JANTHO – Penggagas sekaligus pemilik pusat belajar pertanian terpadu Lamteuba, Muslahuddin Daod menjelaskan, pihaknya sangat senang dengan keberhasilan tersebut, dikarenakan komoditi bawang merah yang ditanam sangat minim faktor pendukungnya.
“Misalnya air yang masih mengandalkan tadah hujan, pola tanam awal yang masil alami tanpa menggunakan mulsa, pengendalian hama dan penyakit tanaman harus dihemat serta faktor pendudung lainnya,” jelasnya.
Muslahuddin Daod menambahkan, metode penanaman yang menggabungkan pola tradisional dan perawatan mengawinkan agroclimate dan kebutuhan tanaman sesuai tahapan tersebut merupakan salah satu role model yang dapat diplikasi. “Keberhasilan ini sangat bermakna karena harga bawang merah juga dalam kondisi yang mahal di atas Rp30 ribu,” katanya.
Muslahuddin Daod merencanakan pembangunan pusat belajar tersebut secara lengkap mulai dari kelengkapan sarana prasarana pelatihan hingga demoplot seluruh komoditi yang layak sebagai sekolah lapangan.
“Pertanian terpadu dalam ini adalah kombinasi tanaman kehutanan, perkebunan, hortikultur, farmakultur, perikanan, hingga peternakan. Peserta didik nantinya akan memiliki keahlian untuk memproduksi dengan hasil maksimal dari setiap komoditi. Pilihan komoditi akan disesuaikan dengan lokasi yang akan direplikasi dan target penghasilan yang diharapkan; skala kecil, sedang atau besar,” lanjutnya.
Muslahuddin Daod berharap replikasi tersebut akan terjadi pada petani perorangan, kelompok, koperasi, BUMG atau bahkan korporasi. “Selain budi daya di sini juga akan dilatih soal penyediaan agro input, vulue link dan nilai tambah, market linkage dan penguatan kelembagaan,” pungkasnya.[**]