Pada 19 Februari 1946 Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) meminta saudagar Aceh untuk membantu perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Para saudagar diminta untuk tidak menjadi spekulan dan menyingkirkan sikap kapitalis. Permintaan itu disampaikan Maklumat Nomor 4 Ketua Bagian Kemakmuran Markas Pesindo Daerah Aceh.
Pada hari itu Belanda juga masih melakukan provokasi ke Aceh, baik melalui serangan laut maupun udara. Di tengah kemelut perang mempertahankan kemerdekaan, para pengusaha Aceh diminta untuk tidak menimbun barang dan logistik kebutuhan masyarakat.
Baca Juga:Pemuda Sosialis Aceh Bentuk Pasukan Divisi Rencong.-rencong/
Benteng-benteng pertahanan rakyat disiapkan di beberapa titik strategis untuk menghalau masuknya kembali tentara Belanda ke Aceh melalui pasukan Sekutu/NICA. Untuk menghadapi segala kemungkinan buruk, maka para saudagar Aceh diminta tidak melakukan penimbunan barang kebutuhan rakyat, tapi tetap menjualnya dengan harga pasar.
Dalam maklumat itu dijelaskan bahwa para saudagar juga bagian dari prajurit negara yang harus siap sedia melatih diri, menghilangkan sifat loba dan tamak, membina para pengusaha baru untuk membangun perekonomian yang sehat.
“Mengalirnya barang-barang atau makanan, pakaian, beras dan lain-lain ke satu jurusan (tangan) serta disimpan untuk spekulasi (menunggu-nunggu naik harga untuk keuntungan yang lebih besar) adalah sifat kapitalis yang mesti disingkirkan untuk menciptakan kemakmuran negara dan rakyat,” tulis maklumat tersebut.
Baca Juga: Sejarah Pembentukan Dewan Perjuangan Daerah Aceh.
Pada hari yang sama, 19 Februari 1946, Ketua Komisi Harta Benda Negara meminta kepada barangsiapa yang mengetahui di mana beradanya harta-harta negara dan orang-orang yang menyimpannya supaya segera memberitahukan ataupun menyerahkannya kepada pihak yang berwajib.
Mereka yang melakukan penyerahan dengan cara sukarela tidak akan dilakukan tuntutan, sebaliknya barang siapa yang sengaja menyembunyikan, menghilangkan ataupun merusakkannya, pihak Komisi Harta Benda Negara tidak akan bertanggungjawab apabila terjadi sesuatu hal.
Lebih jelas tentang itu bisa dibaca dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan halaman 249-250. Buku ini ditulis oleh pelaku pejuang kemerdekaan di Aceh Teuku Alibasyah Talsya dan diterbitkan oleh Lembaga Sejarah Aceh (LSA) pada tahun 1990 atas bantuan Menteri Kopersi, Bustanil Arifin yang juga pelaku pejuang kemerdekaan di Aceh.[]
Baca Juga: Kisah Pertama Kali Komandan GAM dan Komandan TNI Bertemu Satu Meja.