JAKARTA – Konflik gajah liar dengan manusia di Aceh menjadi perhatian Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Persoalan tersebut kini masuk dalam kesimpulan rapat komisi yang membidangi urusan pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan perikanan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Ir. H. T. A. Khalid, M.M., asal Aceh berhasil membawa persoalan konflik gajah liar itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Pejabat Esselon I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Kamis, 27 Mei 2021.
Hal itu disampaikan TA Khalid ketika membacakan pandangan Fraksi Gerindra terkait kasus konflik satwa liar di Aceh agar dapat diselesaikan dan masuk dalam kesimpulan rapat.
“Permasalah gajah di Aceh bukan permasalahan kemarin, itu sudah bertahun-tahun dan belum pernah diselesaikan. Maka pada forum ini saya meminta dukungan pimpinan dan anggota agar penyelesaian konflik gajah di Aceh masuk dalam kesimpulan rapat hari ini,” kata TA. Khalid.
Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan dukungan dari Kapoksi Fraksi Partai Gerindra Komisi IV DPR RI, Ir. KRT. H. Darori Wonodipuro, M.M., yang juga mendesak agar penyelesaian konflik gajah liar di Aceh bisa ditangani dengan baik.
Darori meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengangarkan anggaran di tahun 2022 nanti.
Situasi sedikit alot ketika masuk kesimpulan RDP. Akhirnya, permintaan penyelesaian konflik gajah di Aceh berhasil masuk dalam kesimpulan Rapat Komisi IV DPR RI pada poin 7.
Isinya, Komisi IV DPR RI meminta KLHK melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem untuk menyelesaikan permasalahan konflik satwa liar dengan manusia, termasuk konflik gajah di Provinsi Aceh dan provinsi lainnya secara komprehensif, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
Lihat juga videonya, klik TA Khalid: Permasalah Konflik Gajah di Aceh Harus Segera Diselesaikan Secara Konkret
Komisi IV DPR RI juga meminta pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove serta KLHK untuk melakukan penyesuaian minimal 15 persen dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) dalam rangka melaksanakan rehabilitasi mangrove serta rehabilitasi hutan dan lahan di luar 9 provinsi yang menjadi wilayah pengelolaan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, melalui program padat karya sebagai salah satu alternatif dalam mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional pada masa Pandemi Covid-19.[](*)