Senin, September 9, 2024

Persaudaraan Masyarakat Brunei Darussalam...

BANDA ACEH - Berkenaan dengan berita duka cita, telah berpulang ke Rahmatullah seorang...

Peduli Terhadap Anak Yatim, Abu...

SUBULUSSALAM - Pimpinan Pondok Pesantren Babul Khairi, Desa Batul Napal, Sultan Daulat, Abu...

Masyarakat Gayo-Agara Gelar Kesenian...

KUTACANE - Dalam rangka melestarikan tari Saman hingga ke anak cucuk, masyarakat Gayo-Agara...

Panwaslih Aceh Paparkan Hasil...

LHOKSEUMAWE - Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih/Bawaslu) Provinsi Aceh menggelar sosialisasi hasil pengawasan dan...
BerandaPemerintah Banda Aceh...

Pemerintah Banda Aceh Perlu Tetapkan Bitai Sebagai Gampong Budaya Turki

 

GAMPONG Bitai dan Emperom di Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, merupakan dua buah gampong yang di masa dahulu ditempati oleh orang-orang yang ditugaskan oleh Sultan Selim II untuk membantu Sultan Al Kahar (Sekira tahun 1566) dalam memperkuat kemiliteran, pendidikan, infrastruktur kota-kota, dan perdagangan Aceh di masa itu.

Orang-orang ahli di beberapa bidang yang ditempatkan di sana menjadi penduduk Banda Aceh dan tidak pernah kembali ke Turki. Sampai kini keturunan mereka telah tersebar ke berbagai tempat.

Ada banyak tokoh yang merupakan Turunan Turki tersebut, dan masih ada, di antaranya H Harun Kechik Leumiek (Kolektor benda berharga milik Kesultanan Sumatra (Samudra Pasai) dan Aceh Darussalam), Teuku Ali Basyah (Talsya, wartawan dan penulis yang hampir sezaman dengan Ali Hasjmy.

H Harun Kechik Leumiek yang merupakan pandai emas secara turun temurun menetap di Lamseupeung dan Talsya menetap di Pante Ruiek, tetangga Lamseupeung di Lueng Bata. Ada masa sebelum ini yang membuat para turunan Turki di Bitai keluar dari induk kampung mereka, Bitai atau Emperom.

Sejauh telusuran yang dibuat, hanya Gampong Bitai dan Emperom di Banda Aceh yang memiliki syarat untuk ditabalkan sebagai gampong Turki. Para penduduk Bitai, khususnya, menurut cerita Mizuar Mahdi (Ketua Mapesa), sebelum tsunami memiliki banyak penduduk yang raut wajah dan postur mereka dengan dengan Turki.

Untuk sementara, buku yang menuliskan tentang hubungan Aceh dengan Turki, ada buku yang ditulis oleh Dr Mehmet Ozay berjudul “Hubungan Aceh dan Turki-Antara Fakta dan Legenda”, dan buku karangan Baiquni Hasbi berjudul “Relasi Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan Utsmani”.

Ini bisa dilakukan segera dan mudah, disebabkan, Wali Kota Banda Aceh sekarang Illiza Sa'aduddin Djamal, dan beberapa orang anggota DPRK Banda Aceh telah mengunjungi Turki. Kita menetapkan Emperom dan Bitai (atau Khusus Bitai saja?) sebagai gampong budaya Turki, lalu melengkapinya dengan beberapa hal untuk menjadikannya sebagai tujuan wisata sejarah yang berkelas antarbangsa (internasional).

Pemerintah Kota Banda Aceh, tidak perlu lagi membuat kajian lama untuk itu, cukup satu dua hari, disebabkan semua data sudah ada, untuk menjadikan Gampong Bitai dan Emperom sebagai gampong budaya Turki.

Segala sesuatu yang terkait hubungan sejarah Turki dengan Aceh, ditampilkan di sana. Ditambah pernak pernik budaya Turki dan Aceh di zaman Ottoman.

Ada beberapa hal perlu dibangun di sana, termasuk sebuah galeri/museum/pustaka Turki Usmani dan Aceh Darussalam.

Bangunan itu kita beri nama tokoh besar dalam hubungan tersebut, misalnya Sultan Al Kahar yang perkasa, Sultan Selim II yang baik hati, panglima Ottoman yang ditugaskan mengirim rombongan ke Aceh, panglima Aceh yang ditugaskan berlayar ke Istanbul.

Dalam rangkaian itu, secara umum kita beri nama, GAMPONG LADA SICUPAK – Sultan Selim II dan Sultan Al Kahar. Itu sesuai dengan Motto Kota Madani ataupun Gemilang. Dan, orang-orang yang mengunjungi Banda Aceh akan berduyun-duyun ke sana.[]

Thayeb Loh Angen, Aktivis di PuKAT (Pusat Kebudayaan Aceh-Turki), penulis Novel Aceh 2025.

Baca: Hubungan Aceh dengan Turki, Mengapa Penting Diperingati?

Baca juga: