INI cerita tentang orang yang mengaku dirinya gila. Berpakaian Pegawai Negeri Sipil, berdasi, mengenakan peci, sepatu, lengkap dengan badge nama. Adalah Drs Ismayadi, SMPH, M.Kes nama yang tertera di atas saku kanan baju yang dikenakannya.
“Titel ini warisan ayah Saifuddin,” ujarnya sembari memesan segelas susu dingin di Kantin SMEA, Banda Aceh, Rabu, 2 Maret 2016.
Saifuddin yang dimaksud adalah almarhum Saifuddin AR. Dia merupakan mantan Kepala Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. Ismayadi menyebut Saifuddin sebagai ayah karena kepedulian almarhum kepada orang-orang sepertinya. Semasa hidup dan menjabat Kepala RSJ Banda Aceh, Saifuddin AR memboyong Adi–sapaan Ismayadi–ke rumahnya.
“Seperti kata pepatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Nah, ayah meninggalkan titelnya. Tacok keutanyo kon jeut? Baje, peci, sepatu, dasi nyo mandum atra gobnyan,” kata Adi yang mengaku asal Pidie ini.
Adi kerap terlihat di Kantin SMEA. Terkadang pagi jelang siang, tak jarang juga siang hingga petang seperti halnya hari ini. Saban harinya, Adi memikul tas layaknya pegawai kantoran. Di dalam tas tersebut terdapat semir hitam dan coklat selain peralatan semir lainnya. Mondar mandir dari satu meja ke meja di warung kopi yang ramai disinggahi para politisi nanggroe ini.
“Semir sepatu pak?” Begitu biasanya Adi menawarkan jasanya kepada para pelanggan Kantin SMEA. Tak jarang, orang-orang yang tidak mengetahui latar belakang Adi terkekeh. “Baje cukop stedi, pakon roh semir sepatu?”
“Lon pungo pak. Nyoe hai ubat cukop jai mantong lon jep (saya gila pak. Ini obat masih banyak masih saya minum),” ujar Adi meyakinkan orang-orang yang tidak sengaja mencibirnya.
Meski seringkali singgah di warung kopi, Adi mengaku tidak pernah menyeruput kopi. Baginya minuman itu sangat berbahaya bagi kesehatannya. “Han jeut keunong kupi, langsung dipoh bak ulee. Nyoe susu dingin baro jeut lon jep. Watee di rumoh saket, lon biasa keunong susu. Tapi biasa susu Milo, dipeuget lam tima, kamo jep saboh glah sapo,” katanya ketika orang-orang menawarkannya segelas kopi.
Adi turut menceritakan bagaimana kehidupannya selama di RSJ Banda Aceh. Termasuk bagaimana dekatnya mereka dengan almarhum Saifuddin AR.
“Jino bagi lon sipeu sagai, ku kerja minta peng haleu. Hana pajoh hareum. Nyoe na peng, puleh pungo lon. Meu ureung waras mantong jeut pungo meunyo hana peng. Na beutoi lon peugah?”
Dia mengaku setiap harinya menargetkan pendapatan Rp100 ribu dari hasil menyemir sepatu. Uang tersebut dipergunakannya untuk membayar listrik rumah almarhum Saifuddin AR, yang hingga sekarang masih ditempati olehnya bersama seorang teman dan keponakan Saifuddin. Selain itu, uang tersebut dipakainya untuk makan dan membeli obat.
Adi yang mengaku tinggal di daerah Ilie, Ulee Kareng, ini sering bertandang ke Warkop SMEA menggunakan sepeda motor matic keluaran terbaru. Namun dia tidak menceritakan darimana asal muasal sepeda motor itu.
“Nyoe kamoe sipeu sagai, na peng puleh pungo. Jadi hana peu jak jok nyo jeh. Lage Gubernur jinoe, jak jok cangkoi ngon mesin cop ija keu kamo. Keupeu? Keu ureung pungo jak jok cangkoi nyoe kon patah mata-mata cangkoi dan dicop jaro droe ih. Kon cukop tiga ureung pungo, meu lam sel (RSJ) mantong jeut diteubit dilheup ubong meunyo ka dilhap meujak wo u rumoh,” cerita Adi.
Dia turut menceritakan betapa senangnya mereka ketika Gubernur Aceh yang dulu memberikannya uang senilai Rp5 juta. “Nyan baro hebat. Pungo gubernur dijok peng keu kamo, senang kamo nyoe lage nyan,” katanya sembari menenggak susu dingin.
Adi kemudian mulai menganalisa dunia politik di Aceh jelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2017. Salah satunya mengenai perpecahan internal Partai Aceh, termasuk konflik antara Gubernur Zaini Abdullah dengan Wakil Gubernur Muzakir Manaf.
“Doto ngon Mualem menang nyoe di ek lom dua jih. Meunyoe han di ek dua, han akan menang. Nyo lon jok contoh beuh, masa Irwandi di ek gubernur, Nazar pih di ek gubernur. Na menang? Man dua taloe. Jadi meunan cit ngon Doto dan Mualem,” kata Adi.
Dia mengatakan petinggi Partai Aceh tersebut akan kalah dalam Pemilukada 2017. Menurutnya pemenang pemilihan umum kepala daerah nanti adalah pihak lain yang menjadi kompetitor Partai Aceh. Bagi Adi, perpecahan internal elit PA sebagai penguasa mayoritas parlemen ini akan membingungkan para pemilih mereka. Akibatnya suara mereka akan pecah di bawah.
Saat ditanyakan bagaimana bisa peraih suara terbanyak di Pileg 2014 kalah, Adi mengatakan, “hai nyoe analisa lon ureung pungo.”
Pria ini juga menyebutkan Illiza yang akan gagal kembali mencalonkan diri menjadi walikota periode berikutnya. Menurutnya apa yang diraih Illiza saat ini hanya disebabkan ketokohan almarhum Mawardi Nurdin. “Dua goe di ek, man dua go meunang. Kon karena Illiza, tapi Mawardi,” katanya.
Di sisi lain, Adi mengeluhkan penyelenggara pemilu yang tidak memberikan kesempatan untuk mereka memilih di setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Padahal, kata Adi, jumlah orang gila di Aceh itu sangat banyak. “Nyoe ta peusapat na meu saboh batalyon gadoh suara. Tapi kamoe han dibi memilih. Na tom uroe nyan kamo dibagi-bagi pamflet kiban cara memilih. Dipeureuno na gamba pat ta coblos. Bak uroe pemilihan, kamoe ka meukumpo bak TPS, tapi dipeulet kamo. Lon-lon payah ku plung,” katanya seraya mengulum asap tembakau.
Apa yang dibahas oleh pria berkulit sawo matang ini tidak menunjukkan ianya (maaf) gila. Namun dia meyakinkan dirinya sebagai salah satu pasien RSJ Banda Aceh dengan menunjukkan foto keikutsertaannya dalam pekan olahraga orang gila se-Indonesia. Dia juga turut memperlihatkan foto dirinya bersama Saifuddin AR ketika dibawa ke Bandung. “Nyan lon geuba u Bandung sebagai pasien teladan le ayah (Saifuddin),” katanya.
Adi kemudian menenggak habis susu dingin miliknya. Membuang puntung rokok kretek yang sudah nyaris tinggal secuil. Dia bangkit, tersenyum seraya mengerling kepada saya. Adi berlalu menuju parkiran Kantin SMEA dan merogoh kunci sepeda motor matic miliknya. Dia pergi, sementara saya terkesima. “Ada pesan yang disampaikan dari orang yang mengaku (maaf) gila itu,” batin saya.[]