungan dari BKSDA Aceh bersama Polres Aceh Selatan melakukan “Operasi Tangkap Tangan (OTT)” pelaku perambahan kawasan hutan konservasi di Desa Keude Trumon yang diduga melibatkan anaknya.

“Sebagai bukti bahwa saya sama sekali tidak terlibat dalam kasus itu, sampai saat ini belum ada upaya dari saya untuk melakukan langkah-langkah pembelaan terhadap anak saya. Sebab saya sangat menghargai proses penegakan hukum yang sedang berlangsung. Jika memang benar anak saya bersalah silakan diberi sanksi terhadap dia,” tegasnya.

Zulhelmi menyatakan lahan yang rencananya akan digarap oleh anaknya tersebut merupakan tanah pusaka milik orang tua almarhum istri pertamanya yang telah meninggal dunia akibat tsunami di Banda Aceh tahun 2004.

“Lahan sawit itu milik almarhum istri pertama saya yang diwariskan oleh orang tuanya. Perlu diketahui bahwa keberadaan perkebunan sawit di lokasi itu telah ada sejak puluhan tahun silam. Bahkan sawit yang telah besar itu saya sendiri yang tanam sekitar beberapa tahun lalu. Di lokasi itu, juga ada ratusan hektare kebun sawit lainnya milik masyarakat,” ujar Zulhelmi.

Itu sebabnya, Zulhelmi mempertanyakan kenapa pihak BKSDA Aceh baru sekarang melakukan penindakan di lapangan. “Kenapa penindakan itu hanya terhadap anak saya, lalu bagaimana dengan keberadaan kebun sawit milik masyarakat lainnya?”

Sementara itu, Kanit II Tipiter Satreskrim Polres Aceh Selatan Ipda Adrianus, S.E., menyatakan, hasil pemeriksaan dua saksi pekerja lapangan berinisial RS, 55 tahun, dan JH, 21 tahun, 3 November 2016, mengakui bahwa langkah penggalian parit lahan tersebut suruhan PR yang merupakan anak Ketua DPRK Aceh Selatan.

“Sebagai operator alat berat, mereka dibayar oleh PR sebesar Rp220.000/jam untuk penggalian parit. Mereka sudah bekerja selama 35 jam atau sepanjang 800 meter dari rencana sebelumnya sepanjang 1.000 meter,” ujar Adrianus.

Menurutnya, di lokasi tersebut pihak BKSDA Aceh telah membebaskan lahan dari badan jalan desa masuk ke dalam kawasan hutan konservasi sepanjang 300 meter. Namun PR sudah melakukan penggalian parit sepanjang 800 meter sehingga lahan konservasi yang telah dirampas sekitar 500 meter.  

Terkait keberadaan alat berat excavator (ekskavator) atau sering disebut beko yang masih berada di lokasi lahan tersebut, kata Adrianus, sampai saat ini belum bisa dievakuasi ke Mapolres Aceh Selatan untuk dijadikan barang bukti (BB). Sebab kondisi alat berat tersebut sedang rusak.

“Namun kuncinya sudah kami amankan. Kami juga telah meminta kepada operator alat berat itu supaya segera memanggil teknisi untuk memperbaiki alat berat tersebut supaya bisa segera dievakuasi ke Mapolres Aceh Selatan,” tandasnya.

Ia melanjutkan, setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap dua pekerja lapangan, Kamis (kemarin), pihaknya akan meminta keterangan saksi PR. “Surat panggilan terhadap saksi PR sudah kami layangkan pada Rabu (2/11) lalu untuk hadir di Mapolres Aceh Selatan pada Selasa (8/11) guna menjalani pemeriksaan sebagai saksi,” katanya.

Polres Aceh Selatan juga telah melayangkan surat panggilan terhadap petugas Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan (BPKH) atas nama Jati Waluta, 35 tahun, dan petugas Planologi Dinas Kehutanan Provinsi Aceh untuk dimintai keterangannya sebagai saksi ahli.

“Kami juga telah melayangkan surat panggilan terhadap Kepala Desa Keude Trumon atas nama Jaidir, 50 tahun,” pungkas Adrianus.[]

Laporan Hendrik

Baca juga: