BerandaBerita Banda AcehRealisasi APBA 2022 Baru 54%, 'Percepat Belanja Modal Untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi'

Realisasi APBA 2022 Baru 54%, ‘Percepat Belanja Modal Untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi’

Populer

BANDA ACEH – Realisasi keuangan APBA tahun 2022 per 30 September baru 54,3% dari target 65%. Serapan duit Aceh pada September naik sekitar 6% dari realisasi per Agustus. Dengan demikian, Pemerintah Aceh harus mampu merealisasikan sekitar 45% lagi dana APBA dalam tiga bulan akhir tahun ini.

Dilihat portalsatu.com pada aplikasi Percepatan dan Pengendalian Kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (P2K-APBA), Ahad, 2 Oktober 2022, pagu APBA 2022 Rp16,17 triliun (T) terdiri dari belanja operasi Rp9,44 T, belanja modal Rp3,04 T, belanja tidak terduga Rp448,85 miliar, dan belanja transfer Rp3,22 T lebih. Realisasi belanja operasi per September sebesar 60,55% dari target 73,54%, sementara serapan belanja modal baru 42,17% dari target 58,19%.

Realisasi keuangan APBA 2022 per triwulan ketiga memang sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 dan 2020 yang masing-masing hanya 41% dan 47% per September. Namun, jangan sampai kinerja pelaksanaan APBA pada sisa tahun anggaran ini masih berjalan lambat. Kondisi serapan APBA 2021 dan 2020 sampai akhir tahun yang masing-masing hanya 83% dan 84%, semestinya menjadi bahan evaluasi pada tahun 2022. “Ini penting supaya Pemerintah Aceh tidak ‘terperosok ke lubang yang sama’ apabila punya komitmen ‘hari ini harus lebih baik dari kemarin’,” ucap Faisal, warga Banda Aceh setelah memantau data realisasi APBA via aplikasi TV Monitor P2K-APBA.

Sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) realisasi anggarannya hingga triwulan ketiga berlalu masih tampak minim. Di antaranya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serapan dananya baru 34,41% dari target 37%; Sekretariat Badan Reintegrasi 34,99% dari target 43,01%; Dinas Peternakan 41,26% dari target 44,38%; Bappeda 48,79% dari target 52,82%; dan Dinas Pengairan 49,40% dari target 51,53%.

Sementara SKPA yang realisasi dananya berhasil melampaui target, di antaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebesar 53,80% dari target 46%; Dinas Perhubungan Aceh 66,59% dari target 60,31%; dan Biro Kesra 54,42% dari target 50,04%. Begitu juga Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Dinas Pendidikan Dayah, dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang masing-masing serapan keuangannya melebihi target.

Berdasarkan data “Pantau Aktivitas Strategis APBA 2022” per 30 September, dari total 1.489 paket senilai Rp1,78 T tersebar di 37 SKPA, sebanyak 252 paket belum mulai kerja, paling banyak di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) 206 paket dan DKP 36 paket. Selain itu, 47 paket belum tanda tangan kontrak, paling banyak di DKP 21 paket dan Dinas Perkim 15 paket.

Data “Pantau Aktivitas Strategis Otsus Kabu-Kota 2022”, dari total 1.356 paket senilai Rp1,69 T lebih, sebanyak 123 paket belum tanda tangan kontrak.

Pemerintah Aceh menargetkan serapan APBA 2022 sampai 31 Desember nanti sebesar 95%. Publik berharap Pemerintah Aceh mampu mencapai target tersebut, bahkan melebihi target itu. “SKPA-SKPA perlu memacu serapan belanja modal yang sampai sekarang masih minim,” kata Rizal, mahasiswa di Banda Aceh.

Rizal, Faisal, dan warga lainnya berharap pula kinerja Pemerintah Aceh pada tahun 2023 mendatang bisa lebih maksimal lagi agar kran duit Aceh tidak hanya “tumpah ruah” akhir tahun. Sebab, tahun anggaran 12 bulan (empat triwulan) dimulai Januari, bukan dari Oktober ke Desember. Artinya, Pemerintah Aceh punya waktu sangat panjang dari Januari hingga September untuk merealisasikan anggaran mencapai 75%, sehingga tidak terkesan “tancap gas” di akhir tahun. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Aceh masih bergantung pada perputaran uang dari APBA dan APBK.

Rekomendasi Bank Indonesia

Dalam “Laporan Perekonomian Provinsi Aceh Agustus 2022”, Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Aceh pada tahun 2022 tumbuh 2,94%-3,74% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh 2,79% (yoy). Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja ekonomi diperkirakan didorong komponen konsumsi rumah tangga, total net ekspor, dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB). Sedangkan dari sisi Lapangan Usaha (LU), pertambangan dan penggalian, perdagangan serta transportasi diyakini akan menjadi pendorong laju pertumbuhan dari sisi LU.

Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Aceh pada Juli 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi mengalami peningkatan. Hal tersebut seiring melandainya kasus Covid-19 di Aceh beberapa bulan terakhir dan didukung optimisme perekonomian secara nasional. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Agustus 2022 tercatat sebesar 110,7 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Akan tetapi, kinerja komponen konsumsi pemerintah pada 2022 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) dan Direktorat Jenderal Perbendahaan (DJPb) Aceh kepada BI, terdapat penurunan pagu anggaran baik bersumber dari APBD maupun APBN.

Berdasarkan Qanun Aceh No. 1 tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2022, rencana Belanja Aceh 2022 senilai Rp16,17 triliun, lebih rendah dibandingkan 2021 yang sebesar Rp16,76 T.

BI memberikan sejumlah rekomendasi. Di antaranya, percepatan realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja modal diperkirakan memiliki multiplier effect terhadap perekonomian, sehingga percepatan realisasinya perlu ditingkatkan.

Menurut BI, diperlukan langkah kebijakan yang ketat oleh pemerintah pusat dan daerah dalam mempercepat pelaksanaan belanja di daerah. Antara lain melalui: penerapan kebijakan pelaksanaan transfer ke daerah berdasarkan kinerja penyerapan anggaran dan output di daerah, melalukan monitoring posisi kas dan simpanan pemda di perbankan, dan memberlakukan sistem reward/punishment.

Reward dilakukan melalui Dana Insentif Daerah yang diberikan ke daerah berprestasi berdasarkan kinerja keuangan, termasuk total penyerapan belanja daerah. Punishment diberlakukan melalui kebijakan konversi Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum terhadap daerah dengan jumlah simpanan tidak wajar.

Rekomendasi BI berikutnya, mendorong percepatan pemulihan ekonomi melalui penguatan Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan. Potensi pada sektor hulu dimiliki Aceh bisa dioptimalkan untuk mendorong sektor industri pengolahan sebagai sektor yang aman untuk dibuka, memiliki daya ungkit, menyerap tenaga kerja, serta memberikan multiplier effect yang besar.

Pemetaan pohon industri dari masing-masing komoditas unggulan serta kajian teknis mengenai potensi dari tiap pohon industri mutlak dibutuhkan agar tidak terjadi jumping lapangan usaha dari LU pertanian, perikanan, dan kehutanan ke LU perdagangan besar dan eceran, tanpa melalui penambahan nilai yang dapat diberikan LU industri pengolahan.

Ini penting agar Aceh tidak kehilangan nilai tambah yang seharusnya bisa diciptakan oleh industri pengolahan.[](nsy)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya