BerandaInspirasiBudaya Cek Midi: Situs di Banda Aceh Harus Menjadi Tempat Kunjungan PKA

[WAWANCARA] Cek Midi: Situs di Banda Aceh Harus Menjadi Tempat Kunjungan PKA

Populer

“Ini yang harus dipikirkan. Semua situs-situs yang ada di Banda Aceh mesti menjadi tempat kunjungan pada PKA tahun ini,” ujar Cek Midi.

BUDAYAWAN sekaligus Pendiri Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi Abdul Hamid, atau akrab disapa Cek Midi, meminta Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh untuk betul-betul matang dalam pagelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) tahun ini.

Maka, dengan akan digelarnya PKA VIII, Cek Midi berharap kepada pelaksana untuk menata dengan baik tempat-tempat yang nantinya akan dipakai sebagai lokasi pagelaran.

Dikunjungi Portalsatu.com, Rabu malam, 15 Februari 2023, di Banda Aceh, Cek Midi mengaku setuju bila dilaksanakan di Blang Padang. Namun, di mana ada keramaian di situ tentu banyak pasar.

“Lapak orang-orang kecil yang berjualan. Tapi harus diatur dengan baik dan teratur, jangan campur–aduk seperti PKA yang lalu,” kata Cek Midi.

Ia mengusulkan, bila disebut sebagai PKA, maka seluruh nisan-nisan tua tinggal yang terdaftar yang ada di Banda Aceh harus dibuka.

“Seperti makam Teungku Chik Di Bitai, Syiah Kuala dan makam-makam raja dan para ulama di Gampong Pande,” ujarnya.

Cek Midi menyebutkan, inilah peran Almuniza Kamal selaku kepala Disbudpar. Harapannya, ia dapat berpikir sampai ke situ. Seperti makam Syiah Kuala yang sudah dikenal sepenjuru negeri.

“Ini yang harus dipikirkan. Semua situs-situs yang ada di Banda Aceh mesti menjadi tempat kunjungan pada PKA tahun ini,” ujarnya.

Kata Cek Midi, PKA menjadi kesempatan bagi para tamu atau pendatang luar yang bertujuan melihat langsung nilai kebudayaan Aceh beserta situs-situs sejarah makam para raja.

“Selama ini, PKA hanya fokus di taman Sulthanah Safiatuddin. Fokus di satu tempat. Usulan ini, kan belum pernah dibuat,” terangnya.

Wali Nanggroe Mesti di Depan

Menurut Cek Midi, pada pergelaran PKA tahun ini banyak ruang yang bisa dipakai dan digunakan, salah satunya di gedung Wali Nanggroe. Itu bisa juga dipakai.

“Bakhan, Wali Nanggroe sendiri harus di depan dalam urusan kebudayaan Aceh,” tuturnya.

Cek Midi mengharapkan, semua situs yang ada di Banda Aceh, mesti juga dibuat secara resmi sebagai kunjungan pada gelaran PKA VIII nantinya. Jadi tak hanya fokus pada tempat yang sempit dan menyesakkan jalan di kelilingnya.

“Jangan fokus di taman Sulthanah Safiatuddin. Sempit, orang jualan di situ, pameran di situ, semua di situ. Kalau hal ini bisa dipilah-pilah oleh Kadis sekarang, itu sangat bagus,” ucapnya.

Bila Kepala Disbudpar bisa melakukan itu, kata Cek Midi, itu akan sangat bagus dan profesional. Artinya bisa menghadirkan nuansa kebudayaan Aceh itu sendiri.

Nilai Budaya Original dan Qanun Meukuta Alam

Beli berbicara nilai budaya, sebut Cek Midi, yang menonjol untuk ditampilkan adalah produk-produk tradisional bila berbicara politik dan tata negara.

“Maka tampilkan naskah asli qanun Meukuta Alam yang menjadi rujukan sebagai Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) sekarang,” katanya.

Pada dasarnya, dalam kancah perpolitikan, kata Cek Midi, orang Aceh bukanlah orang yang suka berseteru antara sesama. Lebih mengedepan sopan santun.

“Merasa bersaudara. Semua harus tahu bagaimana diplomatik orang Aceh dulu, ini harus diputar atau harus disampaikan oleh para pakar budaya pada pergelaran PKA nantinya,” ungkap Cek Midi.

Selain itu, kata Cek Midi lagi, apalagi di ada Majelis Adat Aceh. Hal itu harus dipaparkan ke publik perihal ilmu tata negara Aceh, sebagaimana tersebut dalam Tajussalatin.

“Itu harus diberitahu. Aceh dulu tidak ada politik fitnah seperti sekarang. Aceh tetap santun dan berwibawa,” ulasnya.

Ia menambahkan, yang perlu ditonjolkan lagi dalam PKA nantinya adalah bahasa Aceh. Kalau bisa, seluruh bahasa Aceh dibuat semacam sayembara atau festival.

“Jadi semua orang akan senang, mendapatkan nilai kebudayaan yang sebenarnya,” tandasnya.

Bila nantinya, hal ini yang dilakukan, sebut Cek Midi. Masyarakat tentu akan merasa dihormati dan dihargai.

“Ini PKA mesti yang ‘mewah-mewah, yang elit-elit saja’. Tidak akan ada arti bagi masyarakat,” timpalnya.

Pentingya Sayembara

Cek Midi menuturkan, banyak hal dalam kebudayaan Aceh yang perlu disayembarakan lagi. Semisal bahasa, seudati yang hampir dan punah, kuliner-kuliner Aceh.

“Ini juga perlu ditampilkan dalam PKA. jangan Tampilkan budaya orang lain, sebab ini konteksnya PKA,” tegasnya.

Ia mengatakan, PKA adalah kesempatan untuk memperkenalkan kebudayaan Aceh yang murni, yang asli dan kaya.

“Hari ini murni atau tidak, ini kebudayaan Aceh,” selanya.

Jadi, sambung Cek Midi, bila punya komitmen dan konsisten dalam melaksanakan even empat tahunan seperti PKA, maka acuan pelaksanaan mesti seperti PKA I, PKA II dan PKA III.

“Dulu PKA dibuka oleh pejabat negara. Datang dari Jakarta,” paparnya.

PKA yang dulu-dulu, kisah Cek Midi, dilaksanakan di Padang Arafah (Blang Padang, kini). Lapak pedagang tidak boleh ada di sana. Yang jualan sudah disediakan tempat lain oleh panitia. Jadi, polanya teratur.

Cek Midi menginginkan, PKA kali ini harus bisa teratur dan nyaman. Konsepnya harus sudah matang sampai dengan pusat informasi dan publikasi, dipilah antara laki-laki dan perempuan.

“PKA ini bukan semata tugas Disbudpar. Dinas Syariat Islam juga punya budaya islami,” tutup Cek Midi.

Sebagaimana diketahui, PKA VIII akan digelar pada Agustus tahun ini. Hal itu seperti diutarakan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Almuniza Kamal saat dikonfirmasi Portalsatu.com, Kamis 19 Januari 2023.[]

Penulis: Adam Zainal
Editor: Thayeb Loh Angen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya