Rabu, September 18, 2024

Polisi Gayo Lues Akan...

BLANGKEJEREN - Akun-akun palsu di media sosial facebook mulai bermunculan di Kabupaten Gayo...

Kajari Aceh Tenggara: Kami...

KUTACANE - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara, Lilik Setiyawan, S.H., M.H., berkomitmen...

Tim Jabar Kembali Sabet...

KUTACANE - Tim Jawa Barat (Jabar) kembali merebut medali emas cabang olahraga arung...

Putra Anggota Polres Gayo...

BLANGKEJERN - Prestasi gemilang kembali ditorehkan oleh putra Gayo Lues Haikal Al-Fakhri, putra...
BerandaIni Kata Pengamat...

Ini Kata Pengamat Soal Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Pengangguran

BANDA ACEH – Pengamat Ekonomi Unsyiah, Rustam Effendi, M.Econ., menilai perekonomian Aceh selama ini belum tumbuh signifikan lantaran bergantung realisasi APBA dan tidak adanya industri skala besar. Itulah sebabnya, angka pengangguran pun masih tinggi.

“Pertumbuhan ekonomi Aceh sangat lambat, berada pada angka empat koma terus, 4,3 dan 4,1 (persen) kan. Kalau perekonomian kita tidak tumbuh, itu maknanya lapangan kerja kita tidak meningkat, produksi usaha juga tidak meningkat. Kalau ekonominya tumbuh tinggi itu bisa terbuka,” ujar Rustam Effendi dihubungi portalsatu.com lewat telepon seluler, 16 November 2017.

Data dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Aceh dengan migas tahun 2015 bila dibandingkan 2014 (c-to-c)  sebesar -0,72  persen, turun dari pertumbuhan tahun 2014 yang sebesar 1,55 persen. Sementara pertumbuhan tanpa migas secara kumulatif tahun 2015 adalah 4,27 persen, membaik dari tahun 2014 yang tumbuh 4,02 persen.

Ekonomi Aceh tahun 2016 bila dibandingkan tahun 2015 (ctoc) dengan migas tumbuh sebesar 3,31 persen. Sementara pertumbuhan tanpa migas sebesar 4,31 persen, sedikit meningkat dari tahun 2015 yang sebesar 4,27 persen.

Adapun jumlah penganggur di Aceh pada Agustus 2017 sebanyak 150 ribu orang. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,57 persen. TPT adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. TPT di Aceh itu berada di atas rata-rata nasional yang pada Agustus 2017 sebesar 5,50 persen. TPT di Aceh tertinggi ditempati lulusan SMK yang mencapai 10,95 persen, disusul SMA 10,74 persen. Sedangkan TPT terendah adalah penduduk dengan pendidikan SD ke bawah yakni 2,32 persen.

Baca juga: BPS: Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh Tertinggi Ditempati Lulusan SMK

Rustam Effendi menilai jumlah pengangur di Aceh mencapai 150 ribu orang, dan TPT sebesar 6,57 persen itu masih tinggi meskipun berkurang dari tahun lalu. “Kalau (ekonomi) tumbuhnya sama, 4,3 persen, angka pengangguran (TPT) 6,57 persen, tetap tidak bisa diatasi. Jadi, ekonomi kita mesti tumbuh di atas 5 persen, tidak bisa tumbuhnya di bawah 5 persen,” katanya.

“Kalau masih 4,3 atau 4,1 persen, itu artinya pasar yang ada itu tidak bisa menampung mereka, itu angkanya stagnan di situ-situ aja, tidak meningkat,” ujar Rustam.

Pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja sangat tergantung realisasi APBA/APBK lantaran saat ini tidak ada industri skala besar yang beroperasi di Aceh. “Kita selama ini hanya tergantung pada APBD, tidak ada instansi perusahaan swasta, tidak ada kilang, tidak ada pabrik, sehingga tidak ada yang bisa membuka lowongan pekerjaan kepada anak-anak yang lulusan Unsyiah atau di swasta segala macam,” kata Rustam.

“Sekolah mereka selesai, tapi tidak ada lapangan kerja. Akhirnya nganggur, tidak bekerja, ujungnya ngopi, pagi ngopi, siang ngopi, malam juga ngopi. Bisa kita lihat itu di warung kopi. Maknanya tidak ada yang bisa dilakukan,” ujarnya.

Menurut dia, persoalan lainnya, di Aceh tidak ada sistem kredit khusus untuk pinjaman. “Coba kalau perbankan membuka akses modal usaha, ada skema khusus bunga yang rendah, sehingga tamatan sekolah bisa menggunakannya untuk modal usaha. Inikan tidak ada, betul betul ketimpa kita ini,” kata Rustam.

Jadi, Rustam melanjutkan, pertama, ekonomi Aceh tidak tumbuh secara maksimal akibat realisasi keuangan hanya berasal dari belanja APBA/APBK. Kedua, kata dia, tidak ada investasi yang masuk, sehingga tak ada pabrik atau produktivitas pengolahan (industri pengolahan), padahal bahan mentah hasil pertanian cukup banyak. Keberadaan industri pengolahan dinilai sangat penting karena dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Menurut Rustam, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh menjadi 5 persen ke atas, dapat dilakukan dengan cara, pertama, belanja pembangunan atau belanja langsung dalam APBA/APBK ditingkatkan persentasenya. “Buat untuk sesuatu yang bisa mengembangkan sektor ekonomi. Kedua, harus ada belanja swasta,” ujarnya.

“Kalau dari APBA yang mencapai 14 triliun lebih, itu habis untuk belanja tidak langsung hampir setengahnya, seperti gaji pegawai, bukan untuk belanja langsung semua, untuk belanja pembangunannya paling ada setengah. Jadi, uang kita tidak cukup. Dampak negatifnya akan banyak yang menganggur, sehingga banyak timbul masalah sosial,” kata Rustam.[]

Baca juga: