Kondisi pengungsi di kamp-kamp sangat memprihatinkan. Menu makanan mereka jauh dari standar gizi yang baik. Begitu juga dengan tempat penampungan yang sangat tidak layak huni. Bahkan sebagian masyarakat ada yang menjadi “manusia kapal” yang tinggal di atas boat atau kapal-kapal nelayan. Kota Idi Rayeuk yang sebelumnya ramai dengan aktivitas masyarakat, menjadi kota yang angker dengan puing-puing kehancuran. Idi Rayeuk menjadi kota mati setelah insiden itu.
Perang Idi Rayeuk telah menyebabkan bencana kemanusiaan. Bantuan kepada korban sangat minim. Henry Dunan Centre (HDC) lembaga yang memfasilitasi proses perdamaian Aceh kemudian mengambil inisiatif menyalurkan bantuan untuk merehabilitasi sarana milik masyarakat yang rusak. Untuk program kemanusiaan itu HDC menyumbang US$ 50.000 atau sekitar Rp 500 juta. Dana itu disalurkan melalui Komite Bersama Aksi Kemanusiaan (KBAK) Damai Melalui Dialog (DMD).
Baca Juga: Dialog RI dan GAM di Swiss Hasilkan Konsultasi Keamanan.
Jika dilihat dari kerusakan akibat perang di Idi Rayeuk, jumlah bantuan itu sangatlah minim. Menyadari keterbatasan itu, KBAK melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur.
Beberapa pertemuan dengan wakil gubernur dan wakil bupati dilakukan di sekretariat DMD. Hasilnya disepakati pendanaan bersama(joint funding) Rp 500 juta dengan perbandingan pemerintah provinsi Rp300 juta dan pemerintah kabupaten Rp 200 juta, sehingga total bantuan yang disalurkan ke Idi Rayeuk mencapai Rp 1 miliar.
Untuk menjemin terlaksananya penyaluran bantuan yang baik, HDC dan KBAK melakukan koordinasi dengan Menkopolsoskam Susilo Bambang Yudhoyono, Pangdam I/Bukit Barisan, dan unsur Muspida Aceh Timur. Untuk kelancara program kemanusiaan tersebut Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial dilibatkan secara aktif. Pelaksanaan proyek kemanusiaan tersebut difokuskan kepada orang-orang yang terimbas konflik secara langsung.