BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya, mengajak semua elemen masyarakat Aceh untuk bersama-sama ikut berkontribusi dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
“Karena draf (revisi UUPA) ini adalah draf undang-undang untuk Aceh dalam mengatur dirinya sendiri di semua sektor publik. Itu yang ditulis dalam Mou Helsinki,” ujar Pon Yaya kepada portalsatu.com di sela-sela penutupan Mubes III Partai Aceh, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Ahad, 27 Februari 2023, malam.
Pon Yaya menyebut DPRA telah membentuk Tim Advokasi UU No. 11/2006 untuk memperjuangkan revisi UUPA agar sesuai dengan Memorandum of Understanding (Mou) Helsinki.
Sebab, kata Pon Yaya, UUPA saat ini belum sesuai amanah MoU Helsinki. Contohnya tidak masuknya butir-butir MoU Helsinki dalam konsideran UUPA. Selain itu, kata dia, MoU Helsinki sudah menjelaskan cuma enam kewenangan pemerintah pusat di Aceh. “Selebihnya semua bisa diatur oleh Aceh sendiri,” ucapnya.
Menurut Pon Yaya, naskah akademik dan draf revisi UUPA sudah siap, tinggal penyempurnaan. DPRA dan Tim Advokasi akan melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di kabupaten/kota se-Aceh.
“Guna menyampaikan draf yang sudah ada, dan menjaring masukan-masukan dari seluruh tokoh masyarakat untuk penyempurnaan draf tersebut,” ujar Pon Yaya.
Pon Yaya menambahkan setelah RDPU itu selesai semua tim akan kembali ke DPR Aceh untuk melakukan rapat finalisasi draf revisi UUPA.
Selanjutnya, kata Pon Yaya, DPRA akan memberitahukan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bahwa sesuai pasal 269, rencana melakukan perubahan UUPA terlebih dahulu meminta pertimbangan DPR Aceh.
“Kami akan mengundang DPR RI untuk mengambil draf tersebut dalam rapat paripurna DPR Aceh,” ucap Pon Yaya.
Sebelumnya, Pon Yaya menyebut dalam draf baru UUPA banyak pasal yang ada saat ini perlu direvisi karena tidak sesuai kehendak perdamaian Aceh MoU Helsinki.
Pon Yaya mengatakan semangat lahirnya UUPA dari kesepahaman damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki Finlandia, 2005 silam.[](Adam Zainal)