ACEH UTARA – Kajari Aceh Utara, Dr. Diah Ayu H. L. Iswara Akbari, mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan segera melimpahkan kembali surat dakwaan terhadap lima terdakwa perkara dugaan korupsi pada proyek pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
“Dokumen dakwaan itu mungkin dalam satu atau dua hari ini sudah kita limpahkan kembali ke Pengadilan Tipikor,” kata Diah Ayu didampingi Plh. Kasi Intelijen Kejari Aceh Utara, Rajeskana, S.H., M.H., saat diwawancarai portalsatu.com di kantornya, Kamis, 6 Juli 2023.
Oleh karena itu, kata Diah Ayu, tim JPU Kejari Aceh melakukan penahanan kota terhadap lima terdakwa sejak 4 sampai 30 Juli 2023 mendatang. Artinya, kelima terdakwa tidak dapat berpergian keluar kota selama berstatus tahanan kota.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh menerima eksepsi lima terdakwa perkara dugaan korupsi pada proyek pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai di Aceh Utara. Dalam putusan sela dibacakan Majelis Hakim saat sidang di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Senin, 5 Juni 2023, juga menyatakan, “Dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Membebaskan terdakwa dari tahanan”.
Setelah sidang pembacaan putusan sela tersebut, kelima terdakwa dikeluarkan dari tahanan. Mereka adalah Fathullah Badli sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pekerjaan lanjutan konstruksi fisik pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai Kabupaten Aceh Utara tahap I sampai V tahun anggaran 2012-2016, Nurliana NA (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK proyek itu tahap I sampai VI tahun anggaran 2012-2017), T. Maimun (Direktur PT Lamkaruna Yachmoon selaku rekanan proyek itu tahap II tahun 2013, tahap III tahun 2014, tahap V tahun 2016, dan tahap VI tahun 2017), T. Reza Felanda (Direktur PT Perdana Nuasa Moely selaku rekanan proyek tahap I tahun 2012 dan tahap IV tahun 2015), dan Poniem (Direktris CV Sarena Consultant sebagai konsultan pengawas proyek tersebut).
Diah Ayu menjelaskan perkara Monumen Islam Samudra Pasai itu masih tahap putusan sela di Pengadilan Tipikor, belum masuk ke pokok perkara. “Jadi, saat itu Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh menyatakan bahwa dakwaan Jaksa (Penuntut Umum) batal demi hukum. Kalau tidak salah itu dikarenakan kerugian negara tidak jelas bagi para terdakwa yang harus bertanggung jawab dalam proyek ini. Namun, putusan sela belum final. Karena hakim wajib memeriksa pokok perkara setelah kami ajukan lagi dakwaan terhadap terdakwa ke pengadilan. Itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 Tahun 2022,” ujarnya.
Menurut Diah Ayu, soal kerugian negara itu sudah masuk dalam pokok perkara, yang justru harus dibuktikan di persidangan. “Jadi, kasus korupsi ini kita ajukan ke PN Tipikor karena diduga ada kerugian negara dalam pelaksanaan proyek atau desain Monumen Islam Samudra Pasai yang dilaksanakan secara berlanjut,” ucapnya.
“Sebenarnya proyek ini masterplannya yang disetujui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu volumenya 80 meter. Dengan dalih masalah struktur tanah sehingga mereka me-review (reviu), tapi bukannya menguatkan, malah menurunkan untuk konstruksi dari mutu beton K500 dijadikan tiang pancang K250. Selain itu, perubahan desain itu mengurangi volume bangunan dari 80 meter menjadi 40 meter, itu kita lihat berdasarkan dokumen-dokumen bukti di as built drawing (gambar akhir) maupun shop drawing (gambar kerja) mereka,” kata Diah Ayu.
Jaksa menganggap reviu desain itu rekayasa mereka (yang kini menjadi para terdakwa) sebagai modus operandi. “Menurut kami mereka ini adalah mastermind (dalang) dari terjadinya dugaan korupsi pada kasus Monumen Islam Samudra Pasai,” tegas Diah Ayu.
Diah Ayu menyebut ada mark-up dalam proyek tersebut. “Konstruksi bangunan juga sangat rapuh, dan menurut ahli konstruksi serta ahli auditor bahwa proyek ini gagal bangunan,” ucapnya.
“Seharusnya bangunan itu dalam masterplan (rencana induk) tidak hanya dibangun monumen saja. Tetapi juga dilengkapi museum, pintu gerbang utama, masjid, area parkir, nyatanya kan tidak ada itu di lapangan. Maka diduga ini mengkorupsi anggaran itu, mereka pangkas item bangunan,” ujar Diah Ayu.
Diah Ayu menambahkan pihaknya menghormati putusan sela dari Pengadilan Tipikor pada awal Juni lalu yang membatalkan dakwaan JPU. Namun, berdasarkan putusan MK, JPU dapat melimpahkan kembali surat dakwaan terhadap terdakwa perkara tersebut ke Pengadilan Tipikor. “Dan hakim wajib langsung memeriksa pokok perkara sampai putusan ini nantinya inkrah (berkekuatan hukum tetap),” ujar Diah Ayu.[]