BANDA ACEH – H. Muzakir Manaf alias Mualem dan H. Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA) periode 2023-2028 dalam Musyawarah Besar di Banda Aceh, Ahad, 26 Februari 2023.
Ketua Panitia Musyawarah Besar (Mubes) III DPA PA, Saiful Bahri alias Pon Yaya, mengatakan Partai Aceh memang harus dikomandoi Mualem. Karena, kata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh itu, tujuan Partai Aceh untuk mewujudkan apa yang terkandung dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
“Maka sampai 10 periode tetap Mualem (sebagai Ketua Umum DPA PA), kalau Mualem panjang umur. Karena Mualem merupakan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Nanggroe Aceh, meskipun saat ini Partai Aceh memiliki banyak tokoh atau kader potensial,” kata Pon Yaya kepada portalsatu.com di sela-sela Mubes III DPA PA, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Ahad, 26 Februari 2023, malam.
Pon Yaya menyebut sejak didirikan tahun 2009 silam, Partai Aceh yang merupakan partai lokal pertama di Aceh sudah dipimpin Mualem, mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menurut Pon Yaya, jika pada masa konflik Aceh, Mualem dan pasukannya berjuang menggunakan senjata, setelah terwujudnya perdamaian melalui penandatanganan MoU Helsinki antara Pemerintah RI dengan GAM, beralih ke perjuangan politik melalui Partai Aceh.
“Mualem punya kemampuan, punya kharismatik, punya korelasi sejarah antara perang senjata dengan perang politik hari ini. Ya, mesti Mualem,” ujar Pon Yaya.
Pon Yaya menuturkan usai Mubes III DPA PA akan berupaya mengevaluasi dan membuat manajemen yang transparan atau terbuka bagi semua elemen, terutama rakyat Aceh. “Supaya rakyat dapat menilai, kemudian bergabung dan bersama-sama. Ini sesuai dengan tema Mubes III Partai Aceh, ‘Meusaboh Tanyoe Meuhase, Meu-tjre Bre Tanyoe Binasa (Bersatu Kita Berhasil, Bercerai-berai Kita Binasa)’,” tuturnya.
“Kita usahakan terbuka dan transparan sama teman-teman dan seluruh masyarakat Aceh. Memang harus terbuka, kalau mampu katakan mampu, kalau bisa katakan bisa, kalau tidak katakan tidak. Jangan memberi harapan-harapan atau janji,” tambah Pon Yaya.
Pon Yaya menyebut sebagai partai lokal pertama di Aceh, Partai Aceh tetap terus semangat. “Karena merasa tujuan kami belum tercapai. Kami menginginkan Aceh yang sejahtera, Aceh yang bisa berdiri di kakinya sendiri sesuai dengan MoU Helsinki,” ucapnya.
Menurut dia, Partai Aceh akan terus berjuang untuk kesejahteraan rakyat dan Aceh bisa mengatur diri sendiri. “Walaupun perjalanan ini begitu berat. Kami tahu berat,” ujar Pon Yaya.
Pon Yaya mengaku tidak merasa heran dengan lahirnya banyak partai lokal di Aceh. Sebab, Partai Aceh sendiri merupakan sebuah organisasi berlatar belakang perjuangan. “Tentu terkawal dan terpimpin,” katanya.
Dulu saat konflik Aceh, tambah Pon Yaya, ada juga tokoh-tokoh Aceh yang membuat organisasi tandingan. “Jadi, kita tidak takut dengan adanya parlok baru yang ingin merebut kekuasaan di Pemerintah Aceh pada Pemilihan Umum 2024 nanti,” tuturnya.[](Adam Zainal)