BANDA ACEH – DPR Aceh meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN tidak melanjutkan semua proses perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan di Aceh, termasuk perpanjangan HGU PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I), sampai selesainya polemik regulasi tentang Pertanahan Aceh. Termasuk Qanun Aceh tentang Pertanahan Aceh.
Hal tersebut disampaikan Mawardi M, S.E., Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh, yang hadir langsung dalam rapat koordinasi perpanjangan HGU PT Perkebunan Nusantara I, Kamis, 16 Maret 2023. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Pimpinan DPR Aceh, pimpinan Komisi I, II, dan III DPR Aceh, Pimpinan Pansus Perizinan, Migas, Minerba dan Energi Aceh, serta pihak BPN Kanwil Aceh, Distanbun Aceh, Disnak, Biro Pemerintahan dan Biro Hukum Setda Aceh.
Mawardi atau Tgk. Adek menambahkan bahwa semua perizinan HGU perlu dievaluasi. Selain banyak masalah seperti status tanah yang masuk dalam wilayah perkampungan dan tanah adat, juga selama ini tidak menguntungkan keuangan Aceh maupun kabupaten/kota. Dalam UU Agraria juga mengatur setiap perpanjangan HGU apabila sudah terbentuk perkampungan, sudah ada fasilitas umum dan ditempati masyarakat, maka wajib dikeluarkan ketika perpanjangan HGU seperti di PTPN I Cot Girek, Aceh Utara.
Tgk. Adek meminta disesuaikan dengan regulasi yang lebih tepat. Semestinya pemerintah melakukan pelimpahan kewenangan yang diikutsertakan dengan pelimpahan perangkat sehingga menjadi BPA.
“Sebenarnya, Pemerintah Aceh memiliki wewenang untuk mengatur segala pertanahan di wilayahnya sebagaimana diatur dalam UU No. 11/2006. Namun, polemik regulasi atas pertanahan ini memang belum selesai, maka wajib kita selesaikan,” tegas Tgk. Adek.
Menurut Tgk. Adek, dalam pertemuan tersebut, direkomendasikan juga agar Pemerintah Aceh membentuk tim kajian terkait permasalahan HGU dan berkoordinasi dengan Kanwil BPN Aceh.
“Makanya, komitmen yang kita minta pada Menteri ATR/BPN wajib menggutamakan UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, terkait Perizinan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan di Aceh. Begitu pula atas ketentuan pengelolaan sumber daya alam Aceh lainnya, Menteri ESDM, Menteri Investasi, dan Kepala BKPM juga demikian atas izin pertambangan dan migas,” tegas Tgk. Adek.
Di akhir penjelasannya, Ketua Banleg Aceh menyampaikan bahwa Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri, sesaat setelah selesai rapat koordinasi tersebut, langsung memerintahkan pada pejabat Sekretariat DPR Aceh untuk menyiapkan surat resmi untuk disampaikan langsung kepada Presiden RI, Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Kanwil BPN Aceh. Isi surat tersebut merupakan Rekomendasi DPR Aceh terkait status Perizinan HGU Perkebunan di Aceh.
“Kami atas nama Pimpinan DPR Aceh sangat apresiasi kepada Bapak Presiden Republik Indonesia atas komitmennya dalam menjalankan Undang-Undang No. 11/2006, karena UU inilah yang mempertemukan kepentingan politik para pihak, RI dan GAM dalam membangun masa depan Aceh,” ujar Saiful Bahri.
“Saya dan bersama pimpinan dan anggota DPR Aceh lainnya, terus berupaya agar efektivitas pelaksanaan UU No. 11/2006 dapat kita wujudkan ke depan,” pungkas Tgk. Adek.[](rilis)