BLANGKEJEREN – Gayo Lues masih tercatat sebagai daerah termiskin kedua dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), warga miskin di Gayo Lues mencapai 18.420 jiwa dari total penduduk 99.532 orang, sehingga angka kemiskinan di kabupaten ini sebesar 19,32 persen.
Kepala BPS Gayo Lues, Sardi, S.E., M.Si., ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 18 Februari 2021, mengatakan tahun 2017 angka kemiskinan di Gayo Lues mencapai 21,97 persen dengan nomor urut 23 dari 23 kabupaten/kota se-Aceh (tertinggi persentase penduduk miskin/termiskin di Aceh). Tahun 2018, angka kemiskinan menjadi 20,7 persen, menurun 1,90 persen dari tahun 2017, sehingga Gayo Lues menjadi daerah termiskin kedua di Aceh.
“Tahun 2019, persentase kemiskinan Gayo Lues menjadi 19,87 persen, tapi tetap berada di urutan ke-22 (termiskin kedua) dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Tahun 2020, angka kemiskinan Gayo Lues turun sedikit lagi menjadi 19,32 persen, tapi masih di urutan ke-22 dari 23 kabupaten/kota se-Aceh,” kata Sardi.
Adapun kabupaten/kota tertinggi hingga terendah persentase kemiskinan di Aceh adalah Aceh Singkil, Gayo Lues, Pidie, Pidie Jaya, Bener Meriah, Simeulue, Aceh Barat, Nagan Raya, Subulussalam, Aceh Utara, Aceh Barat Daya, Aceh Tengah, Sabang, Aceh Timur, Aceh Besar, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, Bireuen, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Lhokseumawe, Langsa, dan Banda Aceh.
“Sejak tahun 2017 hingga tahun 2020 kemarin, angka kemiskinan di Gayo Lues terus mengalami penurunan, tapi tidak bisa serta merta menaikan peringkat (menjadi daerah yang semakin kecil persentase kemiskinan). Karena kabupaten/kota lain juga terus berupaya menurunkan angka kemiskinan masyarakatnya,” ujar Sardi.
Sardi menyebut salah satu penyebab tercatatnya 18.420 orang masuk katagori miskin dari total penduduk Gayo Lues 99.532 orang adalah akibat sanitasi rumah masih sangat minim. Misalnya, di dalam rumah tidak memiliki WC dan tak mempunyai air untuk mandi dan mancuci. Faktor lainya adalah kurang jujurnya pengakuan masyarakat saat didatangi petugas BPS yang melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) setiap Maret. Sehingga data di BPS, pengeluaran masyarakat per bulan masih di bawah garis kemiskinan.
“Ketika warga mengaku pengeluarannya di bawah Rp425 ribu per bulan, maka mereka sudah tercatat sebagai orang miskin. Padahal, berdasarkan data pengangguran, Gayo Lues nomor urut dua terkecil di Aceh, meskipun pekerjaan warga adalah bertani, berkebun ataupun pekerja bayaran di kebun,” ungkapnya.
Menurut Sardi, salah satu cara mengatasi kemiskinan di Gayo Lues, program pemerintah daerah harus tepat sasaran kepada orang yang membutuhkan. Baik bantuan langsung maupun lainnya tanpa memandang kedekatan ataupun memberikan bantuan karena faktor saudara.
“Saat ini di Gayo Lues ada lima ribuan rumah yang ditempati masyarakat tidak layak huni. Ini juga harus menjadi prioritas pemerintah daerah selain masalah WC dan pengeluaran per bulan. Sehingga ke depan Gayo Lues bisa keluar dari nomor urut kedua termiskin di Aceh,” kata Sardi.
Secara menyeluruh, kata Sardi, program yang dijalankan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota belum maksimal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, atau untuk mengeluarkan dari daerah termiskin. Misalnya, adanya program pembukaan jalan, tapi lokasi tertentu tidak bisa dilintasi kendaraan.
“Salah satu contoh program pemerintah provinsi atau kabupaten/kota belum maksimal, seperti peningkatan Jalan Gayo Lues-Abdya dan Gayo Lues-Aceh Timur, di mana jalan itu rusak di tengah, dan masyarakat tidak bisa melintas. Padahal, tinggal sedikit lagi di tengah itu, kalau itu dibuka, maka masyarakat dua kabupaten bisa saling menguntungkan. Ini yang harus diperhatikan ke depan,” katanya.[]