Selasa, September 17, 2024

Sambut Maulid Nabi, Jufri...

ACEH UTARA - Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 Hijriah atau...

Panitia Arung Jeram PON...

KUTACANE - Panitia Pertandingan Cabang Olahraga Arung Jeram PON XXI Aceh-Sumut melarang belasan...

Salahkah Jika Tak Mampu...

Oleh: Muhammad Syahrial Razali Ibrahim, Ph.D., Dosen Fakultas Syariah IAIN Lhokseumawe Perbincangan seputar kompetensi...

Pengunjung Padati Venue Arung...

KUTACANE - Ribuan pengunjung dari berbagai daerah mendatangi arena arung jeram Pekan Olahraga...
BerandaKetua IDI Aceh:...

Ketua IDI Aceh: Tracing Aktif Masih Kurang Penyebab Positivity Rate Meningkat

BANDA ACEH – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, Safrizal Rahman, mengatakan berdasarkan aturan dari World Health Organization (WHO) untuk memulai adaptasi kebiasaan baru (new normal), positivity rate kasus Covid-19  harus di bawah 5 persen. 

Safrizal menuturkan, kasus Covid-19 di Aceh tidak terkendali lantaran positivity rate-nya sudah di atas 10 persen. “Kalau sudah di atas 10 apapun cerita orang tidak akan percaya Aceh bisa mengendalikan Covid-19. Artinya Covid di Aceh ini dalam kondisi tidak terkendali, sebenarnya dengan pemeriksaan kita belum aktif tracing,” kata Safrizal Rahman saat dihubungi portalsatu.com, Selasa, 1 September 2020.

Menurut Safrizal, IDI Aceh telah berkali-kali mengingatkan Pemerintah harus ada langkah-langkah sistematis, terstruktur dan bersama-sama serentak. Intinya adalah ketika angka positivity rate tinggi itu kapasitas kesehatan akan semakin lemah. 

“Jadi kalau kapasitas kesehatan kita lemah maka takutnya nanti pengobatan kita tidak standar dan kemudian kita menyebabkan penularan-penularan dan mengakibatkan klaster-klaster baru,” ujarnya.

Safrizal menilai, kalau berkaca pada pola penanganan yang ada di beberapa daerah, polanya cukup jelas dilakukan tes aktif kemudian lakukan tracing dan tracking lalu treatment isolasi. Di samping juga edukasi masyatakat. Dan ini butuh waktu agar masyarakat paham.

“Kalau saya mengatakan untuk Aceh 4T ini harus dijalankan yakni Tracing, Tracking, Treatment dan Tokoh agama,” ungkapnya.

Untuk membuat masyarakat paham, lanjut Safrizal, harusnya ada aturan-aturan yang mendorong masyarakat supaya patuh. Ini dilakukan di negara-negara maju untuk mengimbau kepatuhan masyarakat itu mereka membuat aturan-aturan denda.

“Tinggi angka positivity rate inikan ibaratnya kayak harimau yang sudah berada dimana-mana dan 80 persen dari kasus Covid-19 inikan tidak bergejala, sehingga kalau kita tidak melakukan tracing aktif, tidak melakukan tes dalam jumlah banyak, takutnya yang tidak bergejala ini bergerak terus menambah ke orang lain, menularkan ke orang lain. Jadi tidak selesai-selesai kita, itu problemnya,” pungkasnya.[]

Baca juga: