LANGSA – Tim Panitia Khusus (Pansus) Raqan Tata Niaga Komoditas Aceh (RTKA) menilai PT Pelindo tidak serius mengelola Pelabuhan Kuala Langsa. Pasalnya, fasilitas pelabuhan tersebut tidak memadai.
Anggota Pansus TNKA DPRA Murhaban Makam mengaku kecewa melihat kondisi tersebut. Tim Pansus TNKA melihat tidak adanya crane maupun fasilitas pendukung lain, layaknya sebuah pelabuhan yang melakukan kegiatan kepelabuhanan.
Murhaban Markam malah membandingkan pengelolaan pelabuhan itu dengan kantor lurah, ketika mengetahui jumlah pengawai yang mengelola pelabuhan itu hanya lima orang, yang terdiri dari satu pimpinan dan satu staf administasi (pegawai tetap) dan tiga orang pegawai outchorshing.
“Kalau cuma tiga orang pegawainya mau buat apa? Kantor lurah saja itu jumlah orang di kantornya bisa lebih dari 15 orang. Ini lembaga sebesar ini mengelola pelabuhan hanya lima orang. Jadi, kami melihat Pelindo tidak serius mengelola pelabuhan ini,” kata Murhaban Makam saat bertemu manajemen PT Pelindo di Langsa, Jumat, 8 Oktober 2021.
Baca Juga: Karantina dan Perizinan Jadi Kendala Pengusaha Melakukan Ekspor dari Pelabuhan Krueng Geuueh
Anggota dewan dari Fraksi PPP menilai, di beberapa wilayah sekitar Pelabuhan Kuala Langsa seperti Aceh Timur dan Aceh Tamiang banyak terdapat komoditas unggulan ekspor Aceh, seperti sawit dan beberapa komoditas lainnya dari sektor perikanan. Namun, dia mengaku heran jika Pelabuhan Langsa tidak hidup dan para pengusaha Aceh lebih memilih mengirimkan barangnya melalui Pelabuhan Belawan yang jaraknya lebih jauh.
“Kami mau ada upaya dari Pelindo, jangan hanya sekedar menunggu dan semata-mata karena pendapatan. Seharusnya Pelindo juga mengeluarkan biaya dan berupaya untuk pengoptimalkan pelabuhan ini,” tegasnya.
Anggota dewan yang telah menjabat lima periode di DPRA itu juga menilai, Pelabuhan Kuala Langsa terlihat seperti “hidup segan mati tak mau”. Dia juga menilai pelabuhan itu tak layak disebut pelabuhan bongkar muat, karena tidak memiliki fasilitas pendukung seperti humber crane serta sejumlah fasilitas pendukung lainnya.
“Bagaimana pelabuhan ini mau hidup kalau tidak ada fasilitas seperti humber crane. Kalau cuma bisa angkut satu sampai tiga ton barang, ini bukan pelabuhan, tapi tempat tambat sampan. Kami menduga ada sesuatu atau faktor x di sini. Ada upaya pengkerdilan dan upaya membuat pelabuhan di Aceh mati,” tambahnya.
Karena itu Murhaban Makam meminta jika Pelindo tidak mau bekerja, berikan saja pelabuhan ini ke Pemerintah Kota Langsa, biar Pemda saja yang mengelolanya. “Maaf jika saya agak sedikit kasar, tapi ini tujuannya baik, bagaimana kita semua berupaya agar pelabuhan ini hidup,” ujar Murhaban Makam.
Baca Juga: Pelabuhan Krueng Geukueh Butuh Dukungan Pihak Luar
Hal senada juga dikatakan anggota Pansus TNKA lainnya Arizal Asnawi. Dia mengaku pernah memiliki persoalan dalam mengirimkan barangnya lewat Pelabuhan Langsa, ketika dia belum menjabat anggota dewan.
“Sejak 2001 saya adalah pelaku usaha. Tapi sampai Aceh damai seperti ini, pelabuhan ini tidak ada perubahan. Crane dan tenaga di sini tidak siap, alasan Pelindo dari dulu itu-itu saja yaitu pelabuhan dangkal. Kami tidak melihat ada niat dari pelindo untuk memajukan pelabuhan ini,” jelasnya.
Anggota DPRA Dapil Langsa-Aceh Tamiang ini pun menyarankan agar Pansus DPRA merekomendasikan ke Pemerintah Aceh agar dibentuk Badan Usaha Milik Daerah atau (BUMD), untuk mengelola pelabuhan yang ada di Aceh. Hal itu karena dia menilai Pelindo tidak berniat mengembangkan pelabuhan di Aceh, melainkan hanya mengembangkan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sumatera Utara (Sumut).
“Mereka fokusnya ke Medan dulu. Ini terbukti ketika Belawan penuh, mereka bangun Kuala Tangjung, lalu buka ke Sibolga. Dan ketika Sibolga penuh, mereka buka ke Stabat. Harusnya bukan pelabuhan di Medan saja yang dibangun, Aceh juga dibangun. Kalau pelabuhan terus dikuasai Pelindo, maka sampai kapanpun pelabuhan di Aceh tidak akan hidup,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Pansus TNKA DPRA Yahdi Hasan dalam pertemuan dengan Manajemen Pelindo Kawasan Langsa mengatakan Pansus DPRA tidak berniat menyudutkan Pelindo, melainkan ingin bagaimana Pelindo dapat bergandengan tangan dengan sejumlah instansi lainnya baik Bea Cukai, Pemko Langsa maupun Pemerintah Aceh untuk bersama-sama mengupayakan agar Pelabuhan Kuala Langsa dapat hidup.
“Tujuan utama kami ke mari adalah untuk menjaring masukan-masukan untuk penyempurnaan Rancangan Qanun TNKA, dengan tujuan setelah qanun ini disahkan maka komoditas-komoditas yang ada di Aceh bisa diekspor melalui pelabuhan-pekabuhan yang ada di Aceh. Kami juga ingin melihat kondisi pelabuhan dengan harapan jika ada persoalan, bisa segera dicari jalan keluar. Jangan sampai ketika komoditas Aceh dilarang keluar malah pelabuhan di Aceh tidak siap,” ungkapnya.[]